NasDem: Penarikan RUU PKS Bentuk Penodaan terhadap Kepentingan Rakyat - Telusur

NasDem: Penarikan RUU PKS Bentuk Penodaan terhadap Kepentingan Rakyat


telusur.co.id - Dikeluarkannya Rancangan Undang Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dari Prolegnas 2020 dinilai sebagai penodaan terhadap kepentingan rakyat di saat kejahatan seksual semakin merajalela.

Penilaian itu diungkapkan Ketua Partai NasDem Bidang Hubungan Legislatif, Atang Irawan, dalam Forum Diskusi Denpasar 12 bertajuk "Tarik Ulur RUU PKS" secara virtual di rumah dinas Wakil Ketua MPR, Lestari Moerdijat, Jl. Denpasar, Jakarta, Rabu (8/7).

"Dalam negara hukum moderen, kita seharusnya menekankan pada social defence dan justice for all guna melindungi segala bentuk pengingkaran atas hak-hak asasi manusia," kata pakar hukum tata negara itu.

Dia menyayangkan, RUU yang kini diperjuangkan Partai NasDem melalui Fraksi NasDem di DPR-RI itu malah dikeluarkan dari Prolegnas (prioritas) 2020.

Atang berpandangan alasan RUU PKS dikeluarkan dari Prolegnas 2020 dengan berbagai macam alasan yang tidak substantif. Alasan yang tidak substansial itu di antaranya adalah Prolegnas prioritas 2020 sudah over capacity, "padahal RUU ini sangat penting dalam rangka memenuhi kebutuhan hukum masyarakat," ujar Atang.

Mengutip laporan Komnas Perempuan, Atang mengatakan, dalam kurun waktu 12 tahun, kekerasan terhadap perempuan meningkat sebanyak 792%, hampir 800%. Artinya kekerasan terhadap perempuan di Indonesia selama 12 tahun meningkat hampir 8 kali lipat.

Kekerasan atau kejahatan seksual yang terjadi selama ini, menurut Atang, belum terakomodasi secara komprehensif dalam berbagai undang-undang, seperti KUHP atau hal-hal terkait dengan pelindungan anak. "Sampai sedemikian jauh, kita belum punya regulasi yang mengatur terhadap pelindungan korban kejahatan seksual," tegasnya.

Alasan lain yang disebut Atang tidak substansial adalah tidak adanya titik temu menyangkut judul dan definisi kekerasan seksual, termasuk pemidanaan, sehingga perlu menunggu pembahasan RUU KUHP rampung.

Dua alasan tersebut, kata Atang, sesungguhnya hanya alasan teknis yang bisa diharmonisasikan saat dibahas pembahasan di Badan Legislasi DPR.

Dengan begitu, demikian Atang, orkestrasi pencabutan RUU PKS telah menodai proses legislasi dan cenderung mengakibatkan pencemaran di lingkungan perlegislasian.

"Padahal RUU ini merupakan salah satu bentuk pelindungan terhadap hak-hak fundamental rakyat dari intimidasi kejahatan seksual," kata Atang.


Tinggalkan Komentar