Upaya Macron-Trump Kaitkan Terorisme dengan Islam - Telusur

Upaya Macron-Trump Kaitkan Terorisme dengan Islam

Macron - Trump. (Ist).

telusur.co.id - Meningkatnya aksi anti-Islam di Prancis, yang didukung oleh Presiden Emmanuel Macron dengan dalih membela hak atas kebebasan berekspresi, telah memicu reaksi balik dan membuat negara besar Eropa itu dalam kesulitan.

Serangan teror dan pembunuhan terjadi di Gereja Notre Dame, kota Nice, Prancis pada 29 Oktober 2020 sekitar pukul 09.00 pagi waktu setempat. Serangan ini telah mengakibatkan tiga orang meninggal dan beberapa lainnya terluka.

Disebutkan bahwa seorang imigran Tunisia bernama Brahim Aouissaoui menyerang Gereja Notre Dame di Nice. Dalam serangan ini, Aouissaoui menggorok leher penjaga Gereja, memenggal kepala seorang perempuan berusia 60 tahun dan melukai hingga parah seorang perempuan berusia 44 tahun hingga meninggal.

Aouissaoui pun telah ditangkap. Dalam penangkapan itu, polisi menembaknya. Saat ini, Aouissaoui tengah dirawat di rumah sakit dalam keadaan kritis.

Buntut dari serangan itu, Prancis menaikkan statusnya menjadi darurat. Macron mengatakan Prancis akan mengerahkan ribuan tentara lagi untuk melindungi situs-situs penting, seperti tempat ibadah dan sekolah, karena peringatan keamanan negara dinaikkan ke level tertinggi.

"Prancis telah diserang atas nilai-nilai kami, untuk selera kami akan kebebasan, untuk kemampuan di tanah kami untuk memiliki kebebasan berkeyakinan... Dan saya mengatakannya dengan sangat jelas lagi hari ini: Kami tidak akan memberi apapun," kata Macron.

Dalam dua bulan terakhir terdapat sejumlah insiden berdarah setelah Majalah Satir Charlie Hebdo menerbitkan kartun penghinaan terhadap Rasulullah SAW. Penyerangan di dekat kantor tua Charlie Hebdo pada 24 September, serangan terhadap penjaga kemanan di kantor Konsulat Perancis di Jeddah, Arab Saudi serta serangan di Gereja Notre Dame.

Rangkaian peristiwa berdarah tersebut, yang merupakan reaksi terhadap kelanjutan aksi anti-Islam di Prancis, menunjukkan pendekatan Presiden Emmanuel Macron –yang keras kepala dan irasional dalam mendukung penuh aksi-aksi anti-Islam, termasuk desakan Charlie Hebdo untuk terus menerbitkan kartun-kartun penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW dengan dalih kebebasan berekspresi– tidak ada hasil apapun selain menghasut umat Islam dan meningkatnya ketegangan dan konfrontasi dalam masyarakat Prancis. Kelanjutan tren saat ini dapat menyebabkan peningkatan kekerasan yang luar biasa di negara Eropa tersebut.

Macron, tanpa menyebutkan peran sikap anti-Islamnya dalam pembentukan dan kelanjutan serangan teror, justru menggambarkan serangan dengan senjata tajam di Nice sebagai serangan teroris oleh kelompok Islam. Dia berkata, Prancis tidak akan pernah menyerah pada teror untuk membela nilai-nilainya.

Sebenarnya, sikap Macron yang anti-Islam dan berulang kali membela publikasi kartun yang menghina Nabi Muhammad SAW dan desakannya untuk membuat RUU anti-Islam telah menempatkan Prancis pada garis ketegangan dan ketidakamanan.

Menurut pakar urusan Asia Barat Sayid Hadi Borhani, Prancis adalah salah satu negara paling bebas dalam menghina nilai-nilai Islam dan anti-Islam.

Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran Mohammad Javad Zarif juga menyinggung insiden di Prancis dan sikap anti-Islam di negara ini. Dia dalam tweetnya pada Kamis, mengecam keras serangan teror di Gereja Notre Dame.

Menlu Iran menulis, lingkaran setan yang meningkat ini —perkataan yang mendorong kebencian, provokasi dan kekerasan— harus diganti dengan akal dan rasionalitas.

"Kita harus menyadari bahwa radikalisme hanya melahirkan lebih banyak radikalisme, dan perdamaian tidak dapat dicapai dengan provokasi yang buruk," tegas Zarif.

Menlu Iran itu juga mengutip Surat al-Anbiya' Ayat 107: "… dan kami tidak mengutus kamu (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam."

Rujukan Macron pada "kebebasan berekspresi" di Prancis untuk menghina kesucian Islam juga menuai banyak kritik di negara ini. Penodaan agama telah menjadi bentuk tindakan kriminal di banyak negara di dunia, bahkan di beberapa negara dengan sistem sekuler yang didasarkan pada pemisahan agama dan politik.

Masalah penting lain dari insiden di Prancis adalah Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang memiliki catatan anti-Islam yang buruk dan tekanan yang meningkat terhadap Muslim di AS, menjadikan serangan teror di Gereja Notre Dame untuk menghubungkan Islam dengan terorisme. Trump memiliki catatan anti-Islam yang buruk dan tekanan yang meningkat terhadap Muslim di Amerika.

Trump telah mencoba menghubungkan Islam dan terorisme, dengan menggunakan peristiwa hari Kamis di Prancis sebagai dalih untuk membenarkan tuduhannya terhadap Islam dan Muslim.

Trump, yang telah menciptakan banyak hambatan bagi Muslim yang ingin memasuki AS, telah mencoba mengaitkan serangan teroris di Nice dengan Islam. Presiden AS menulis, "Serangan teroris Islam ini harus segera dihentikan. Tidak hanya Prancis, tapi tidak ada negara yang bisa mentolerir ini."

Kesamaan posisi Macron dan Trump serta upaya mereka untuk mengaitkan dan menyamakan Islam dengan terorisme, merupakan bagian dari upaya mengintensifkan tekanan terhadap umat Islam yang tinggal di Prancis dan AS serta melanjutkan aksi anti-Islam. [Parstoday/Tp]


Tinggalkan Komentar