telusur.co.id - Sebuah video berdurasi 09:55 menit, berisi seorang Anggota Fraksi PKB DPR Abdul Wahid, asal daerah pemilihan Riau, viral di media sosial. Dalam video tersebut, Abdul Wahid terlihat marah-marah kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif pada rapat dengar pendapat Komisi VII DPR bersama Kementerian ESDM beberapa waktu lalu di gedung parlemen DPR/MPR RI, Jakarta.

Dalam video itu, Abdul Wahid meluapkan kemarahannya atas sikap Pemerintah pusat yang selama ini dipandang tidak adil terhadap Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Riau atas hasil pengelolaan minyak bumi.

Abdul Wahid dengan tegas meminta pengelolaan ladang minyak di blok-blok kecil di Riau untuk dikelola oleh Pemda saja. Jika tidak, maka Riau pun akan berteriak meminta merdeka, seperti halnya Provinsi Aceh dan Papua.

Karena Riau dianggap sudah seharusnya diperhatikan dari sumbangsihnya sebagai daerah penghasil minyak terbesar di Indonesia. Namun yang terjadi hari ini, Riau hanya menanggung sampah bekas penambangan minyak.

"Oleh karena itu menurut saya ladang-ladang kecil yang hari ini penghasilannya 1000 hingga 2000 barel seperti yang ada di Siak yang ada di blok wes Kampar segala macam yaitu, masak dikelola oleh Pertamina juga, mengapa tidak dikelola oleh daerah? Tolong Pak Menteri untuk diberikan pengelolaannya kepada Pemerintah Daerah saja," ungkapnya.

Dia menegaskan, selama 60 tahun ini, Provinsi Riau sudah menjadi penghasil minyak bumi terbesar di Indonesia, bahkan hasil produksi minyak di Riau pernah mencapai 1 juta lebih barel per hari. Namun sumbangsih itu tidak dihargai oleh Pemerintah pusat. Hal itu terbukti dari sangat minimnya pendekatan negara terhadap Provinsi Riau pada bidang pembangunan. 

Ditambah lagi ketidakadilan Pemerintah Pusat pada pemberian fee bagi hasil minyak dan gas (Migas) yang dimana Pemerintah Provinsi Riau hanya dihargai dengan fee bagi hasil sebesar 10 persen saja. Sedangkan Provinsi Aceh dan Papua yang juga menjadi daerah penghasil minyak bumi diberikan fee bagi hasil yang lebih besar yakni sebesar 20 persen.

"Oleh karena itu apakah kami harus teriak merdeka. Ketika kami teriak merdeka baru dikasih fee blok, apakah negosiasi antara Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat seperti itu? jangan hanya papua saja," tegasnya.

Politisi PKB asal Kota Pekanbaru Provinsi Riau itu juga menyoroti ladang minyak Bllok Rokan di Riau yang saat ini dikelola oleh PT. Chevron dan sebentar lagi pengelolaannya di-take over oleh Pemerintah Pusat melalui PT. Pertamina (Persero). Dimana Blok Rokan tersebut sejak 3 tahun terakhir liftingnya sudah semakin merosot dari angka 210.000 sekarang turun jadi 140.000 yang artinya selama itu PT.Chevron dinilai tidak ada melakukan perawatan lifting. Sesuai dengan Keputusan Menteri ESDM yang menyatakan bawah kontraktor wajib menjaga kewajaran tingkat lifting.

Karenanya, Abdul Wahid sangat mengharapkan adanya negosiasi antara Pemerintah Pusat dalam hal ini PT. Pertamina dengan Pemda dalam hal tata kelola Blok Rokan.

"Berbarengan dengan itu, saya juga ingin mempertanyakan bahwa komitmen dari sebuah negara terhadap daerah, ini yang penting kita elaborasi," lanjutnya.

Lebih jauh dia meminta, agar Pemerintah Pusat melalui Kementerian ESDM untuk tidak meragukan kemampuan dari Pemda Riau untuk mengelola blok-blok kecil, karena Riau telah membuktikan kemampuannya melalui perusahaan daerah Bumi Siak Pusako yang telah berhasil melakukan pengelolaan blok minyak di Riau. [Tp]