Oleh: Gus Ahmad Zaenuddin Abbas
Eksistensi kaum berpenyakit menyimpang (LGBT) sudah terjadi pada zaman Nabi Luth AS. Kaum ini pun kembali ada pada masa Rasulullah SAW.
Dengan alasan bahwa kaum LGBT pernah ada di masa Nabi Muhammad SAW, kemudian kubu Pro LGBT meminta agar negara melindungi hak mereka.
Hak seperti apa yang akan diberikan kepada pelaku penyimpangan ini? Hak mengekspresikan dirikah? Atau hak untuk mendapatkan surat nikah?
Sebelum membicarakan Hak, mari kita bicarakan dasar eksistensi pada masa Rasulullah SAW yang mereka gunakan sebagai dasar perlindungan Hak LGBT.
Bisa saja kita jawab singkat, bahwa "Bahkan kaum menyimpang itu telah ada sebelum Nabi SAW, dan bahkan tercantum dalam Al-Qur'an, merekalah sebagian kaum Nabi Luth AS yang diazab oleh Allah SWT dengan azab yang sangat dahsyat".
Memang, perilaku menyimpang banci LGB(-T) ada di masa Rasulullah ﷺ, tapi mereka diasingkan agar keburukan mereka tidak menular, dan agar mereka bertaubat kemudian menyembuhkan diri, bukan dibiarkan berinteraksi mengekspresikan diri, apalagi diternak.
Bahkan kemunculan LGBT pada masa Nabi Muhammad SAW yang terekam sejarah pada masa itu, belum sampai pada tahap hubungan sejenis, mereka adalah kalangan laki-laki yang menyerupai wanita dari sisi penampilannya saja. Lalu apa yang dikatakan Rasulullah pada saat itu?
وقد أتي له عليه السلام بمخنث خضب يديه ورجليه بالحناء فقال مابال هذا فقالوا يتشبه بالنساء . فأمر به فنفي إلى البقيع
"Pernah dibawakan/didatangkan kepada Beliau SAW seorang pria banci yang mengecat tangan dan kakinya dengan pacar, dan Beliau SAW berkata, "Ada apa dengan ini?"
Mereka menjawab bahwa ia (pria banci) ini meniru penampilan wanita. Lantas Beliau SAW memerintahkan agar pria banci itu diasingkan ke al-Baqi (dikeluarkan dari wilayah madinah)".
Catatan: Saat itu wilayah Baqi' masih di luar wilayah kota Madinah.
لَعَنَ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ المُخَنَّثِينَ مِنَ الرِّجَالِ، والمُتَرَجِّلَاتِ مِنَ النِّسَاءِ، وقَالَ: أخْرِجُوهُمْ مِن بُيُوتِكُمْ
"Nabi SAW melaknati para banci dari kalangan laki-laki, dan tomboy dari kalangan wanita, beliau SAW bersabda: Keluarkan mereka dari rumah kalian"
Catatan: Perintah mengeluarkan dari rumah dan pengasingan dalam Hadits di atas, berlaku bagi para banci dan tomboy, akan lain halnya bagi mereka yang diketahui dan terbukti melakukan hubungan sejenis, maka hukum pelaku hubungan sejenis bukan hanya diasingkan, namun juga dijilid (cambuk), sebagai mana pezina, bahkan dirajam dengan tata cara dilempari batu dan ditimpahi bangunan bagi mereka yang telah menikah hingga mati.
Sampai di sini jelaslah, bahwa Rasulullah SAW tidak membiarkan pelaku penyimpangan ini eksis di tengah masyarakat.
Bagaimana mungkin Rasulullah SAW membiarkan perilaku menyimpang itu begitu saja, sedangkan Al-Qur’an dengan terang benderang menceritakan bagaimana Allah mengadzab kaum Nabi Luth AS, yang gemar menyukai sejenis ?
Perilaku menyimpang penyuka sejenis itu, tidak hanya dilarang dalam Islam karena menyalahi kodrat, namun juga menimbulkan malapetaka yang luar biasa.
Petaka pertama adalah bagi pelakunya sendiri, dirangkum dari beberapa hasil riset menunjukkan mayoritas penderita HIV adalah para homo, disusul penyakit sifilis, cacar monyet dan penyakit berat nan menjijikkan lainnya.
Bukan hanya penyakit, namun mentalnya sebagai pria sejati rusak, tak ada harga diri tersisa, hilang martabat manusia yang paling esensial.
Petaka kedua adalah bagi lingkungan interaksinya. Perilaku menyimpang dan penyakit menjijikkan ini, sangat mungkin menjalar ke mana-mana, bukan hanya penyakit fisiknya yang menular, namun juga penyakit psikisnya sangat meresahkan.
Mengetahui hasil riset lembaga pemberitaan yang menunjukkan meningkatnya jumlah pelaku menyimpang ini secara signifikan, tercatat ada 18 ribu pelaku di Sumatera Barat, 43 ribu pelaku di Jakarta, 218 ribu pelaku di Jawa tengah, 300 ribu pelaku di Jawa Timur, dan yang tertinggi di Jawa Barat yang mencapai 310 ribu pelaku.
Ingat, data itu adalah yang berhasil tercatat, yaitu mereka yang secara terang-terangan mengakui dirinya berpenyakit LGBT, sedangkan yang masih bersembunyi, tentu masih belum diketahui jumlahnya.
Selain petaka penyakit fisik dan psikisnya yang menyebar, ada lagi petaka yang lebih berbahaya, yaitu datangnya murka Allah hingga menimbulkan bencana dahsyat, sebagaimana yang pernah terjadi pada masa Nabi Luth AS.
Jika penyakit ini dibiarkan, maka ia akan berkembang biak dan menular, akan menyakiti orang-orang lain yang sehat.
Jadi, Hak manakah yang layak dijaga? Hak mereka yang siap menularkan penyakit psikis dan fisik? Atau Hak mereka yang seharusnya dapat menjalani hidup sehat secara fisik dan psikis?[***]