telusur.co.id – Fenomena para pelajar ikut demontrasi, itu bukan hal aneh. Berdasarkan sejarah di republik ini, para pelajar pernah melakukan demontrasi. Yakni saat peristiwa “Malapetaka 15 Januari 1974” (Malari 1974).
“Di peristiwa Malari, itu tak hanya mahasiswa yang turun ke jalan melancarkan protes, tetapi para pelajar SMA pun ikut di dalamnya,” kata Ketua Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Tridaya Bekasi, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, KH Dahim Arisi kepada Dudun Hamidullah dari telusur.co.id, Jumat (4/10/19).
Berikut petikan wawancara dengan KH Dahim Arisi, yang juga Ketua Rois Syuriah Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Bekasi ini;
Banyak masyarakat merasa kaget atas keikutsertaan para pelajar tingkat SMA/SMK Sederajat, melakukan demontrasi menolak RUU bermasalah. Bagaimana pendapat Anda?
Sebenarnya, keikutsertaan para pelajar melakukan demontrasi, itu hal biasa. Dan, masyarakat tidak perlu kaget, apalagi merasa aneh. Sebab, dilihat dari sejarahnya, itu yang melakukan demontrasi saat peristiwa Malari, bukan hanya mahasiswa, tetapi para pelajar SMA ikut di dalamnya.
Namun, pada 1978 – 1982, Mendikbud era Soeharto, Daoed Joesoef memperkenalkan NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan). Melalui kebijakan NKK/BKK ini bertujuan untuk membersihkan kampus dari kegiatan-kegiatan berpolitik di masa pemerintahan Soeharto. Sejak itu, mahasiswa tidak berani lagi melakukan kegiatan-kegiatan politik. Lewat konsep NKK/BKK itu, mahasiswa tentu saja dikekang.
Konsep NKK/BKK ini sukses, dimana pada era Orde Baru, tidak ada lagi mahasiswa yang melakukan kegiatan-kegiatan politik. Apalagi sanksinya cukup berat. Jika ada mahasiswa melakukan kegiatan-kegiatan politik, mereka langsung dikeluarkan dari kampusnya.
Lalu, di era reformasi, mahasiswa kembali turun melakukan demontrasi. Tetapi, para ketika itu para pelajar tidak ada yang turun ke jalan.
Mengapa sekarang para pelajar ikut-ikutan melakukan demontrasi?
Seingat saya, ketika mahasiswa tidak melakukan demo, awalnya para pelajar itu melakukan tawuran. Dimana-mana terjadi tawuran, mulai dari Jakarta, Bekasi sampai Karawang. Bahkan, pada medio 1980-an antara pelajar Bekasi dengan Karawang, itu menjadi musuh bebuyutan. Ironisnya, tawuran itu terjadi setiap September.
Mengapa tawuran terjadi di September?
Kita tahu, tahun 1965 terjadi G30S/PKI. Asumsi saya, tawuran itu memang sengaja digerakkan.
Siapa menggerakkan?
Saya menduga yang menggerakkan tawuran itu adalah para alumni pelajar sekolah tersebut. Baik yang tidak kerja, yang kuliah maupun yang dipecat oleh sekolahnya. Anehnya, para pelajar itu melakukan tawuran tidak hanya siang hari. Namun, pada malam hari.
Ketika para pelajar melakukan tawuran, bagaiman sikap pemerintah daerah, khususnya Dinas Pendidikan?
Sangat miris. Saat terjadi tawuran, semua dinas termasuk Dinas Pendidikan, itu tidak peduli. Malah mereka terkesan menyalahkan pihak sekolah. Padahal, yang melakukan tawuran itu anak bangsa.
Kabarnya, dampak tawuran itu, banyak sekolah yang menutup diri?
Benar. Akibat tawuran itu, banyak sekolah menutup diri. Malah di kabupaten lain, bupatinya mengancam, apabila para pelajar sekolah tersebut melakukan tawuran, maka sekolahnya ditutup.
Tanggapan Anda tentang ancaman itu?
Menurut saya, itu tidak dibenarkan. Pemerintah atau siapapun tidak bisa menutup sekolah. Karena bertentangan dengan undang-undang. Apalagi sekolah ini amanat UUD 1945, ikut mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan, pendidikan itu terdari dari masyarakat, guru, dan orang tua.
Bagaimana kondisi sekarang, apakah para pelajar masih melakukan tawuran?
