Antara Pemakzulan dan Dugaan Ijazah Palsu - Telusur

Antara Pemakzulan dan Dugaan Ijazah Palsu


Telusur.co.idOleh : Dr. Hananto Widodo, S.H., M.H.
 
​Isu dugaan ijazah palsu seakan tidak ada habisnya. Setelah Jokowi digoyang oleh ijazah palsu, kini isu itu menerpa Gibran. Tentu, isu ini memiliki tujuan yang berbeda. Isu dugaan ijazah palsu yang dihantamkan ke Jokowi adalah untuk melakukan stigmatisasi belaka. Atau isu terhadap Jokowi ini sebagai sasaran antara. Sasaran utamanya adalah pada Pemerintahan Prabowo-Gibran.

​Kalau memang isu dugaan ijazah palsu terhadap Jokowi hanya merupakan sasaran sementara, maka dapat dipastikan isu dugaan ijazah palsu terhadap Gibran ini merupakan rentetan terhadap isu dugaan ijazah palsu Jokowi. 

Isu dugaan ijazah palsu terhadap Jokowi dan Gibran ini menjadi semakin disorot ketika KPU RI melalui Keputusan No. 731 Tahun 2025 menetapkan 16 dokumen persyaratan dalam pencalonan Presiden dan Wapres yang tidak bisa diakses public sebelum mendapatkan persetujuan dari pihak Calon tersebut. Salah satu di antara 16 dokumen itu adalah ijazah.

​Keputusan KPU ini tentu menjadi bola liar, karena ketika isu dugaan ijazah palsu ini sedang menjadi sorotan, KPU malah melakukan Langkah konyol dengan mengeluarkan Keputusan yang di mana Keputusan tersebut terkesan untuk menutupi dugaan ijazah palsu yang dilakukan oleh salah satu calon Presiden/Wapres. Meskipun Keputusan ini akhirnya dicabut oleh KPU dengan alasan mendapatkan kritik dari public, tetapi kecurigaan masyarakat terhadap KPU yang dianggap melindungi dugaan tindakan pemalsuan ijazah tetap melekat.

​Apapun yang terjadi terkait dengan dugaan ijazah palsu terhadap Jokowi dan Gibran, tetapi secara jelas sangat terlihat bahwa isu ini sengaja digelindingkan oleh pihak-pihak yang memiliki tujuan tertentu. Paling tidak, ada dua tujuan dari isu dugaan ijazah palsu terhadap Jokowi dan Gibran ini. 

Pertama, isu ini sengaja digelindingkan untuk melakukan delegitimasi terhadap Jokowi dan keluarganya. Pada awal pemerintahannya di tahun 2014, Jokowi mendapatkan pujian dari berbagai kalangan. Karena latar belakang dari Jokowi yang berasal dari rakyat biasa, membawa harapan besar bagi masyarakat Indonesia. Dan inipun dibuktikan dengan visi dan program yang jelas berupa Pembangunan infrastruktur di kota-kota besar hingga pelosok daerah.

​Oleh karena itu, bagaimanapun juga Jokowi telah meninggalkan legacy atau warisan yang tidak main-main, yakni berupa Pembangunan fisik yang hampir merata di seluruh wilayah Indonesia. Pada awal pemerintahannya hingga periode kedua kepemimpinannya, Jokowi sudah diterpa oleh banyak isu, seperti Jokowi itu PKI dan lainnya, tetapi isu ini seakan-akan sama sekali tidak berpengaruh terhadap dirinya. Persoalan terhadap Jokowi muncul ketika MK mengeluarkan putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023, di mana putusan ini menjadi tiket bagi Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres mendampingi Prabowo.

​Putusan ini menjadi awal dari kekecewaan dari sebagian pendukung Jokowi, karena ketika Jokowi maju sebagai Capres pada tahun 2014, mereka mendukung karena Jokowi dianggap sebagai jawaban terhadap persoalan yang sedang melanda bangsa ini. 

Persoalan ini adalah terkait kritik terhadap keberadaan dinasti politik dari beberapa partai politik besar, seperti PDIP dan Partai Demokrat. Namun dengan majunya Gibran dengan menggunakan rekayasa hukum melalui putusan MK No. 90 ini membuat sebagian rakyat Indonesia tersentak. ​Meskipun dalam pemeriksaan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) keterlibatan Jokowi dalam rekayasa UU Pemilu melalui putusan MK ini tidak terbukti, tetapi sebagian masyarakat tidak percaya kalau Jokowi benar-benar bersih dalam skandal ini. 

Sebagian masyarakat terlanjur menganggap kalau Jokowi juga ingin membangun dinasti politik layaknya Megawati dan SBY. Hal ini juga diperkuat dengan majunya menantunya Bobby Nasution pada Pilgub Sumatera Utara dan akhirnya menjadi Gubernur di Sumatera Utara. Hal ini kembali dibuktikan dengan terpilihnya Kaesang menjadi Ketua Umum PSI melalui mekanisme yang ajaib. Dimana sebelumnya Kaesang bukan merupakan kader dari PSI, tetapi begitu menjadi kader, dia langsung menjadi ketua umum.

​Tujuan kedua dari isu dugaan ijazah Gibran tentu adalah untuk memakzulkan Gibran sebagai Wapres. Sudah banyak cara yang digunakan untuk menggagalkan dan melengserkan Gibran dari jabatan Wapres. Mulai dari gugatan pada perselisihan hasil pemilu Presiden dan Wapres, yang mana putusan No. 90 ini kembali diungkit sampai dengan isu akun kaskus fufufafa yang dicurigai sebagai milik Gibran, di mana akun ini sering melakukan serangan terhadap Prabowo. Semua upaya ini gagal dilakukan oleh pihak-pihak yang menginginkan Gibran lengser dari jabatannya sebagai Wapres.

​Akhirnya upaya yang dapat dilakukan oleh pihak yang berseberangan dengan pihak Jokowi adalah dengan membuktikan bahwa ijazah yang digunakan oleh Gibran ketika mendaftar sebagai Cawapres pada pemilu Presiden-Wapres adalah palsu. Jika memang ijazah yang digunakan oleh Gibran ini palsu memang Gibran bisa diberhentikan sebagai Wapres. Paling tidak ada dua kemungkinan alasan untuk memberhentikan Gibran sebagai Wapres.

​Pertama adalah Gibran tidak memenuhi syarat sebagai Wapres sebagaimana diatur dalam UU Pemilu. Namun, sebagai diatur dalam UU Pemilu, syarat untuk menjadi Capres dan Cawapres adalah berijazah minimal SMA, sehingga jika yang terbukti palsu adalah ijazah sarjana Gibran, maka Gibran tetap sah menjadi Wapres sepanjang ijazah SMA nya tidak terbukti palsu. 

Kedua adalah Gibran telah melakukan perbuatan tercela. Bagaimanapun juga jika tuduhan bahwa ijazah dari Gibran palsu, maka ini dapat dikategorikan sebagai perbuatan tercela. Namun bagaimanapun juga perjalanan pembuktian terhadap ijazah Gibran ini masih panjang, sehingga ada kemungkinan sebelum memasuki tahap pemakzulan, isu ini akan menguap, bagaikan angin dalam tubuh yang menguap akibat hasil kerokan yang berwarna merah.

​*Penulis adalah Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Negeri Surabaya (FH UNESA).


Tinggalkan Komentar