Din Syamsuddin Sebut Sangat Tidak Beradab Rezim Yang Halangi Kebebasan Berpendapat - Telusur

Din Syamsuddin Sebut Sangat Tidak Beradab Rezim Yang Halangi Kebebasan Berpendapat


telusur.co.id - Mantan Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menegaskan, kebebasan berpendapat adalah hak manusiawi dan hak makhluk.

Din menjelaskannya dari perspektif Islam dan pemikiran politik Islam, kebebasan berpendapat, dimana para ulama memahaminya sebagai salah satu dari tiga dimensi penting dari kebebasan.

"Sang Pencipta menyilahkan manusia mau beriman maupun tidak beriman, ini pangkal dari sebuah kebebasan," kata Din dalam Webinar bertajuk "Menyoal Kebebasan Berpendapat dan Konstitusionalitas Pemakzulan Presiden di Era Pandemi Covid-19', dikutip dari kanal YouTube Mahutama, Senin (1/6/20).


Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai, kebebasan pada manusia ini dipandang sebagai seuatu yang melekat pada manusia itu sendiri.

Din menyebut, manusia memiliki kebebasan berkehendak dan berbuat.

"Ada yang memandang, seperti yang saya kutip dari Mohammad Abdul melihat atau menilai kebebasan itu sebagai sesuatu yang sakral dan transendental," tuturnya,

"Sebagai sesuatu yang suci dan melekat dengan fitrah kemanusiaan, manusia bebas walupun terbatas." 

Din menjelaskan, Abduh menilai kebebasan itu hanya bisa diaktualisasikan oleh manusia kalau manusia sudah melewati dua fase kehidupannya.

Fase pertama adalah eksistensi, alamiah ketika manusia masih berada dalam masa jahiliah atau kebodohan.

Kedua, fase sosial atau komunal, ketika manusia sudah berbudaya dan berperadaban.

Maka, lanjut Din, kebebasaan itu sesuatu yang tinggi

"Hanyalah pada manusia beradap ada kebebasan dan ada pemberian kebebasan."

"Tentu logika sebaliknya adalah tidak beradab kalau ada orang, pihak, rezim yang ingin menghalang-halangi apalagi meniadakan kebebasan," paparnya.


Dari situ, menurut Din, para pemikir politik Islam kemudian melihat kebebasan menjadi tiga hal.

Yakni kebebasan beragama, kebebasan berbicara serta kebebasan memilih dan dipilih.

Maka, kata Din, menyoal kebebasan berpendapat ini mempunyai landasan teologis dan filosifis yang kuat pada pemikiran Islam.

"Apa yang dirumuskan dalam sejarah peradaban manusia, seperti Magna Charta hingga Universal Declaration of Human Rights sangat memberikan ruang bagi kebebasan itu sendiri," ungkapnya.


Begitu juga dengan Undang-undang Dasar 1945, yang menurut Din, tokoh-tokoh yang merumuskannya sangat paham tentang prinsip-prinsip kebebasan yang ada dalam Islam dan dalam sejarah pemikiran Islam.

"Oleh karena itu, kita cenderung terganggu jika ada rezim yang cenderung otoriter represif dan anti kebebasan berpendapat," kata Din.

Din menegaskan, kebebasan berpendapat tentu dilandasi norma-norma, etika dan nilai yang disepakati.

"Selama berada dalam koridor dan lingkaran itu, maka itu adalah hak rakyat warga negara," tukasnya.[Fhr]


Tinggalkan Komentar