telusur.co.id - Kapolri baru pengganti Jenderal Idham Azis diharapkan bisa bersikap satu kata dengan perbuatan. Sehingga bisa menjadi teladan bagi 400.000 anggota kepolisian.

Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai, tantangan yang dihadapi Polri ke depan cukup berat, mengingat dampak pandemi Covid 19 sudah menimbulkan banyak persoalan baru, baik di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun politik. 

"Polri sendiri harus menghadapi berbagai persoalan internal yang tak kalah berat. Misalnya adanya sejumlah ketentuan yang diskriminatif," kata Neta di Jakarta, Rabu (13/1/21).

Neta meminta Kapolri baru segera menghilangkan semua ketentuan yang diskriminatif di tubuh Polri. Misalnya, ketentuan non Akpol dilarang mengikuti Sespimen, perwira LAN 1 tidak boleh menjadi Kapolda, tidak adanya Kapolda perempuan dan lain-lain.

Selain itu, Kapolri baru perlu konsisten dalam menegakkan sikap Promoter, menerapkan kontrol terhadap bawahan langsung oleh masing masing atasan. Sehingga semua jajaran kepolisian terkendali kinerja, mentalitas maupun moralitasnya.

Di eksternal, jajaran kepolisian harus menghadapi kian meluasnya narkoba yang meracuni generasi muda. "Ini patut menjadi prioritas. Lalu berkembangnya radikalisme, masih bercokolnya potensi terorisme, dan kondisi sosial ekonomi yang memicu berbagai aksi kriminal juga perlu menjadi fokus perhatian agar tidak meresahkan masyarakat."

Neta memahami bahwa persoalan itu sepintas terlihat sederhana, tapi permasalahan yang dihadapi Polri tidak sesederhana itu. Pelbagai masalah harus diidentifikasi Kapolri baru dan jajarannya dengan tiga pendekatan, yakni what, why dan how. Harapannya, strategi penyelesaian masalah bisa tepat dan cepat.

Neta menjabarkan, dalam pendekatan what, kapolri baru dapat melihat tantangan yang akan dihadapi bahwa masalah menjadi kompleks karena adanya masalah internal yang serius disamping masalah eksternal yang amat berat. Dengan pendekatan why, bisa ditelaah kenapa hal itu terjadi dan kenapa harus cepat ditangani dengan tepat. 

Untuk pendekatan how, bisa ditelaah bagaimana menghadapi tantangan yang ada dan bisa memberi jawaban kepada jajarannya kenapa masalah itu harus ditangani dengan cepat dan tepat. 

"Dengan ketiga pendekatan tadi, strategi apa yang harus dilakukan untuk menghadapi tantangan atau masalah akan bisa dilakukan tanpa harus melanggar HAM. Jangan sampai terjadi, penugasannya cuma membuntuti tapi orang yang dibuntuti malam dieksekusi mati, sehingga terjadi masalah berkepanjangan dan ruwet," ungkapnya.

Masalah yang dihadapi Polri sekarang ini tidak bisa disamakan dengan era sebelumnya. Apalagi disamakan dengan era Kapolri Widodo Budidarmo di tahun 1974-1978. 

Saat ini, bangsa Indonesia sangat berat menghadapi isu ideologi, agama, radikalisme, sparatisme, dan terorisme. Artinya, sikap, prilaku, kinerja, dan strategi jajaran kepolisian jangan sampai menimbulkan masalah baru, yang bisa menjadi penghambat kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 

Untuk itu, IPW berharap, siapa pun Kapolri baru yang menjadi pilihan presiden harus mampu menjawab  what, why, how, dan menerapkan strategi terbaik dalam memimpin 400.000 personil Polri dan meredam isu pertentangan agama, radikalisme, sparatisme, dan terorisme. 

"Bagaimana pun bangsa ini memerlukan kapolri yang mampu wewujudkan harapan  masyarakat dan bukan hanya mampu mewujudkan keinginan satu orang, satu golongan atau kelompok tertentu," tukasnya.[Fhr]