Komisi VII DPR Kritisi Putusan PTUN Jakarta yang Loloskan Lima IUP Bodong - Telusur

Komisi VII DPR Kritisi Putusan PTUN Jakarta yang Loloskan Lima IUP Bodong


telusur.co.id - Anggota Komisi VII DPR Mulyanto mengkritisi putusan PTUN Jakarta yang tidak menghukum bersalah lima pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang tidak tercatat dalam Minerba One Data Indonesia (MODI).

"Harus diakui, fakta bahwa adanya IUP yang tidak lolos MODI, meski ujungnya dinyatakan tidak bersalah oleh PTUN, mencerminkan disharmoni administrasi perizinan tambang di Indonesia," kata Mulyanto kepada wartawan di Jakarta, Selasa (7/5/2024).

"Artinya ada ketidakharmonisan antara adminstrasi di Kementerian Investasi, yang menerbitkan IUP, dan Kementerian ESDM, yang mengelola MODI dan aspek teknis lainnya," tambahnya.

Seharusnya, sambung Mulyanto, badan usaha yang sudah memiliki IUP otomatis terdaftar dalam MODI. Untuk itu Mulyanto mendesak Pemerintah untuk merapikan persoalan ini.

"Jangan membiarkan calo atau mafia perizinan tambang mengganggu administrasi pertambangan, sehingga membingungkan," tegas politikus PKS ini.

Soal administrasi seperti ini, kata Mulyanto, kerap menambah kisruh perizinan tambang.

"Apalagi, maraknya kasus tambang ilegal, sampai hari ini masih belum dapat dituntaskan," tegasnya.

Sementara itu, Direktur Centre For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mengusulkan kepada pihak yang dirugikan untuk melakukan tindakan prosedural lainnya terkait putusan PTUN Jakarta yang melolosoan IUP di Konawe Utara, Selawesi Tenggara itu.

"Saya sarankan mereka yang dirugikan melakukan tindakan prosedural dengan mengadukan semua hakim PTUN yang memutuskan ke Komisi Yudisial," kata Uchok kepada wartawan di Jakarta, Selasa (7/5/2024).

Langkah kedua, sambung Uchok, bisa juga dengan mengadukan pihak tergugat  Kementerian ESDM ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI).

"Diduga ada maladmistrasi," katanya.

Uchok juga mengusulkan agar pihak yang dirugikan melaporkan Kementerian ESDM dan kementerian lainnya yang tersangkut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Kalau ada cukup bukti dan ada indikasi bisa dilaporkan ke KPK," ujar Uchok.

"Tiga upaya ini harus dilakukan sebelum akan melakukan upaya hukum selanjutnya. Supaya ada efek jera," tegasnya.

Sementara SEKWIL DPW Projamin Sultra, Hendryawan Mochtar menyebut putusan PTUN Jakarta itu sangat ironis di tengah upaya Pemerintah bekerja keras memerangi praktik pertambangan ilegal di seluruh Indonesia termasuk di Konawe Utara.

Berdasarkan putusan persidangan PTUN Jakarta pada tanggal 25 Februari 2023 dan 2 Februari 2024 serta tanggal 6 Maret 2024, kelima perusahaan tersebut diputuskan memenangkan perkara.

Padahal berdasarkan salinan Surat Diretorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM, mereka ditolak masuk dalam MODI.

Perusahaan itu di antaranya adalah PT Berkah Abadi Pratama dengan nomor surat B-52MP.04/BDM.PU/24. Berdasarkan hasil rekomendasi Ditjen Minerba pada 17 Januari 2024 sangat jelas dalam surat tersebut tidak terdaftar di MODI atau tidak jelas legal standing-nya.

Kemudian PT Metro Konstruksi. Berdasarkan surat Ditjen Minerba B-70/MP.04/BDM.PU tanggal 20 Januari 2024 sangat jelas juga permasalahannya, permohonan MODI-nya tertolak.

Selanjutnya, PT Konawe Bakti Pratama SK 336, SK 337, SK 338. Permasalahan serupa Ada indikasi permasalahan hukum, dan ketunggakan finansial yang menjadi dasar Ditjen Minerba untuk tidak mengeluarkan perizinan Minerba One Data Indonesi (MODI).

Menurut Hendryawan Mochtar, kuat dugaan ada permainan di Kementerian ESDM dalam proses PTUN Jakarta dan tidak menuntup kemungkinan pihak ESDM juga masuk angin.

"Ada yang janggal dalam proses persidangan di PTUN dan kami telaah pihak ESDM meragukan kembali keputusan surat yang dikeluarkannya itu sendiri.
Aneh, jika permasalahan dokumen IUP yang kami duga bermasalah atau cacat hukum lalu kemudian mau di paksakan untuk di loloskan," papar Hendryawan Mochtar.

Atas adanya dugaan permainan rekayasa IUP, Projamin akan terus menyoroti dan dan mengawal putusan PTUN Jakarta.

"Kami akan mengusut persoalan ini sampai tuntas," tegas Hendryawan.[iis]


Tinggalkan Komentar