Pengunduran Pemilu Harus Ditolak, Pengamat : Mereka Pengkhianat Reformasi - Telusur

Pengunduran Pemilu Harus Ditolak, Pengamat : Mereka Pengkhianat Reformasi

Ilustrasi. Foto : istimewa

telusur.co.id - Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto, dan Ketum Umum PAN Zulkifli Hasan telah menyuarakan pentingnya penundaan pemilu. 

Alasan mereka sama, yaitu menyampaikan aspirasi pengusaha, pelaku UMKM, dan petani sawit.

Menurut pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga, pola seperti itu akan terus berlanjut disampaikan petinggi negeri atau elemen masyarakat lainnya. "Pesannya akan seragam untuk menjaga momentum pembangunan ekonomi," ujar Jamiluddin, Jumat.

Pertimbangan keberlangsungan ekonomi yang disuarakan berbagai elemen masyarakat hanya jastifikasi. Geliat aspirasi dari berbagai elemen masyarakat akan terus didengungkan agar terbentuk pendapat umum bahwa rakyat memang menginginkan pemilu ditunda.

Kesan yang ingin dibangun adalah hanya pemerintahan inilah yang dapat menjaga pertumbuhan ekonomi. Karena itu, sudah seharusnya pemerintahan ini diberi tambahan waktu untuk membenahi ekonomi Indonesia.

Model politik mobilisasi seperti itu akan terus didengungkan. Melalui cara ini akan dijadikan justifikasi bahwa rakyat dari berbagi elemen memang menghendaki pemilu diundur.

Berbekal atas aspirasi rakyat inilah akan dijadikan peluru politik untuk mendesak MPR mengamandemen UUD 1945. MPR akan dibuat seolah tak berdaya menolak kehendak rakyat hasil mobilisasi tersebut.

"Pemerintah pun akan dengan santun menyatakan, saya tidak bisa menolak kehendak rakyat. Suara rakyat, suara Tuhan, yang tak sepatutnya ditolak," duganya.

Jadi, Cak Imin, Airlangga, dan kemungkinan akan muncul sosok lain yang akan menyuarakan pemilu diundur dengan berbagai justifikasi. Semua ini dilakukan untuk menggolkan kehendak oligarki dan pihak-pihak yang haus kekuasaan.

"Karena itu, semua pihak yang pro demokrasi harus bersatu menolak pola-pola mobilisasi untuk memperlama kekuasaan. Mereka ini sudah menghianati amanat reformasi dan tak taat konstitusi," tandas mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta. [ham]


Tinggalkan Komentar