telusur.co.id - Dunia media sosial saat ini tengah ramai dengan adanya sosok Dokter Detektif atau ‘Doktif’ yang gemar membuat konten mengenai uji laboratorium mandiri terhadap beberapa jenama skincare. Ia melakukan hal tersebut untuk mengecek jumlah persentase kandungan bahan tertentu yang ada pada produk skincare.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi IX DPR RI Surya Hutama menilai Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) harus segera melakukan tindakan untuk mengungkap validitas uji laboratorium yang dilakukan. Hal itu agar kepercayaan publik, terutama terhadap skincare lokal dapat dijaga.
“Kita hargai mereka ini adalah sebagai kontrol publik terhadap kebijakan publik yang ada. Jadi peran serta masyarakat dalam mengontrol kebijakan publik. Jadi sah-sah aja membantu pemerintah. Tapi kalau ini juga tidak ditanggapi secara serius oleh BPOM, akhirnya ini akan menjadi bola liar,” ujar Surya Hutama atau yang biasa dikenal dengan Uya Kuya saat melakukan Rapat Dengar Pendapat Komisi IX DPR RI dengan Kepala BPOM di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (29/10/24).
Ia menambahkan bahwa fenomena yang terjadi di media sosial saat ini adalah semacam balas membalas riviu. Sehingga menurutnya, BPOM perlu segera memanggil beberapa content creator yang membuat konten uji laboratorium mandiri ini. Hal ini diperlukan agar masyarakat memperoleh informasi yang benar. Karena dengan adanya riviu terkait adanya kandungan berbahaya seperti mercury dan hydroquinone ini juga berpengaruh pada kepercayaan publik terhadap brand skincare lokal.
“Intinya menurut saya BPOM harus segera memanggil orang-orang ini, dudukan dan tanya uji lab mereka itu benar-benar seperti apa? apakah invalid, apakah memang valid? kalau ternyata invalid tegur mereka. Karena ini berbahaya terhadap tingkat kepercayaan masyarakat terhadap produk-produk skincare,” tegasnya.
Dan apabila kemudian ternyata hasil uji laboratorium terhadap produk skincare tersebut benar mengandung bahan berbahaya atau tidak sesuai (over claim), ia menekankan BPOM harus memberikan sanksi secara tegas terhadap produsen maupun brand skincare tersebut. Karena hal itu berbahaya bagi masyarakat sebagai konsumen. Apabila sebaliknya, uji lab mandiri yang dilakukan ternyata invalid, maka konten yang mereka buat perlu mendapat teguran karena telah meresahkan masyarakat.
“Coba panggil itu doktif, dokter richard atau siapa, coba. Mereka bisa mempertanggungjawabkan enggak apa hasil uji lab mandiri mereka? kalau ternyata yang mereka katakan benar bahwa ternyata ini overclaim atau mengandung zat berbahaya, berarti pabriknya atau produsennya haru ditegur, harus dikasih hukuman atau ditutup. Nah tapi kalau ternyata uji lab mereka invalid, ya mereka juga harus ditegur karena meresahkan masyarakat. Saya pikir BPOM harus segera memberikan tanggapan yang tidak abu-abu, harus tegas memberikan reaksi,” tutur Politisi PAN ini.
Ia juga khawatir karena di media sosial saat ini seperti saling ‘perang’ riviu dan uji laboratorium mandiri. Hal ini juga ditakutkan adanya kecenderungan untuk persaingan bisnis yang tidak sehat. Apabila bola liar ini dibiarkan, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap jenama skincare lokal akan turun dan ini menjadi celah bagi jenama dari luar untuk masuk ke Indonesia.
“Kita perlu tanya uji lab mereka itu verified atau enggak? Standar atau enggak? Supaya tidak jadi bola liar. Jadi kasihan juga nih produk-produk skincare kita. Jadi akhirnya enggak percaya orang, akhirnya pakai produk dari luar negeri,” tandasnya. [Tp]