telusur.co.id - Surat kabar Amerika Serikat (AS) Wall Street Journal (WSJ) melaporkan bahwa kekalahan Israel baru-baru ini di medan perang di Gaza menunjukkan bahwa tujuan yang segalanya bagi tentara Israel, yaitu menumpas Hamas atau melumpuhkan kemampuan faksi ini menyerang Israel masih sulit dijangkau, bahkan di bagian utara Jalur Gaza sekalipun, yang telah menjadi fokus utama aksi militer Israel sejak awal perang.
Laporan tersebut menyatakan bahwa peningkatan jumlah kematian tentara Israel “mencerminkan pergeseran taktik perang militer,” dengan fokus yang lebih besar pada pertempuran perkotaan dan darat.
Mengutip pernyataan mantan pejabat intelijen Israel, Shalom Ben Hanan, WSJ menyebutkan; “Berperang dari rumah ke rumah dan memeriksa segala sesuatunya dari dekat alih-alih menghancurkannya dari jauh, harus dibayar mahal oleh pasukan Israel. Di dalam kalangan militer dan keamanan, beberapa orang mulai meragukan strategi tersebut”.
Ben Hanan mengaku “sudah mendengar kritik bahwa segala sesuatunya tidak baik, dan kita harus berperang secara berbeda, kita harus berperang dengan cara yang lebih aman bagi tentara Israel.”
WSJ melaporkan demikian setelah tentara Israel pada hari Rabu (13/12), mengumumkan tewasnya 10 tentara, sebagian besar dari mereka adalah perwira, termasuk seorang komandan divisi di Brigade Golani, dan seorang komandan berpangkat kolonel di Brigade Yiftah, dalam penyergapan Brigade Al-Qassam di Shujaiya, Gaza, yang juga melukai 21 tentara Zionis dalam pertempuran di Gaza selama 24 jam terakhir.
Kepala Staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF), Herzi Halevy, mengatakan bahwa insiden Shujaiya adalah “kejam, dan apa yang terjadi kemarin sangatlah berat.”
Secara terpisah, komandan IDF di wilayah selatan, Mayjen Yaron Winkelman, mengevaluasi situasi bersama para komandan brigade di lapangan, dan kemudian mengatakan kepada para prajurit Brigade Golani, yang menghadapi serangan para pejuang Palestina di lingkungan Shujaiya, bahwa harga yang harus dibayar memang sangat tinggi dan terdapat tantangan besar.
Surat kabar Israel Yedioth Ahronoth mengutip pernyataan sumber-sumber militer bahwa “pertempuran di Shujaiya sangat berdarah,” dan menekankan “tidak mungkin menghancurkan batalion Shujaiya yang berafiliasi dengan Hamas dengan melakukan pemboman dari udara.”
Sementara itu, hasilh jajak pendapat di kalangan warga Palestina, yang dilakukan oleh Associated Press (AP) selama masa perang dan diterbitkan pada hari Rabu, menunjukkan peningkatan dukungan kepada Hamas dan penolakan yang sangat besar terhadap Presiden Palestina Mahmoud Abbas.
Survei AP dilakukan mulai 22 November hingga 2 Desember dengan melibatkan 1.231 orang di Tepi Barat dan Gaza.
Para pekerja survei melakukan 481 wawancara pribadi dengan warga Palestina di Gaza selama gencatan senjata, yang berlangsung selama seminggu dan berakhir pada 1 Desember.
44% responden di Tepi Barat mengaku mendukung Hamas, padahal hanya 12% yang mengaku demikian pada bulan September. Di Gaza, Hamas mendapatkan dukungan dari 42% responden, sedikit meningkat dari 38% pada tiga bulan lalu.
Pada saat yang sama, 57% responden di Gaza dan 82% di Tepi Barat meyakini Hamas benar dalam melancarkan serangan pada bulan Oktober, menurut jajak pendapat tersebut.
Jajak pendapat itu juga menunjukkan bahwa 88% responden menginginkan Abbas mengundurkan diri, meningkat 10 poin persentase dari tiga bulan lalu, dan di Tepi Barat, 92% menyerukan pengunduran dirinya. [Tp]