telusur.co.id - Anggota Komisi VII DPR Mulyanto, kritik Komisaris Utama PT Pertamina (Persero), Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terkait pernyataannya tentang pimpinan parpol yang menguasai jaringan pendistribusian gas LPG bersubsudi 3 kg.
Menurut Mulyanto, pernyataan itu tendensius dan berpeluang menjadi fitnah.
Mulyanto menyebut, kalau Ahok ada data dan buktinya, harusnya sebut saja siapa orang yang dimaksud. Bukan malah membuat pernyataan yang membuat masyarakat saling curiga.
"Ketimbang menuduh dan buka front dengan partai politik yang belum tentu benar, sebagai Komisaris Utama Pertamina, dengan berbagai kewenangan yang dimiliki, sebaiknya Ahok fokus menjalankan fungsi pengawasan perusahaan dengan sebaik-baiknya," tegas Mulyanto, Kamis (12/10/23).
"Ahok jangan hanya berwacana dan melempar isu panas terkait distribusi gas LPG bersubsidi, lebih baik dia bekerja menertibkan distribusi gas LPG ini, baik aspek ketersediaan maupun harganya di masyarakat," sambungnya.
Mulyanto menjelaskan, peningkatan fungsi pengawasan gas LPG bersubsidi ini sangat penting karena terlihat lemah. Pengawasan LPG bersubsidi ini di luar domain kewenangan BPH Migas. Beda dengan distribusi BBM bersubsidi, yang menjadi tanggung jawab BPH Migas.
Selain karena sistem distribusi yang masih bersifat terbuka, sehingga subsidi LPG menjadi tidak tepat sasaran, menurut Mulyanto yang tidak kalah pentingnya adalah penyimpangan dengan modus pengoplosan LPG bersubsidi menjadi LPG non subsidi.
"Kasus ini yang menyebabkan kelangkaan dan melonjaknya harga gas LPG subsidi di masyarakat. Karena itu pengawasan atas potensi pengoplosan ini sangat penting. Dan saya belum lihat Ahok turun tangan soal ini," kata Mulyanto.
"Harusnya aspek ini yang menjadi prioritas pengawasan komisaris utama Pertamina. Bukan malah dijadikan bahan kampanye untuk keperluan dirinya," imbuhnya.
Mulyanto usul, penguatan pengawasan LPG bersubsidi dalam revisi RUU Migas yang tengah dirampungkan DPR harus dipercepat pembahasannya.
"Pengawasan LPG bersubsidi ini sebaiknya diserahkan saja kepada BPH Migas, agar kelembagaan pengawasannya jelas," tukasnya.
Sebelumnya, Komut Pertamina Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, mensinyalir ada petinggi partai politik yang mengelola agen penyalur subsidi LPG 3 kg. Hal itu membuat terjadinya masalah, termasuk soal harga LPG 3 kg.
"Kami buka-bukaan saja, disinyalir orang berkuasa dari partai politik banyak yang pegang agen, kalau mau jadi orang kaya jangan makan uang subsidi rakyat, dagang yang lain saja," kata Ahok di Bukittinggi, Sumatera Barat, Selasa (10/10/23), seperti dikutip dari Antara.
Ahok memastikan, bakal mengatasi masalah itu dan siap membantu daerah mana saja yang mau menolong warganya mendapatkan barang subsidi.
"Saya akan datang, ini NKRI, tidak ada sangkut-pautnya dengan partai politik," ujarnya.
Ahok mengatakan Pertamina telah menemukan banyak agen nakal. Pertamina katanya, langsung bertindak cepat dan tegas dengan langsung memutus kerja sama dengan agen tersebut.
Namun, Ahok belum puas dengan hasil itu. Karenanya, ia meminta pemerintah daerah (pemda) membantu Pertamina untuk menertibkan ulah agen nakal tersebut.
"Bagi warga, jangan mau antre lagi untuk harga Rp30 ribu. Orang Pertamina harus takut sama pemda, jangan takut dengan agen nakal. Kita minta walikota membantu Pertamina juga untuk mengecek mana warga yang layak menerima," kata dia.[Fhr]