Ekonom UNAIR Ingatkan Redenominasi Rupiah Berisiko Timbulkan Inflasi dan Dampak Psikologis - Telusur

Ekonom UNAIR Ingatkan Redenominasi Rupiah Berisiko Timbulkan Inflasi dan Dampak Psikologis

Guru Besar Bidang Ekonomi Moneter dan Perbankan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (UNAIR), Prof. Dr. Wasiaturrahma, S.E., M.Si. Foto: Istimewa.

telusur.co.id -Gagasan redenominasi atau penyederhanaan nilai mata uang Rupiah yang kembali mencuat belakangan ini mendapat perhatian serius dari kalangan akademisi. Guru Besar Bidang Ekonomi Moneter dan Perbankan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (UNAIR), Prof. Dr. Wasiaturrahma, S.E., M.Si., menilai wacana tersebut belum memiliki urgensi tinggi dan justru berpotensi membawa risiko bagi stabilitas ekonomi nasional.

Menurut Prof. Rahma, kebijakan redenominasi di tengah kondisi ekonomi global yang belum sepenuhnya stabil bisa memunculkan efek negatif, terutama terhadap daya beli masyarakat dan stabilitas harga barang-barang kebutuhan pokok.

“Tidak ada urgensinya. Sektor bisnis tidak ada yang komplain dan bilang harus redenominasi. Malah bahaya karena banyak barang-barang yang harganya masih seribu dua ribu. Kalau seribu jadi seperak, barang-barang itu susah naik secara pecahan. Akibatnya kalau naik bisa menyebabkan inflasi,” tegasnya.

Lebih lanjut, Prof. Rahma menyoroti adanya dampak psikologis yang tidak boleh diabaikan. Menurutnya, redenominasi berisiko menciptakan persepsi kemiskinan mendadak, terutama di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah.

“Juga jangan lupa dampak psikologisnya. 190 juta rakyat kita masih hidup dengan 50 ribu perak per hari. Kalau 50 ribu jadi 50 perak, mereka bisa merasa tiba-tiba jadi ‘miskin’ sekali,” jelasnya.

Selain itu, ia menilai tantangan ekonomi global saat ini juga perlu menjadi perhatian sebelum melangkah ke arah kebijakan tersebut. Kondisi fiskal sejumlah negara besar, termasuk Amerika Serikat, dinilainya masih rentan.

“Probability AS bakal resesi memang cuma 30 persen. Tapi itu angka yang tinggi untuk Wall Street. Ini akan berdampak pada ekonomi Indonesia. Ekonomi belum stabil, pertumbuhan, inflasi, tekanan eksternal, dan persoalan struktural domestik masih rentan dan penuh ketidakpastian,” ujarnya.

Prof. Rahma menekankan bahwa kesiapan sistem keuangan dan perbankan nasional menjadi kunci apabila redenominasi benar-benar akan diterapkan. Menurutnya, tanpa edukasi dan sosialisasi yang masif, kebijakan ini bisa menimbulkan salah persepsi di kalangan masyarakat.

“Karena publik, apalagi orang awam, bisa menganggap redenominasi ini sebagai bentuk pemotongan uang atau biasa disebut sanering. Justru nanti membuat panic buying di masyarakat,” ungkapnya.

Di akhir keterangannya, Prof. Rahma mengingatkan pemerintah agar tidak tergesa-gesa dalam melontarkan wacana yang berpotensi menimbulkan keresahan publik.

“Saat ini publik sedang fokus menjaga kestabilan keuangan rumah tangganya masing-masing akibat pelemahan pertumbuhan ekonomi dan terbatasnya kesempatan kerja baru,” pungkasnya.


Tinggalkan Komentar