telusur.co.id - Pengamat intelijen Soleman Ponto mengatakan, terjadinya serangan teroris di Mapolrestabes Medan bukan karena pihak kepolisian kecolongan. Karena, memang tugas polisi membuka pintu untuk menerima semua orang.

"Nah tapi dia sendiri tidak menyadari bahwa akibat pelaksanaan tugas, dia (polisi) menjadi korban," kata Soleman dalam diskusi Jurnalis Merah Putih bertajuk 'Menolak Lengah, Siluman Teroris Nyata' di bilangan Jakarta Selatan, Kamis (14/11/19).

Yang dimaksud Soleman dengan akibat pelaksanaan tugas polisi adalah, karena polisi selalu berada di depan dalam pemberantasan terorisme. Dikatakan dia, polisi tampil dengan berbagai wajah dalam memerangi terorisme, seperti Densus 88, BNPT dan lain sebagainya.

"Kalau TNI kan cuma satu, ga ada TNI AL, TNI AD, atau TNI AU, tapi satu, TNI. Kalau salah, disebut oknum TNI. Kalau ini (polisi) kan nggak. Nah ini membuat ada orang terpancing," terang Mantan Kepala BAIS itu.

Selain itu, kata dia, polisi juga kerap tampil dengan memperlihatkan kegagahan di program-program TV, membubarkan anak-anak muda yang sedang "nongkrong" di pinggir jalan, dan masih banyak lagi.

"Selain itu, polisi sendiri selalu dengan gagah berani selalu, seperti kita dengar sendiri 'densus telah menembak terduga teroris'. Itu baru terduga, diduga aja belum, sudah ditembak mati. Dan itu sudah (berlangsung) lama, 2-3 tahun belakangan terjadi, tidak ada evaluasi," terangnya.

"Makanya ketika terjadi bom di Sarinah, saya ngomong, BNPT harus direvitalisasi dalam hal pengumuman-pengumuman seperti itu, terduga teroris itu kalau bertumpuk terus, di anak umur 20-an yang masih mencari identitas diri, akan terjadi perlawanan, udah pasti," pungkasnya. [Fhr]