telusur.co.id - Berbagai Organisasi Serikat Pekerja terus berjuang menggugat Penetapan Perppu UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023. 

Melalui kuasa hukumnya, Indrayana Centre for Government, Constitution, and Society (INTEGRITY) Law Firm, sebanyak 15 (lima belas) Serikat Pekerja menghadiri sidang pemeriksaan pendahuluan atas pengujian formil UU 2/2022 tentang Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi (MK) dengan perkara nomor 54/PUU-XXI/2023.

Para Pemohon menegaskan bahwa, persoalan utama yang menjadi pokok permasalahan dalam pengujian formil kali ini ialah proses pembentukannya yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 22 ayat (2) dan (3) UUD 1945 yang mengatur bahwa suatu perppu harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan yang berikut. 

Jika tidak disetujui, maka Perppu harus dicabut. Faktanya karena pada sidang terdekat dengan lahirnya Perppu Cipta Kerja tidak disahkan DPR maka MK harus menyatakan bahwa UU Cipta Kerja itu tidak sah dan inkonstitusional. 

Menurut Ketua Umum GSBI Rudi HB Daman, perjuangan buruh saat ini sangat berharap betul kepada MK dalam menegakkan konstitusi. “Tinggal MK yang menjadi benteng terakhir yang bisa kami harapkan dalam penegakan konstitusi. Kami sudah tidak percaya pada Presiden dan DPR," kata Rudi yang hadir langsung dalam sidang.

Sementara itu, melalui penggugat lainnya yang hadir secara online Jumhur Hidayat selaku Ketua Umum DPP KSPSI menyatakan bahwa tugas utama MK adalah melawan keputusan mayoritas DPR yang membuat UU secara melawan konstitusi. 

Jadi tugas MK adalah melawan petualangan DPR yang melawan konstitusi.

Sementara itu dalam kaitannya dengan Perppu ini, Jumhur menegaskan bahwa dari sejak awal peran Presiden sangat besar dalam petualangan pembuatan UU Cipta Kerja. 

Jumhur yakin majelis hakim yang mulia juga bisa merasakan ini, saat UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional dan harus diperbaiki dalam 2 tahun, Presiden membuat Perppu Cipta Kerja dan akhirnya disahkan DP. 

"Ini kan namanya melawan konstitusi demi menjadikan UU Cipta Kerja berlaku. Jadi, MK harus menghentikan ini," kata Jumhur

Selain dihadiri Jumhur Hidayat dan Rudi HB. Daman, nampak pula hadir Mirah Sumirat (Presiden ASPEK Indonesia), Sunarti (Ketua Umum SBSI’92), Wahidin (Presiden PPMI), dan Iyus Ruslan (Sekum FSP RTMM SPSI), Sidarta (Wakil Ketua Umum FSP LEM SPSI), Dedi Sudarajat (Ketua Umum FSP KEP SPSI) dan Conrad P. Nainggolan (FSPTI SPSI). 

Sebanyak 15 serikat buruh yang bertindak sebagai pemohon dalam uji materi UU Cipta Kerja di MK adalah:

1. Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional;

2. Federasi Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia;

3. Federasi Serikat Pekerja Kimia Energi dan Pertambangan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia;

4. Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronik dan Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia;

5. Federasi Serikat Pekerja Pariwisata dan Ekonomi Kreatif – Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia;

6. Federasi Serikat Pekerja Pekerja Listrik Tanah Air (Pelita) Mandiri Kalimantan Barat;

7. Federasi Serikat Pekerja Pertanian dan Perkebunan;

8. Federasi Serikat Pekerja Rakyat Indonesia;

9. Gabungan Serikat Buruh Indonesia;

10. Konfederasi Buruh Merdeka Indonesia;

11. Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia;

12. Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia;

13. Serikat Buruh Sejahtera Independen;

14. Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman; dan

15. Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia.[Fhr