Lestari Moerdijat: Pencegahan Polusi Plastik Harus Jadi Gerakan Kolektif - Telusur

Lestari Moerdijat: Pencegahan Polusi Plastik Harus Jadi Gerakan Kolektif

Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat

telusur.co.id - Upaya pencegahan polusi plastik harus menjadi gerakan kolektif berkelanjutan dalam pelestarian lingkungan hidup, sebagai wujud cinta tanah air. 

"Membangun komitmen menjaga lingkungan hidup dari berbagai ancaman polusi, termasuk polusi plastik, merupakan tanggung jawab setiap anak bangsa," kata Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulisnya pada diskusi daring bertema Membedah Masalah Polusi Plastik di Indonesia yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (4/6). 

Diskusi yang dimoderatori Arimbi Heroepoetri (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Agus Rusly, S.PI, M.Si (Direktur
Pengurangan Sampah dan Pengembangan Ekonomi Sirkuler, Kementerian Lingkungan Hidup), Arief Susanto (Ketua Bidang Sustainability dan Social Impact Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia /GAPMMI), dan Andreas Aditya Salim SH., LL.M (Direktur Program Officer Indonesia Ocean Justice Initiative /IOJI) sebagai narasumber. 

Selain itu, hadir Indrastuti (Wartawan Media Indonesia Bidang Lingkungan Hidup) sebagai penanggap. 

Menurut Lestari, polusi plastik berdampak serius dalam pencemaran ekosistem laut dan darat yang dapat mengganggu sektor ekonomi dan kesehatan masyarakat luas. 

Rerie, sapaan akrab Lestari mengungkapkan, data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2023 mengungkapkan, total timbunan sampah nasional mencapai sekitar 33,5 juta ton, dengan plastik menyumbang sekitar 18,4% (sekitar 6,1 juta ton).

Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu berpendapat, edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat sangat diperlukan, karena lingkungan hidup merupakan sumber kehidupan masyarakat. 

Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mendorong agar para pemangku kepentingan dan masyarakat membangun komitmen bersama, bahwa menjaga lingkungan hidup merupakan tanggung jawab semua anak bangsa.

Direktur Pengurangan Sampah dan Pengembangan Ekonomi Sirkuler, Kementerian Lingkungan Hidup, Agus Rusly mengungkapkan Indonesia sangat aktif dalam diskusi global terkait pengendalian plastik melalui sejumlah resolusi pada United Nation Environmental Assembly (UNEA). 

Menurut Agus, Indonesia sebagai negara yang masih tergantung pada sumber daya alam dari laut sangat berkepentingan untuk mengurangi mikro plastik masuk ke jejaring tubuh ikan di laut. 

Agus mengungkapkan, sejatinya mikro plastik dihasilkan dari setiap rumah tangga. Zat warna pada pakaian kita, tambah dia, hanya dapat menempel karena ada mikro plastik, yang saat pakaian itu dicuci mikro plastik itu akan lepas ke lingkungan. 

Selain pada pewarnaan pakaian, jelas Agus, mikro plastik juga terkandung pada sabun cuci muka. 

Diakui Agus, kesepakatan global untuk pengendalian plastik sifatnya multilateral, sehingga untuk melahirkan hasil yang signifikan, membutuhkan kesepakatan semua negara di dunia. 

Selain itu, jelas Agus, di dalam negeri juga harus dipastikan semua daerah memiliki rencana aksi yang nyata dalam pengedalian konsumsi plastik. Menurut Agus, upaya edukasi masyarakat terkait berbagai langkah pengendalian konsumsi plastik sangat penting diwujudkan secara konsisten. 

Ketua Bidang Sustainability dan Social Impact GAPMMI Arief Susanto berpendapat, upaya pemerintah untuk mengendalikan sampah plastik harus mendapat dukungan semua pihak. Menurut Arief, hingga saat ini plastik masih sangat diperlukan oleh konsumen di Indonesia untuk melindungi makanan dan minuman, sesuai kebutuhan masyarakat. 

