Cacat Hukum dan Cederai Rasa Keadilan, PSI Desak Kepgub Kenaikan Tarif Air PAM Jaya Dicabut - Telusur

Cacat Hukum dan Cederai Rasa Keadilan, PSI Desak Kepgub Kenaikan Tarif Air PAM Jaya Dicabut

Anggota Komisi B DPRD Provinsi DKI Jakarta Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Francine Widjojo dan Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) P3RSI, Adjit Lauhatta. Foto ist

telusur.co.id - Anggota Komisi B DPRD Provinsi DKI Jakarta Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Francine Widjojo, kembali mendesak pencabutan Keputusan Gubernur (Kepgub) DKI Jakarta Nomor 730 Tahun 2024 tentang Tarif Air Minum Perusahaan Umum Daerah Air Minum Jaya (PAM Jaya). Desakan ini disampaikan Francine, Jumat (7/2/2025). 

Pada Kamis (6/2/2025), Francine menjadi narasumber pada talkshow  bertajuk “Anggota P3RSI Teriak Tarif Air Bersih Rumah Susun/Apartemen Disamakan dengan Gedung Bertingkat Komersial?” yang diselenggarakan oleh Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI). Warga penghuni apartemen merupakan kelompok yang paling terbebani karena tarif air PAM Jaya di apartemen dan kondominium mengalami kenaikan 71,3 persen berdasarkan Kepgub ini. 

Francine dalam talkshow tersebut kembali memprotes dan menyoroti adanya cacat hukum dalam kenaikan tarif air bersih yang didasari oleh Kepgub 730/2024 tentang air minum. “Tidak lelah-lelahnya kami menjelaskan kembali bahwa air bersih dan air minum merupakan dua komoditas berbeda dan tidak bisa dikenakan tarif yang sama,” ujarnya.

Francine mengutip Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air dan Peraturan Pemerintah Nomor 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang menyebut bahwa air minum merupakan air yang siap untuk diminum dan memenuhi syarat kesehatan tertentu. “Pj. Gubernur pasti mengetahui kalau PAM Jaya belum sepenuhnya menyalurkan air minum, melainkan air bersih. Oleh karena itu, kenaikan tarif air bersih PAM Jaya menggunakan Kepgub 730/2024 bertentangan dengan peraturan yang berlaku,” tegasnya.

“Karena itu, Pj. Gubernur harus segera mencabut Kepgub 730/2024 atas nama kepastian hukum dan keadilan sosial bagi masyarakat yang tinggal di Jakarta,” tandas Francine lagi. 

Francine kembali menegaskan, Kepgub 730/2024 memiliki cacat hukum dalam penerbitannya. Selain itu, kenaikan tarif hingga 71,3 persen dinilai mencederai rasa keadilan masyarakat. Karenanya Francine menekankan perlunya pencabutan Kepgub yang memicu kenaikan tarif air bersih dari Rp 12.550/m3 ke Rp 21.500/m3 tersebut.

“Dalam talkshow P3RSI, saya menerima aduan masyarakat penghuni apartemen yang memprotes alasan PAM Jaya bahwa kenaikan tarif air dikarenakan selama 17 tahun tidak pernah naik. Sedangkan para penghuni apartemen dan kondominium justru dirugikan karena selama 17 tahun kelebihan membayar akibat kesalahan klasifikasi pelanggan. Seharusnya tarif dasar kelompok K II untuk hunian, namun dikenakan tarif penuh kelompok K III yang setara dengan tarif air minum di hotel dan mal,” ungkap Francine.

Francine juga mempertanyakan mengapa Kepgub 730/2024 yang terbit pada tahun 2024 tidak menjadikan UMP tahun 2024 sebagai acuan untuk menentukan batas atas tarif air minum. “Seharusnya, tarif air minum yang dikenakan tidak boleh lebih dari Rp 20.269/m3,” tuturnya. 

Senada dengan Francine, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) P3RSI, Adjit Lauhatta, menyebut kenaikan tarif air bersih oleh PAM Jaya sarat akan persoalan hukum, masalah dasar hitung, dan asas keadilan sosial.

Selain mengirimkan surat kepada Pj. Gubernur DKI Jakarta terkait aduan masyarakat yang keberatan dan menolak kenaikan tarif air bersih tersebut, Francine juga mengirimkan surat kepada Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda)  DPRD Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan fungsi pengawasan terhadap Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 37 Tahun 2024 yang mengatur tentang tata cara perhitungan dan penetapan tarif air minum PAM Jaya.

Hal ini agar implementasi Pergub 37/2024 berjalan sesuai ketentuan hukum yang berlaku dan tidak merugikan masyarakat, khususnya akibat kenaikan tarif air bersih yang melebihi tarif batas atas air minum dan kesalahan klasifikasi pelanggan hunian yang ditempatkan dalam kelompok pelanggan industri dan niaga.

“Sesuai ketentuan Tata Tertib DPRD Provinsi DKI Jakarta, Bapemperda dapat melakukan pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan gubernur,” kata Francine. [ham]


Tinggalkan Komentar