Lieus Kaget Dapat Info A1 Ada Gerakan Besar Membangkrutkan Pertamina - Telusur

Lieus Kaget Dapat Info A1 Ada Gerakan Besar Membangkrutkan Pertamina

Koordinator Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (KomTak), Lieus Sungkharisma. (Foto: telusur.co.id/Fahri).

telusur.co.id - Sejak Pertamina meluncurkan aplikasi MyPertamina untuk membeli BBM, media massa ramai dengan pemberitaan pro kontra terkait kebijakan yang dianggap tidak populis dan menyengsarakan rakyat itu.

​Bahkan Medsos dipenuhi dengan segala macam meme dan komentar berisi hujatan terhadap Pertamina. Digitalisasi Pertamina itu dianggap sebagai akal-akalan penguasa untuk mengeruk pundi-pundi lebih besar demi persiapan pemilu 2024. Benarkah demikian?

​Tapi Koordinator Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (KomTak), Lieus Sungkharisma membantah semua anggapan itu.

“Saya tadinya juga beranggapan kebijakan itu cuma akal-akalan Pertamina. Sampai kemudian saya benar-benar kaget ketika mendapat informasi A1 dari orang dalam Pertamina tentang apa sebenarnya yang terjadi,” ujar Lieus kepada wartawan, Kamis (7/7/22).

​Menurut Lieus, dari informasi yang diperolehnya, ada raksasa kapitalis dan cukong oligarki yang sejak lama mengingingkan Pertamina bangkrut.

“Jika gerakan membangkrutkan Pertamina ini berhasil, maka mau tak mau Pertamina harus dijual ke atau dialihkan ke pihak swasta. Ini yang berbahaya,” ujar Lieus.

​Ditambahkan Lieus, dari informasi yang diterimanya, salah satu upaya Pertamina melawan upaya pembangkrutan itu adalah dengan menerapkan kebijakan digitalisasi melalui MyPertamina itu. Tujuannya adalah dengan tetap menjalankan tugas dari regulator dalam mengendalikan penggunaan BBM Subsidi dan BBM Penugasan, sehingga hanya mereka yang layak yang boleh membeli, tapi syaratnya harus mendaftar lebih dulu melalui verifikasi aplikasi MyPertamina.

​Tapi baru saja kebijakan itu diterapkan, muncullah kemudian gerakan massif kasih bintang 1 untuk aplikasi ini.

“Pokoknya burukin agar terkesan Pertamina tidak profesional lalu Pertamina harus diswastakan,” ujar Lieus.

​“Saya melihat, ada pihak yang takut potensi raksasa Fintech milik anak Bangsa akan bangkit. Ini membuat para kapitalis dan cukong oligarki panik. Sebab MyPertamina ternyata bukan sekedar masalah big data dan mengawasi subsidi dan distribusi penugasan BBM,” ujar Lieus lagi.

​Tapi kenapa MyPertamina dicecar sebagai kebijakan yang menyengsarakan rakyat?

“Karena ada pihak-pihak yang takut akan kehilangan banyak cuan dari bisnis BBM yang berjalan selama ini,” tegas Lieus.

​Para kapitalis dan cukong oligarki itu, ujar Lieus, selama ini sangat menikmati keuntungan dari bisnis BBM dan bahkan ingin menguasainya.

“Mereka melihat apliksi ecommerce berbasis Fintech yang 100% milik bangsa ini akan menyapu bersih perputaran uang dengan transaksi digital ini. Dan itu berarti kesempatan mereka untuk terus menguasai bisnis BBM akan hilang,” jelasnya.

​Dengan 270 juta penduduk, ujar Lieus, Indonesia adalah pangsa pasar yang luar biasa besar. Belum lagi jika melihat Pertamina punya jaringan bisnis yang luar biasa dan tersebar luas di seluruh Indonesia.

​ “Bayangkan jika digitalisasi BBM ini berhasil, bukan tidak mungkin besok LPG, Pelumas dan lain-lain kebutuhan sehari-hari rakyat seperti gadget, jasa, logam mulia, property dan lain-lain bisa dibeli di MyPertamina yang Fintechnya 100 persen milik anak bangsa. Apa ini bukan suatu yang luar biasa? MyPertamina bisa tumbuh seperti besar Amazon atau Alibaba. Dan itulah yang ditakutkan para cukong Oligarki itu,” kata Lieus.

​Harus diingat, tegas Lieus, para kapitalis dan cukong oligarki itu memang sudah sejak lama tidak menginginkan Pertamina tumbuh sebagai bisnis yang sehat dan berkembang baik.

“Sebab, para kapitalis dan cukong oligarki itu memang menghendaki Pertamina bangkrut,” tegasnya.

Namun, ujar Lieus, agar kebijakan beli BBM dengan MyPertamina ini tidak menimbulkan dugaan macam-macam, Pertamina harus transparan. Harus membuka kepada publik maksud dan tujuan dari kebijakan yang ia terapkan.

“Transparansi itu penting agar masyarakat tahu kenapa kebijakan itu dilakukan. Pertamina harus memberitahu apa kesulitan yang mereka hadapi, dan prospek apa yang akan diraih dengan kebijakan barunya ini. Bila perlu Pertamina membentuk badan pengawas yang diambil dari tokoh-tokoh masyarakat untuk mengawasi jalannya digitalisasi beli BBM melalui MyPertamina ini,” tutur Lieus.

Tanpa transparansi, ujar Lieus, maka jangan salahkan jika rakyat beranggapan kebijakan ini cuma akal-akalan karena Pertamina sudah dianggap bagian dari oligarki itu sendiri.  [Tp]


Tinggalkan Komentar