Usni Hasanuddin : Penguatan Pancasila Diawali Dengan Revitalisasi MPR - Telusur

Usni Hasanuddin : Penguatan Pancasila Diawali Dengan Revitalisasi MPR

Usni Hasanuddin

telusur.co.id - Ketua Program Studi (Prodi) Ilmu Politik FISIP UMJ, Usni Hasanudin mendorong penguatan Pancasila diawali dengan revitalisasi MPR. Pangkalnya, sekarang hanya diisi orang-orang yang terpilih melalui pemilihan legislatif (pileg).

"MPR menjadi rumah besar Indonesia, tetapi anggotanya diisi melalui elektoral. Kita harus meninjau sistem kepemiluan dan kepartaian," ucapnya.

Pada prinsipnya, urainya, MPR merupakan mengejawantahkan aspirasi rakyat dalam sistem perwakilan. Ini selaras dengan gagasan Soekarno dan Muhammad Yani saat merumuskan dasar negara.

"Sehingga ketika aspirasi publik melalui DPR tidak tersalurkan, masih bisa disampaikan ke MPR. DPR sekarang sulit untuk menampung aspirasi publik karena oligarki telah menguasai partai-partai. Kita bisa lihat dengan pengesahan RUU Minerba, RUU Cipta Kerja, dan beberapa RUU kontroversial lain yang pembahasannya terus bergulir. Berbeda dengan tuntutan masyarakat," tutupnya.

Sementara, Inisiator Masyumi Reborn, Ahmad Yani menilai, penyusunan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) melompati (jumping) alur sejarah perumusan Pancasila. Pangkalnya, hanya mengacu pada pidato Soekarno, 1 Juni 1945.

"Dalam RUU HIP ini ada yang jumping, ingin potong alur sejarah," ujarnya dalam webinar "Sekali lagi, Kembali pada Pancasila dan UUD 1945" yang dilaksanakan Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) Jakarta serta Pusat Studi Islam dan Pancasila (PSIP) FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Senin (6/7).

"Kalau bicara Pancasila, dia tidak di ruang vakum. Dia hasil dialog, pergumulan. Tidak bisa jumping 1 Juni. (Tanggal) 1 Juni itu pidato Bung Karno," sambungnya.

Pernyataan tersebut sekaligus untuk mengkritik penetapan Hari Kelahiran Pancasila setiap 1 Juni. Ditetapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) via Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2016.

Dirinya menerangkan, Pancasila secara legal konstitusional lahir pada 18 Agustus 1945, bertepatan dengan pengesahan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 atau 22 Juni 1945 secara filosofis sosiologis karena sesuai terbitnya Piagam Jakarta. "Tidak bisa ditarik 1 Juni."

Karenanya, Yani beranggapan, penyusun naskah akademik RUU HIP tak memahami hakikat Pancasila. Justru berupaya mengkudeta dan mendegradasi dasar negara menjadi undang-undang.

"Pancasila juga mau dimutilasi karena Pasal 3 tentang Ketuhanan Yang Mahaesa dianggap bagian dari kompromi menjadi yang berkebudayaan. Nilai-nilai transendental, nilai-nilai tauhid juga direlativitaskan menjadi kemanusiaan," papar bekas politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini.

Selain itu, imbuh dia, tafsir Pancasila pun bakal dimonopoli negara melalui presiden. Ini sebagaimana isi draf Pasal 4 RUU HIP. "Lagi-lagi monolitik," kritiknya. [ham]


Tinggalkan Komentar