Sekarang, sudah tidak bisa lagi para pelajar melakukan tawuran. Sebab, ancaman sekolah-sekolah sangat keras terhadap siswa yang melakukan tawuran, yakni dipecat. Setelah dipecat, siswa tersebut tidak bisa masuk di sekolah manapun.
Kabarnya, sekolah Anda menerapkan peraturan yang ketat terhadap para siswa, berupa memecatan jika terlibat tawuran atau tindakan kriminal?
Iya benar. Itu ada dalam tata terbit (tatib) sekolah. Makanya, kalau ada siswa di sekolah ini terlibat tawuran, misalnya besok mau ujian, terpaksa kita keluarkan. Dan, aturan ini sudah disepakati oleh para orang tua murid.
Untuk pencegahan narkoba, kita juga melakukan kerjasama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) Republik Indonesia. Pencegahan narkoba ini kita laksanakan setiap tahun dalam kegiatan masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS).
Kegiatan ini untuk menyiapkan generasi muda yang andal serta memiliki kemampuan mumpuni, dan jauh dari bahaya narkoba. Para pelajar yang siap dan segera akan memasuki dunia kerja, sehingga kami memandang perlu untuk dibekali mengenai hal-hal yang harus dihindari sejak dini.
Tadi Anda mengatakan kalau tawuran para pelajar ada yang menggerakkan. Nah, dengan adanya ancaman dari pihak sekolah yang keras, apakah tawuran masih terjadi?
Atas ancaman itu, sekarang ini semakin sulit. Bisa dikatakan, ruang gerak mereka sempit untuk menggerakkan para pelajar melakukan tawuran. Pengamatan saya, karena yang menggerakkan sudah tidak ada ruang untuk mengadu domba supaya tawuran, akhirnya mereka menciptakan lagi, dengan mengajak para pelajar ikut demo.
Apakah Anda punya bukti kalau para pelajar yang ikut demo itu ada yang menggerakkan?
Informasi yang saya dapat dari pihak berwajib, bahwa para pelajar itu mengakui kalau mereka ikut demo karena ada yang mengajak. Bahkan, mereka yang ditangkap polisi jawabannya semua sama, yakni diajak.
Boleh tahu, siapa yang mengajak para pelajar ikut demo?
Datanya sudah ada ditangan polisi (silahkan Anda tanyakan ke polisi).
Saat berdemo, terkesan para pelajar berani melawan aparat keamanan. Apa tanggapan Anda?
Setahu saya, anggota Polri tidak boleh melakukan kekerasan, bahkan tidak boleh membawa senjata, saat mengamankan aksi demontrasi mahasiswa. Lantaran anggota Polri tidak diperkenankan membawa senjata, sehingga para pelajar berani melawan aparat, dalam hal ini anggota Polri.
Sebab para pelajar sudah tahu, kalau anggota polisi dipukul, dia tidak akan melawan, karena instruksinya seperti itu, bahwa anggota polisi tidak boleh melakukan kekerasan terhadap para pendemo. Anggota Polri itu hanya dibekali gas air mata dan water canon. Kalau pun ada anggota polisi yang menembak, itu oknum.
Informasinya, para pelajar ikut demo, karena adanya imbauan melalui surat ke sekolah-sekolah?
Saya kira, tidak ada. Tapi, yang perlu diantisipasi, ini tidak terlepas antara puas dan tidak puas, setelah Pilpres. Sehingga bagaimana caranya agar Pak Jokowi gagal dilantik. Kemudian, digerakkan untuk melakukan demo besar-besaran.
Nah, untuk di sekolah-sekolah, berdasarkan informasi yang saya dapat, itu kan ada organisasi yang namanya rohis. Dan, diindikasikan anggota rohis itu diantaranya ada yang radikal. Mungkin, mereka merasa tidak puas dengan pemerintahan saat ini.
Bagaimana antisipasi terhadap siswa-siswa di sekolah Anda agar tidak terkontaminasi gerakan radikalisme?
Saya sudah sampaikan kepada kepala sekolah, agar diberikan kegiatan tambahan – karena ini lembaga Islam – kalau perlu setiap pagi membaca Al Quran atau melakukan shalat duha. Artinya, kita jangan berfikir kalau jam pelajaran ini terpakai, dan para pelajar merasa rugi.
Di SMK Tridaya Bekasi, upacara tidak dilakukan setiap minggu. Malah ada satu Senin, para siswa diwajibkan untuk melakukan shalat duha,membaca Al Quran, dan cemarah agama. Dalam sebulan, kita hanya melaksanakan upacara bendera hanya dua kali, selebihnya kita ganti dengan kegiatan keagamaan.[Tp]