telusur.co.id -Enam mahasiswa Program Studi (Prodi) Akuakultur Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPK) Universitas Airlangga (UNAIR) memperluas wawasan global mereka melalui Internship International Program (IIP) di Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM). Program ini berlangsung selama dua pekan dan berakhir pada Ahad (14/9/2025). Para peserta terdiri dari Tirsa Ruthdita Puspita Sari, Lintang Fitrasasi Maharani, dan Mercia Meixi (tim pertama), serta M. Arka Samsul Dzaky, Ahmad Hasrum, dan Edo Rizky Pratama Rajagukguk (tim kedua).
Dalam IIP ini, peserta berfokus pada tema besar mengenai Bakteri Laut, Mikroalga, dan DNA ikan. “IIP di UKM ini benar-benar menjadi kesempatan dalam menambah pengalaman dan ilmu baru yang belum pernah didapat sebelumnya,” ungkap Tirsa.
Selama proses persiapan, UKM menyediakan materi tentatif untuk mempersiapkan mahasiswa. “Persiapan dan persyaratan IIP cukup simpel, pihak UKM menyediakan materi tentatif, dan kebetulan pada tahun ini kuota peserta cukup longgar sehingga tidak melalui tahap seleksi,” ujar Tirsa.
Selama program, para peserta menghabiskan waktu mereka di laboratorium dan mengikuti Praktikum Lapang. “Kami berkesempatan praktik laboratorium secara intensif dengan sarana yang lebih canggih, setiap individu melakukan hands-on,” tambah Tirsa. Praktikum Lapang ini melibatkan eksplorasi biota laut dengan bimbingan dosen dan peneliti UKM.
Peserta menghadapi beberapa tantangan selama program. “Kami dibiasakan untuk menggunakan transportasi umum, sehingga disiplin, profesionalitas, dan manajemen waktu yang baik sangat dibutuhkan,” paparnya. Tantangan lain datang dari keterbatasan bahasa. Lintang menambahkan, “Beberapa orang yang kami temui kurang menguasai bahasa Inggris dan hanya menguasai bahasa Melayu, tapi hal itu bisa diatasi dengan komunikasi non-verbal.”
Salah satu momen yang paling berkesan bagi peserta adalah Intertidal Nightwalk—eksplorasi biota laut pada malam hari hanya bermodalkan senter. “Intertidal Nightwalk menjadi pengalaman tak terlupakan,” kata Lintang.
Selain pengalaman akademik, para peserta juga menemukan berbagai perbedaan budaya antara Indonesia dan Malaysia. “Berbeda dengan Indonesia, Malaysia tidak memiliki kuliner khas daerah masing-masing. Bahkan, apapun menu makanannya tetap disebut makan, meskipun hanya berupa sate atau nugget tanpa nasi,” ungkap Ahmad. Mereka juga mengamati perbedaan dalam kebiasaan lalu lintas, di mana klakson hanya digunakan saat kondisi benar-benar kacau.
Para peserta berharap dapat melanjutkan studi magister di UKM. Mereka pun menyarankan agar mahasiswa lain tidak ragu untuk mencoba pengalaman serupa. “Jangan stuck di zona nyaman, kembangkan diri melalui eksplorasi hal baru. Capeknya akan terbayar, bahkan hasilnya lebih dari yang dibayangkan. Gali informasi dari alumni, dan jangan pernah takut untuk menulis ceritamu sendiri,” pungkas Ahmad.