Harga Migor Tak Turun-turun, Jokowi Dinilai Sudah Biasa Ingkar Janji - Telusur

Harga Migor Tak Turun-turun, Jokowi Dinilai Sudah Biasa Ingkar Janji


telusur.co.id - Presiden Joko Widodo dituding ingkar janji terkait harga minyak goreng (migor). Karena sebelumnya, dalam pertemuan Rakernas V Projo di Borobudur 22 Mei 2022, Presiden berjanji satu dua minggu ke depan harga migor sudah akan turun sesuai HET (Harga Eceran Tertinggi). Tapi hingga kini harga migor masih di atas HET yang dijanjikan. 

"Hari ini sudah lewat dua minggu. Harga migor curah menurut PIHPS (Pusat Informasi Harga Pangan) Nasional per hari Senin (6/6/2022) masih bertengger pada angka Rp 18.250 per kilogram. Padahal HET migor curah sebesar Rp. 15.500 per kilogram. Sementara harga migor keemasan sebesar Rp 26.450 per kilogram, "kata anggota Komisi VII DPR, Mulyanto, kepada wartawan, Senin (6/6/22).

Menurut Mulyanto, dibandingkan dengan harga migor saat Presiden memberikan pernyataan di pertemuan Rakernas V Projo, harga migor curah saat ini hanya turun sebesar Rp 500 per kilogram. Sementara harga migor kemasan hanya turun sebesar Rp 250 per kilogram. Ucapan Presiden kembali tidak terbukti alias PHP. 

Meski kecewa karena Presiden tidak mampu memenuhi janjinya, politisi PKS ini mengaku tidak kaget. Sebab ini bukan kali pertama Presiden ingkar janji. Tapi sudah yang ke sekian kalinya. "Publik mencatat hal tersebut," sindirnya. 

Ingkar janji dan PHP seperti ini, menurut Mulyanto hampir menjadi kebiasaan para pejabat tinggi di negeri ini. Hal yang tidak mendidik dalam membangun Indonesia sebagai bangsa yang berkarakter. Hal ini dapat membuat masyarakat putus harapan (hopeless) terhadap perbaikan bangsa ke depan.

"Kita perlu membangun budaya bangsa yang sedikit bicara, banyak kerja dan sedikit berjanji, banyak prestasi, bukan budaya ingkar janji dan rajin PHP," ucap Mulyanto. 

"Ini penting, karena para pemimpin adalah suri teladan, yang digugu dan ditiru bagi masyarakat kita yang secara umum masih menganut relasi patron-client," lanjutnya. 

Mulyanto menambahkan, sudah hampir sepuluh bulan, gonjang-ganjing kasus migor ini berjalan. Banyak kebijakan pemerintah yang hanya bersifat buka-tutup dan terbukti gagal dalam mengendalikan ketersediaan dan harga migor.

Padahal survei menunjukkan, bahwa kemampuan pemerintah dalam mengendalikan ketersediaan dan harga migor berkorelasi positif dengan penerimaan dan kepuasan masyarakat atas kinerja Pemerintah. Begitu pula sebaliknya, kegagalan dalam mengelola migor akan dipersepsi negatif sebagai kegagalan Pemerintahan secara keseluruhan oleh masyarakat.

"Saatnya bagi para balon Presiden pada Pilpres 2024 merumuskan solusi jitu bagi persoalan migor ini ke depan. Masyarakat menunggu kebijakan yang memihak mereka," tukasnya. [Fhr


Tinggalkan Komentar