Anggota Komisi III Minta Polisi Jangan Tebang Pilih Usut Hoaks Covid-19 - Telusur

Anggota Komisi III Minta Polisi Jangan Tebang Pilih Usut Hoaks Covid-19

Habiburrokhman

telusur.co.id - Anggota Komisi III DPR Habiburrokhman mengingatkan penegakan hukum harus adil lantaran ada azaz equality before the law dalam kasus klaim obat virus corona di Indonesia. Siapa pun yang melakukan kesalahan termasuk pejabat publik harus ditindak.

"Nah ini sementara ada yang ditindak (kasus Jerinx) dan sementara lainnya tidak. Nah itu yang menimbulkan keresahan," kata Habiburrokhman kepada wartawan, Kamis (13/8).

Menurut politisi Gerindra itu, soal pencemaran nama baik harusnya ada mediasi terlebih dahulu. Polisi, kata dia, jangan langsung menangkap dan memenjarakan orang.
"Sudahlah di masa pandemi ini kita tidak boleh gagah-gagahan. Kita kompak dan bersatu. Kalau ada perbedaan pendapat kita diskusikan," katanya.

Koordinator MAKI Boyamin Saiman, di kesempatan terpisah meminta penegak hukum juga perlu menindak pihak mengklaim menemukan obat atau vaksin Covid-19 yang bukan resmi ditunjuk oleh pemerintah. Hal itu agar tidak adanya informasi yang sesat di masyarakat.

"Perlu diusut untuk mencegah masyarakat tersesat atas informasi yang diperkirakan bohong tersebut " katanya.

Boyamin melanjutkan saat ini semua pihak harus serius melawan Covid-19. Diharapkan tak ada pihak selain pemerintah yang mempromosikan atau mengklaim menemukan obat Covid-19.

"Semua harus serius dan tidak sembarangan promosi obat Covid ataupun meragukan adanya Covid," tegasnya.

Sementara, pengamat Hukum Pidana Suparji Ahmad menilai penegak hukum dalam hal ini kepolisian harus memiliki pertimbangan objektif terhadap kasus isu-isu Covid 19. Melihat kasus yang terjadi di Jerinx SID, Anji Manji dan Hadi Pranoto, Suparji berpendapat Polisi harus bisa memilah mana kasus-kasus yang didahulukan, mana bisa ditunda. Apalagi ada keterbatasan jumlah dan kemampuan penyidik.

"Jika kita lihat kasus Anji dan Hadi Pranoto, klaim-klaim obat Covid sudah banyak yang melakukan, tidak hanya dia yang mengklaim-mengklaim. Namun kemudian menjadi perhatian publik, memang perlu dapat atensi dari penegak hukum," ujarnya.

Pengajar di Universitas Al Azhar ini mengatakan, langkah hukum yang dilakukan Polri semestinya tidak semata-mata bertujuan menghukum bersangkutan, tapi membuat terang benderang perkara yang dimaksud. 

"Sudah sering tuh, orang yang ngomong obat ini itu bisa menyembuhkan Covid, pakai jamu ini lah, itu lah, tidak ada buktinya, apakah masuk kebohongan publik atau tidak? Jadi intinya ada unsur kesengajaan atau tidak, misalnya ia sengaja menyebar berita bohong yang menyesatkan konsumen," tuturnya. 

Sementara Biro Penelitian, Pemantauan, dan Dokumentasi KontraS Rivanlee Anandar di kesempatan lain menolak langkah polisi dalam menindak Jerinx. Menurutnya, Jerinx itu posisinya berbicara mengenai IDI, bukan Covid-19. KontraS juga menegaskan, agar tak ada tebang pilih dalam tangani kasus, termasuk jika ada pejabat sebar hoaks terkait Covid-19, juga tak perlu ditindak dengan pidana. Menurutnya, ada mekanisme lain yang mampu membuat jera pelaku.

"Mengenai pejabat negara, saya mau bilang bahwa disinformasi tidak selalu diselesaikan dengan ranah pidana. Ada mekanisme lain yang mungkin lebih membuat jera pelakunya, sanksi sosial dan lain-lain," tuturnya.

Sebelumnya, Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono meminta anak buahnya tak ragu dalam menindak pelaku yang menyebarkan berita hoaks mengenai Covid-19. Gatot bahkan menginstruksikan kepada jajarannya menjebloskan pelakunya ke dalam penjara.

"Saya sampaikan ke Kapolda dan Dirkrimsus jangan ada lagi berita hoaks terkait Covid-19 ini," kata dia di Polda Metro Jaya, Rabu (12/8). [ham]


Tinggalkan Komentar