Ingin Tarik RUU PKS, PSI: DPR Gagal Berpihak pada Perempuan - Telusur

Ingin Tarik RUU PKS, PSI: DPR Gagal Berpihak pada Perempuan

Dara Nasution

telusur.co.id -  Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menolak dan menyayangkan ide Komisi VIII DPR untuk menarik RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020. 

“Rencana Komisi VIII menarik RUU PKS dari daftar Prolegnas merupakan kegagalan DPR menunjukkan keberpihakan pada perempuan.  Ada jutaan perempuan Indonesia korban kekerasan seksual yang menanti pengesahan RUU ini,” kata Koordinator Juru Bicara PSI, Dara Nasution, dalam keterangan tertulis, Selasa 30 Juni 2020. 

Dara menambahkan, ini adalah RUU lex specialist yang sangat dibutuhkan oleh rakyat. Data kekerasan seksual di Indonesia menurut Komnas Perempuan, mengkhawatirkan, tiap dua jam ada tiga perempuan menjadi korban kekerasan seksual. RUU ini sangat berpihak terhadap korban. Hal yang selama ini sangat minim perhatian.

“Bahkan di masa wabah Covid-19, data menunjukkan bahwa kekerasan seksual kian meningkat. Jelas kebutuhan payung hukum terhadap korban kekerasan seksual kian mendesak. Saya melihat DPR RI di Komisi VIII terkesan tidak paham prioritas,” lanjut Dara. 

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VIII Marwan Dasopang mengatakan, pembahasan RUU PKS sulit dilakukan saat ini karena itu diusulkan untuk ditarik dari Prolegnas. 

Sebagai ganti, Marwan menyampaikan, Komisi VIII mengusulkan pembahasan RUU tentang Kesejahteraan Lanjut Usia untuk masuk daftar Prolegnas Prioritas 2020.

Dara menyatakan, “Alasan penarikan di atas jelas sangat mengecewakan. Anggota DPR RI menerima ratusan juta per bulan dari uang rakyat, mereka tidak mesti ketar-ketir dengan ancaman PHK di tengah wabah, mestinya jangan kerja setengah hati. Mengatakan bahwa RUU PKS itu sulit dibahas bagi saya adalah alasan yang dibuat-buat. Upaya yang ditempuh saat pembahasan akan sepadan dengan manfaatnya jika berhasil disahkan. Akan ada ratusan ribu bahkan jutaan korban kekerasan seksual yang mendapat manfaat perlindungan dan pemulihan.” 

Pertanyaan PSI kemudian, kemana anggota dewan perempuan? Menurut Dara, kaum perempuan di DPR mestinya bersatu dan mengadvokasi RUU PKS yang jelas-jelas memperjuangkan kepentingan perempuan. 

“Ibu dewan yang terhormat, jangan lupa bahwa perempuan bisa terpilih ke parlemen juga karena ada kebijakan affirmative action kuota perempuan 30%. Mestinya RUU PKS ini menjadi momentum pembuktian kinerja sebagai perwakilan perempuan. Jangan buat rakyat menyesal memilih Anda,” tambah Dara.

Sejak awal 2019, PSI menyatakan RUU PKS harus segera disahkan.  Menurut PSI, kasus kekerasan seksual dapat dilihat sebagai permasalahan struktural dan kultural. Masalah struktural berkaitan dengan kekosongan hukum yang dapat mengatur persoalan kekerasan seksual secara utuh. 

“Sedangkan dari sisi kultural, pandangan patriarki masih sangat kuat di Indonesia. Pandangan tersebut menaruh posisi laki-laki yang lebih kuat dan dominan daripada perempuan. Hadir  ketimpangan relasi antara laki-laki dan perempuan," kata Dara dalam sebuah diskusi di Basecamp DPP PSI, Januari 2019. [ham]


Tinggalkan Komentar