Voting Hakim MK Mendegradasi Konstitusi, DPD Dorong Putusan MK Terapkan Model Musyawarah Mufakat - Telusur

Voting Hakim MK Mendegradasi Konstitusi, DPD Dorong Putusan MK Terapkan Model Musyawarah Mufakat

Anggota DPD RI Asal Jawa Tengah, Dr. Abdul Kholik, S.H., M.Si.

telusur.co.idMahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan Judicial Review soal masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari 4 tahun menjadi 5 tahun.

Dalam putusan itu, terdapat perbedaan pendapat hakim atau dissention opinion.

Empat hakim konstitusi Suhartoyo, Wahiduddin Adams, Saldi Isra, dan Enny Nurbaningsih tidak setuju masa jabatan pimpinan KPK diubah dari semula empat tahun menjadi lima tahun.

Mereka berbeda pendapat dari lima hakim konstitusi yang menyetujui masa jabatan pimpinan KPK diubah menjadi lima tahun. Kendati demikian, suara empat hakim MK tersebut akhirnya kalah dengan lima hakim MK lainnya.

Merespon hal itu, Senator DPD, DR Abdul Kholik mengatakan nilai konstitusional putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang perpanjangan masa jabatan piminan KPK hanya 55 persen.

Hal ini sangat ironis karena lembaga yang seharusnya menjadi pengawal konstitusi justru dalam praktiknya cenderung mendegradasi konstitusi.

"Norma Konstitusi itu merupakan hasil keputusan di lembaga yang merupakan lembaga yang menjadi penjelmaan dari wakil rakyat di MPR. Ketentuan kuorum ketika memutuskan lembaga itu pun dahulu minimal 2/3, bukan 50 persen+1. Nah, dalam kasus putusan masa perpanjangan jabatan pimpinan KPK dari sembilan hakim hanya lima orang yang setuju. Artinya, bila dipersentasi hanya berkisar 55 persen. Ini kan sangat ironis,'' kata Abdul Kholik, di Jakarta, Sabtu (27/5/2023).

Menurut Kholik, hal ironis itu berarti putusan MK soal perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK 45 persen tidak konstitusional. Karena itu ke depan MK sebaiknya tidak lagi melakukan voting dalam menafsir putusan konstitusi.

"Ini karena konsitusi itu merupakan produk hukum dasar mestinya putusan MK dilakukan dengan cara musyawarah mufakat sehingga putusan bulat. Jangan mengikuti praktik 50 persen+1,'' tegasnya.

"Karena itu saya mengusulkan sebaiknya tata cara mengusukan putusan MK diubah agar semua produk putusannya bukan hasil pandangan yang terbelah dari para hakimnya. Voting putusan dihapus agar nanti menjadi musyawarah mufakat sesuai prinsip demokrasi Pancasila,'' tandasnya


Tinggalkan Komentar