Aturan KPU Bolehkan Kampanye Pilkada Terbuka, Membingungkan - Telusur

Aturan KPU Bolehkan Kampanye Pilkada Terbuka, Membingungkan


telusur.co.id - Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti mengaku heran dengan Peraturan KPU Nomor 10 tahun 2020, yang tetap mengizinkan pasangan calon kepala daerah menyelenggarakan rapat umum atau kampanye terbuka.

Ray menjelaskan, dalam Pasal 63 Ayat 1 PKPU No 10/2020 berbagai bentuk kampanye terbuka atau rapat umum tetap diperkenan, sekalipun dengan syarat tambahan berupa jumlah peserta terbatas maksimal 100 orang, menerapkan secara ketat protokol kesehatan, syarat lainnya yang bersifat administratif.

 "Tentu saja keputusan ini membingungkan. Dan nampak tidak sensitif pada situasi yang tengah terjadi merebaknya pandemi Covid-19 yang hingga sampai saat ini belum juga menurun kurva korbannya," kata Ray di Jakarta, Sabtu (19/9/20).

Menurut Ray, besar kemungkinan hingga hari H Pilkada 2020, kurva korban positif Covid-19 akan tetap tinggi. Karenan itu, sudah sepatutnya seluruh kegiatan politik yang melibatkan massa harus dihindari. 

"Bukan saja karena pertemuan itu diragukan efektivitasnya, tapi juga karena sulitnya melaksanakan aturan kampanye terbuka dengan protokol Covid-19," tuturnya. 

Ray menilai, peristiwa pencalonan pasangan Cakada awal September lalu yang sarat dengan pelanggaran protokol kesehatan salah satu bukti sulitnya menegakan aturan Covid-19 dengan kerumunan massa. Apalagi aturannya penuh dengan multi tafsir yang kadang hanya jadi bahan perdebatan di antara penyelenggara pemilu. Sebut saja apa yang di namakan kawasan rapat umum. 

"Bagaimana menentukannya? Bagaimana memastikan bahwa di antara 100 peserta itu benar-benar jaga jarak. Bagaimana memastikan bahwa jalanan menuju ke lokasi kampanye tidak dipenuhi oleh kerumunan massa, dan bagaimana pula menindak kerumunan massa yang berada di luar garis lokasi acara?" tanya Ray.

Dikatakan Ray, dederet pertanyaan teknis ini hanya akan jadi bahan debat kusir yang berujung saling lempar tanggungjawab. Seharusnya pengalaman pendaftaran pasangan Cakada itu sebagai perbandingan. 

Apalagi, KPU dan Bawaslu hanya melihat lokasi yang harus menegakan aturan Covid-19 itu seluas tanah dan bangunan kantor KPU. Di luar itu, tidak menjadi perhatian KPU. Termasuk waktu seleksi peserta yang layak dan patut masuk ke kantor KPU, juga penuh kerumunan. 

Dan, di dalam kantor KPU sekalipun kursinya dibuat jarak, tapi tidak ada tanggapan atau tindakan jika para peserta atau pendukung Cakada melakukan aktivitas yang melanggar protokol Covid-19, seperti buka masker atau tidak jaga jarak karena saling mengobrol. 

Situasi yang sama, lanjut Ray, potensial akan terjadi di saat kampanye terbuka. Berapa banyak petugas negara, baik polisi, Bawaslu, Satgas Penanggulangan Covid-19, dapat dikerahkan untuk memastikan seluruh peserta kampanye telah dites suhu tubuhnya,  memakai masker, jaga jarak, tidak membuka masker atau mengobrol dengan tidak menjaga jarak selama kampanye berlangsung, cuci tangan, mencatat nama peserta rapat umum, dan sebagainya.

"Sudah dapat dibayangkan betapa merepotkan membolehkan kampanye terbuka ini. Padahal faedahnya belum tentu sebesar kerepotan yang ditimbulkannya," ungkap dia.

Apalagi dalam kampanye terbuka itu lebih banyak hiburan bagian dari materi kampanye. Seperti lazimnya dalam kampanye terbuka di Indonesia. 

Oleh karena itu, LIMA Indonesia mendesak agar atauran kampanye terbuka itu direvisi. Setidaknya dinyatakan bersifat opsional, dapat dilakukan jika situasi sangat memungkinkan. 

"Jadi bukan sekedar mungkin tapi sangat memungkinkan. Jika tidak, lebih baik dinyatakan tidak diperkenankan karena masih tingginya pandemi Covid-19," tukasnya.[Fhr]


Tinggalkan Komentar