Analisis Yuridis Terhadap Aspek Administrasi UU Ciptaker - Telusur

Analisis Yuridis Terhadap Aspek Administrasi UU Ciptaker


Telusur.co.id - Oleh: Dr. H. Joni,SH.MH

PROSES akhir dari pembuatan peraturan perundang-undangan menurut Hukum Administrasi Negara (HAN) adalah pengundangan dan penyebarluasan yang  memerlukan penanganan secara terarah, terpadu, terencana, efektif dan efesien serta akuntabel. Pengundangan adalah penempatan peraturan perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, dan Tambahan Berita Negara Republik Indonesia.

Dari proses itu, dimaksudkan sebagai langkah kinerja agar supaya setiap orang dapat mengetahui peraturan perundang-undangan, pemerintah wajib menyebarluaskan peraturan perundang-undangan yang telah diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia dan Berita Negara Republik Indonesia.

Dengan penyebarluasan diharapkan masyarakat mengerti, dan memahami maksud-maksud yang terkandung dalam peraturan perundang-undangan, sehingga dapat melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan dimaksud.

Teknis Administrasi

Aturan yuridis mengenai proses dan kinerja ini tecremin dalam nomenklatur pihak berwenang, yaitu Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang mendasarkan kinerjanya pada Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan berwenang melakukan pengundangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, dan Tambahan Berita Negara Republik Indonesia.

Kinerja ini berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor : M.01-HU.03.02 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan yang dalam tugas pokok dan fungsinya dilaksanakan oleh Direktorat Publikasi, Kerja Sama dan Pengundangan Peraturan Perundang-undangan yang membawahi Subdirektorat Pengundangan Peraturan Perundang-undangan.

Pengundangan peraturan perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia meliputi: Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; Peraturan Pemerintah; Peraturan Presiden mengenai: pengesahan perjanjian antara negara Republik Indonesia dan negara lain atau badan internasional; dan pernyataan keadaan bahaya. Demikian juga terhadap peraturan Perundang-undangan lain yang menurut Peraturan Perundang-undangan yang berlaku harus diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Dalam hal peraturan perundang-undangan yang ada penjelasannya, maka pengundangannya ditempatkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia. Pengundangan Peraturan Perundang-undangan dalam Berita Negara Republik Indonesia meliputi peraturan yang dikeluarkan oleh: 1. Majelis Permusyawaratan Rakyat;2. Dewan Perwakilan Rakyat; 3. Mahkamah Agung; 4. Mahkamah Konstitusi; dan 5. Menteri, Kepala Badan, lembaga atau komisi yang setingkat yang dibentuk oleh Undang Undang atau pemerintah atas perintah Undang Undang.

Dalam hal peraturan perundang-undangan yang ada penjelasannya, maka pengundangannya ditempatkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Penerbitan Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, dan Tambahan Berita Negara Republik Indonesia dalam bentuk lembaran lepas dan himpunan.

Terkait Tata Cara

Adapun terkait dengan Tata Cara Pengundangan Peraturan Perundang-undangan :pertama, Naskah Peraturan Perundang-undangan yang akan diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, dan Tambahan Berita Negara Republik Indonesia wajib disampaikan kepada Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan disertai dengan 3 (tiga) naskah asli dan 1 (satu) softcopy.

Kedua, penyampaian dilakukan oleh pejabat yang berwenang dari instansi yang bersangkutan atau petugas yang ditunjuk disertai surat pengantar untuk diundangkan. Ketiga, pengundangan dilakukan dengan memberi nomor dan tahun pada Lembaran Negara Republik Indonesia dan Berita Negara Republik Indonesia, dan memberi nomor pada Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia dan Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Selanjutnya Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan mengajukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk ditandatangani.

Keempat, naskah peraturan perundang-undangan yang telah ditandatangani Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, selanjutnya disampaikan kepada instansi pemohon 2 (dua) naskah asli dan 1 (satu) untuk Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan sebagai arsip. Kelima, penerbitan Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia dan Berita Negara Republik Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia dalam bentuk lembaran lepas dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal peraturan perundang-undangan diundangkan.

Keenam, penerbitan Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia dan Berita Negara Republik Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia dalam bentuk himpunan dilakukan pada akhir tahun. Secara umum, sebaaimana digambarkan pada situs Kemenkumham, maka penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan dapat dilakukan melalui media cetak, media elektronik, dan cara lainnya.