Hingga saat ini, ungkap dia, belum ada kemasan dengan material tertentu yang mampu menggantikan plastik. Sehingga, jelas Arief, salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan membentuk industri daur ulang. Saat ini, tambah dia, sudah ada 200 industri daur ulang plastik dengan kapasitas produksi 2,5 juta ton per tahun dan baru mendaur ulang plastik sebanyak 800 ribu ton per tahun. 

Arief sangat berharap para pemangku kepentingan, produsen makanan dan minuman, serta masyarakat dapat berperan aktif dalam upaya pengelolaan dan pengendalian sampah plastik di tanah air. 

Direktur Program Officer IOJI, Andreas Aditya Salim berpendapat, dari kebijakan yang ada saat ini terlihat ada kegalauan sejumlah pihak terkait dalam menghadapi isu sampah plastik. Menurut Andreas, isu sampah plastik berdampak serius bagi sejumlah sektor, seperti kesehatan masyarakat. 

Apalagi, jelas Andreas, tingkat konsumsi plastik di Indonesia yang masuk ke tubuh manusia per kapita mencapai 15 gram per bulan. Kondisi tersebut, tegas Andreas, harus menjadi perhatian serius semua pihak terkait. 

Dalam perkembangan pengelolaan sampah saat ini, ungkap dia, sebagian besar baru didekati dengan  langkah reduce, reuse, dan recycle. Dengan langkah tersebut, jelas Andreas, pada satu titik plastik itu sudah tidak bisa di-recycle lagi. Pada akhirnya, upaya tersebut hanya mampu menunda plastik kembali ke lingkungan. 

Sehingga, tegas Andreas, upaya pengendalian sampah plastik itu juga harus diimbangi dengan pendekatan pengurangan produksi plastik. 

Wartawan Media Indonesia Bidang Lingkungan Hidup, Indrastuti berpendapat, penutupan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah dengan sistem open dumping oleh Kementerian Lingkungan Hidup, harus terus dilakukan. 

Berdasarkan pengamatannya, anggaran Pemda untuk mengelola sampah idealnya sekitar 3%, tetapi realisasinya baru 0,06% dari total anggaran yang ada. Menurut Indrastuti, banyak pemda yang belum serius dalam pengelolaan sampah di wilayahnya. Sebagai contoh, pada saat Lebaran kerap terlihat tumpukan sampah di sejumlah kota, dengan alasan TPA sampahnya masih tutup karena libur. 

Pada kesempatan itu, Indrastuti mendorong, agar ada langkah yang nyata setelah penutupan sejumlah TPA sampah dengan sistem open dumping di sejumlah daerah. 

Selain itu, Indrastuti juga mengusulkan, agar perusahaan yang aktif mengelola sampah yang dihasilkan, diberi reward. Sehingga, tambah dia, upaya pengendalian sampah plastik bisa diupayakan sejak dari hulu. 

Wartawan senior Saur Hutabarat mengungkapkan, kebijakan pengurangan sampah plastik yang cukup efektif sejatinya sudah berlangsung dalam bentuk larangan menggunakan kantong plastik saat belanja di minimarket di sejumlah kota di Indonesia. 

Bila tidak membawa kantong belanja, tambah Saur, konsumen membeli kantong belanja yang disediakan minimarket. 

Selain itu, ujar Saur, mengingat sampah plastik yang paling banyak di laut berupa botol plastik, produsen makanan dan minuman harus didorong menggunakan kemasan yang mudah terurai. 

Pengurangan pemakaian kemasan plastik, menurut Saur, juga bisa dilakukan negara dengan memperbanyak ketersediaan air keran yang layak minum. "Bukankah air bersih untuk rakyat itu kebutuhan dasar juga," ujar Saur.[]


Tinggalkan Komentar