Oleh: Muslim Arbi*
Penangkapan melalui operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas komisioner KPU Wahyu Setiawan bisa membuka misteri kinerja KPU selama ini.
Memang, penangkapan ini diklaim sebagai masalah pribadi saat Wahyu Setiawan kirim surat terbuka kepada publik dan pimpinan KPU seraya meminta maaf.
Tapi kalau diamati, pengakuan staf Hasto Kristiyanto sekjen PDIP yang menyebutkan uang suap dari Hasto, maka penangkapan oleh KPK ini bisa membuka misteri KPU selama ini.
Apalagi peran Wahyu Setiawan sebagai Komisioner KPU pada pilpres 2019 lalu cukup berpengaruh atas keputusan KPU. Dalam berbagai kesempatan Wahyu Setiawan terlihat sangat getol bela capres no 01 saat debat Capres. Terutama pada dugaan bocoran materi debat yang diprotes oleh tim 02.
Seharusnya sebagai komisioner KPU yang independen, tidak perlu perlihatkan pembelaan terhadap paslon (pasangan calon) siapa pun. Terlihat sikap Wahyu Setiawan itu seperti diaminkan oleh Ketua dan Komisioner KPU lainnya. Padahal tudingan bocoran materi sesuatu yang tidak boleh terjadi.
Publik patut bertanya setelah penangkapan Wahyu oleh KPK ini. Membocorkan materi debat itu dapat berapa? Dan kenapa KPU seolah diam saja atas hal ini?
Terkait pengakuan uang suap dari anak buah Hasto dan desakan agar Hasto diperiksa, dan bila dikaitkan dengan posisi PDIP sebagai partai pemenang dan mendukung Jokowi-Ma'ruf sebagai Capres PDIP dan koalisinya, rasanya tindakan ini bisa mengindikasikan suap menyuap itu seolah halal dilakukan oleh PDIP. Dan selama ini banyak kader PDIP sebagai kepala daerah yang dicokok KPK atas kasus-kasus korupsi mereka.
Dalam hal pergantian anggota DPR yang skalanya lebih kecil saja bisa dilakukan dengan suap menyuap, apalagi dalam hal pilpres yang skalanya lebih besar, memilih Presiden dan Wakilnya.
Saat Pilpres 2019, terjadi protes atas kinerja KPU dalam sejumlah hal terkait dengan data pemilih ilegal 17,5 juta, kematian 700 anggota KPPS, desakan audit forensik atas kinerja KPU. Tapi semuanya KPU tidak bergeming dan diam seribu bahasa. Publik menganggap KPU mendapatkan sesuatu dari capres yang dimenangkan.
Kasus Komisioner KPU Wahyu Setiawan dapat dianggap sebagai indikasi ke arah itu.
Tidak ada kejahatan yang sempurna, cepat atau lambat kejahatan itu akan terkuak. Penangkapan Wahyu Setiawan ini dapat melegitimasi pendapat Publik pada kinerja KPU selama ini.
Jangan-jangan KPU memang terima suap untuk memenangkan paslon tertentu dari kalangan tertentu dan mengabaikan proses dan prosedur tahan demokrasi yang sedang dijalani bangsa ini. Wallahu a'lam
)* Penulis adalah Direktur Gerakan Perubahan (GarpU).