Penyebarluasan peraturan perundang-undangan melalui media cetak berupa lembaran lepas maupun himpunan. Demikian pula penyebarluasan Lembaran Negara Republik Indonesia dalam bentuk lembaran lepas yang dilakukan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan untuk disampaikan kepada kementrian/Lembaga yang memprakarsai atau menetapkan peraturan perundang-undangan tersebut, dan masyarakat yang membutuhkan.

Penyebarluasan Lembaran Negara Republik Indonesia dalam bentuk himpunan yang dilakukan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan untuk disampaikan kepada Lembaga Negara, Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan pihak terkait.

Penyebarluasan melalui media elektronik dilakukan melalui situs web Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia dan dapat diakses melalui website: www.djpp.depkumham.go.id, atau lainnya. Penyebarluasan dengan cara sosialisasi dapat dilakukan dengan tatap muka atau dialog langsung, berupa ceramah workshop/seminar, pertemuan ilmiah, konfrensi pers, dan cara lainnya.

UU Ciptaker

Namun demikian penjelasan diatas tidak sesuai dengan proses yang terjadi di lapangan, terutama yang baru-baru ini terjadi yaktni pengesahan Undang-undang Cipta Kerja, yang dinilai cacat secara prosedur dan sama sekali tidak mencerminkan asas demokrasi. Beberapa hal yang tidak sesuai adalah bahwa pengesahan UU Omnibuslaw Cipta Kerja pada tanggal 05 Oktober 2020, terkesan terburu-buru tidak mengikuti prosedur legislasi dan tidak melibatkan publik.

Terhadap UU Ciptaker ini tidak ada transparansi yang tidak terjadi dalam proses pembentukan UU Cipta Kerja ini. Sehingga, public tidak mengakses Ungdang-undang ini.Terdapat anggota DPR RI belum mendapatkan Draf UU Cipta Kerja, seperti yang disampaikan oleh Mulyanto dalam iskusi secara virtual bertajuk 'UU Cipta Kerja, Nestapa Bagi Pekerja pada hari Kamis, 08 Oktober 2020. Pembahasannya tidak melibatkan StakeHolder terkait, anggota yang hadir terkesan sudah pilihan dan orang-orang yang menyetujui Undang-undang tersebut disahkan.

Pada sisi lain, rancangan atau draf Undang-undang yang berbeda-beda. Praktik yang paling parah adalah, Draf yang diterima anggota DPR yang hadir belum tentu sama semua. Saat ini Draf yang disahkan belum dapat diakses dan masih ada berubahan-perubahan. Padahal seharusnya ketikan UU sudah disahkan berarti sudah melalui pembahasan-pembahasan yang panjang. Namun, Pembentukan UU ini berbeda.

Dibawah adalah grafis perbedaan antara naskah RUU Cipta Kerja setebal 905 halaman yang diketuk palu dalam sidang paripurna DPR 5 Oktober 2020 lalu dengan naskah setebal 812 halaman yang diserahkan kepada presiden tanggal 14 Oktober 2020. Grafis di bawah menunjukkan pengubahan naskah RUU Cipta Kerja tidak hanya bersifat teknis sebagaimana diatur dalam UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan perubahannya pada UU No.15 Tahun 2019. Sebelumnya, beredar beberapa versi naskah RUU Cipta Kerja. Versi pertama setebal 1.028 halaman yang bisa diunduh di situs resmi DPR sejak Maret 2020.

Versi kedua setebal 905 halaman yang disetujui dalam rapat paripurna, 5 Oktober 2020. Versi ketiga setebal 1.052 halaman yang beredar pasca aksi protes RUU Cipta Kerja 6-8 Oktober 2020. Kemudian versi keempat, versi final setebal 1.035 halaman yang menjadi 812 halaman setelah dirapikan dan disesuaikan ukuran kertasnya. Berikut grafik perbedaan antara Draf dengan 905 halaman dan 812 halaman UU Cipta Kerja. Itulah yang diserahkan oleh Sekretariat DPR kepada presiden. Dengan demkikian ada proses yang melintas batas non propsedural dan non protocol, secara yuridis. Hal yang tentu saja juga bermasalah secara procedural.


Tinggalkan Komentar