Diskriminasi Kebijakan Pemerintah Penyebab Maraknya Koperasi Gagal Bayar - Telusur

Diskriminasi Kebijakan Pemerintah Penyebab Maraknya Koperasi Gagal Bayar


Oleh: Suroto*

KOPERASI Simpan Pinjam (KSP) gagal bayar akhir akhir ini terus menyeruak. Terjadi dalam skala kecil maupun besar. Dalam skala besar sebut saja terjadi pada KSP Indosurya, KSP Inti Dana, KSP Sejahtera Bersama dan lain lain. 

Dalam kasus KSP gagal bayar ini tentu tak hanya rugikan anggota tapi juga membuat reputasi koperasi pada umumnya terancam. Maraknya kasus dapat juga membuat masyarakat sulit mempercayai koperasi. 

Ada banyak sebab munculmya koperasi gagal bayar. Di antaranya  karena pengetahuan anggota koperasi yang rendah terhadap tata kelola koperasi, daya tarik berlebihan untuk merekrut anggota dan investasi yang dilakukan pengurus/manajemen koperasi, kebijakan dan regulasi pemerintah yang diskriminatif serta kondisi ekonomi keseluruhan. 

Pengetahuan anggota yang rendah terhadap kepemilikan mereka di koperasi menyebabkan rasa tanggungjawab anggotanya terhadap masalah yang dihadapi oleh koperasi menjadi rendah. Mereka jarang yang menyadari posisinya di koperasi itu sebagai pemilik lembaga keuangannya.  

Ketidaktahuan anggota terhadap tata kelola dan hukum koperasi serta kepedulian anggota yang rendah terhadap kepemilikanya  itu dimanfaatkan oleh oknum pengurus dan manajemen koperasi untuk tawarkan iming iming yang tidak rasional agar menarik masyarakat untuk jadi anggota dan investasi lebih besar di koperasi.

Koperasi akhirnya mendorong untuk lakukan spekulasi bisnis dengan investasikan uang koperasi di portofolio di luar aktifitas simpan pinjam dengan resiko tinggi. Sehingga sebabkan potensi gagal bayar koperasi jadi semakin tinggi.  Ditambah ketika ekonomi lesu juga menjadikan resiko gagal bayarnya meningkat semakin tinggi. 

Kebijakan Diskriminatif

Koperasi yang berikan iming iming keuntungan besar terhadap anggota tersebut juga dipicu sebab kebijakan pemerintah yang diskriminatif terhadap koperasi karena koperasi tidak difasilitasi dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) seperti yang diberikan kepada bank. 

Tidak adanya jaminan LPS ini akhirnya sebabkan biaya modal koperasi menjadi tinggi. Sehingga memotivasi pengurus untuk investasi di portofolio yang beresiko tinggi. 

Kebijakan diskriminatif oleh Pemerintah yang memicu resiko gagal bayar koperasi jadi tambah tinggi adalah karena bank komersial diberikan subsidi bunga sementara koperasi tidak diberi. Bank komersial diberikan subsidi imbal jasa penjaminan sementara koperasi tidak. Bank komersial diberikan Modal Penyertaan dan Dana Penempatan sementara koperasi tidak diberi. Bahkan ketika bank komersial bangkrut diberikan talangan tapi koperasi tidak diberi. 

Dalam kebijakan penanganan masalah koperasi juga Kementerian Koperasi dan UKM bertindak tidak profesional dengan bentuk Satgas Koperasi yang tidak pahami tata kelola koperasi dan gunakan aksi polisional dengan lakukan penyitaan asset, penuntutan penyelesaian melalui mekanisme peradilan tanpa didudukan dulu masalah sebenarnya di koperasi. Ditambah lagi provokasi dari PPATK yang melakukan pengumuman dugaan tindak pidana pencucian uang yang tidak dialamatkan secara jelas ke nama koperasi tapi ke koperasi secara umum. 

Selain itu, pemerintah dalam hal ini Kemenkop dan UKM selama ini juga sudah abai terhadap pelaksanaan kewenanganya untuk bubarkan koperasi papan nama dan koperasi abal abal yang potensi rugikan anggota. Padahal mereka sudah diberi kewenangan di UU No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian serta pengaturan di PP Tentang Pembubaran Koperasi oleh pemerintah dan Peraturan Menteri Koperasi tentang Tata Cara Pembubaran Koperasi oleh Pemerintah.[***] 


*) Ketua AKSES


Tinggalkan Komentar