Pertemuan Dua Negarawan Mantan Narapidana - Telusur

Pertemuan Dua Negarawan Mantan Narapidana


Oleh: Pitan Daslani 

 

ADA satu pemandangan cantik yang terpajang di laman Facebook Anwar Ibrahim. Pose-posenya yang penuh tawa dan canda saat bersilaturahim dengan sohibnya, Irman Gusman.

Dua tokoh ini berjumpa untuk kesekian kalinya setelah Irman terlepas dari hukuman kontroversial yang vonisnya membuat para pakar hukum paling top di Indonesia menggeleng-gelengkan kepala.

Di atas foto-foto itu Anwar menulis:

“Semalam bersama seorang sahabat dan negarawan, yang juga mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia Irman Gusman di pejabat.

“Kami berbincang dan menyentuh banyak perkara terkait perkembangan terkini di rantau ini. Beliau turut menghadiahkan saya sebuah buku oleh beliau berjudul Menyibak Kebenaran – Eksaminasi Terhadap Putusan Perkara...”

Di foto-foto itu mereka tampak bercanda ria, berpelukan dalam suasana penuh kebahagiaan, disaksikan Liestyana Gusman, istri mantan RI 7 itu. Kemudian Anwar bergurau: “Pak Irman hanya satu kali masuk penjara. Saya tiga kali masuk penjara.”

Irman kemudian membalasanya dengan candaan: “Saya hanya satu kali masuk dan tak akan masuk lagi, karena saya belajar dari masa lalu. Pak Anwar mungkin tidak belajar dari masa lalu?”

Gurauan singkat itu mengawali pembicaraan mereka. Tapi dua jilid buku itu, yang diberikan Irman kepada Anwar, tentu akan memperjelas pemahaman Anwar tentang kasus hukum penuh rekayasa yang menjerat Irman Gusman.

Irman dijatuhi pidana penjara 4 tahun 6 bulan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, tetapi Mahkamah Agung kemudian membatalkan hukuman itu lalu mengeluarkan putusan atas upaya Peninjauan Kembali yang dilakukan Irman, yang menyebabkan Irman dibebaskan dari Lapas Sukamiskin Bandung terhitung 26 September 2019.

Irman masih lebih “mujur” ketimbang Anwar, karena jika Irman hanya satu kali masuk penjara, Anwar tiga kali dipenjarakan atas tuduhan-tuduhan  kontroversial yang lebih menyakitkan.

Sejak 1960-an Anwar membela hak dan kepentingan orang Melayu serta umat Islam; kemudian secara militan memimpin gerakan pelajar yang memperjuangkan keadilan sosial dalam masyarakat Malaysia. Pada tahun 1971, Anwar membentuk ormas Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM) dan menjadi presiden organisasi itu hingga tahun 1982.

Ketika krisis ekonomi melanda negerinya tahun 1970-an akibat jatuhnya harga karet yang merupakan tulang punggung ekonomi Malaysia, Anwar Ibrahim berteriak melawan kemiskinan; dan memimpin demonstrasi anti-kemiskinan tahun 1974 yang menyebabkan ia ditahan di bawah Internal Security Act (ISA) selama dua tahun.   

Tapi di tingkat internasional Anwar Ibrahim kemudian dilantik sebagai Presiden UNESCO (1989-1991) dan menjadi salah seorang pendiri Institut Pemikiran Islam Antarabangsa (IIIT) di Washington D.C.

Perjalanan Anwar Ibrahim penuh romantika politik. Ia dipecat dari kerajaan secara tidak hormat pada 2 September 1998 atas tuduhan penuh rekayasa tentang tindakannya yang tidak senonoh, yaitu sodomi.

Banyak pengamat percaya bahwa pemecatannya itu karena adanya perselisihan antara dirinya dan Perdana Menteri Mahathir Mohamad, terutama ketika krisis 1997 melanda kawasan ini.

Ketika gerakan Reformasi bergulir di Indonesia yang berakhir dengan tumbangnya rezim Soeharto, Anwar Ibrahim pun melancarkan gerakan Reformasi di Malaysia di pertengahan 1998 yang, ironisnya, mempercepat hukuman kontroversial terhadap dirinya. Pengadilan Malaysian memenjarakan Anwar sekali lagi.

Apalagi ketika ia menolak rencana Mahathir untuk memberlakukan kurs tetap terhadap ringgit; lalu posisinya digantikan oleh  Abdullah Badawi. Tapi kemudian pada 2 September 2004 Badawi membebaskan Anwar dari penjara.

Tokoh cerdas yang pamornya mendunia ini  kembali ditangkap pada 16 Juli 2008 atas tuduhan sodomi terhadap seorang asisten pribadinya, tetapi ia dibebaskan sehari kemudian setelah membayar jaminan.

Sebagaimana Anwar yang menjadi tokoh anutan kaum muda di Malaysia sejak masa mudanya dan memperjuangkan keadilan sosial, khususnya pengentasan kemiskinan, Irman Gusman pun berkiprah di dunia politik sejak awal era Reformsasi sebagai tokoh muda yang berperan penting dalam mendirikan DPD RI.

Ia juga dianggap sebagai pejuang pluralisme yang merangkul semua golongan masyarakat. Hal ini terangkum dalam bukunya berjudul Irman Gusman, Jiwa yang Merajut Nusantara, yang diluncurkannya pada ulang tahunnya yang ke-50.

Irman kemudian menjadi Wakil Ketua DPD RI di periode pertama, kemudian menjadi Ketua DPD RI dari 2004 sampai 2009 dan 2009 sampai  2016.  Masa jabatannya yang kedua ini tidak tuntas dijalaninya karena kasus hukum yang menjerat dirinya, yang belakangan diketahui bahwa hukuman penjara 4 tahun 6 bulan itu dibatalkan oleh Mahkamah Agung, karena judex factie salah mengambil pasal dakwaan.

Bahkan dalam sidang putusan Pengadilan Negeri itu Irman ditanya, apakah kasusnya ada kaitannya dengan gonjang-ganjing perebutan posisi Ketua DPD RI. Ada juga pertanyaan, apakah Irman akan maju dalam pemilihan Presiden RI.

Pertanyaan-pertanyaan seperti itu merupakan indikasi yang jelas bahwa kasus Irman bukanlah kasus hukum murni, melainkan kasus hukum yang berselingkuh dengan kepentingan politik.

Ditinjau dari sebab-musabab pidana yang dijatuhkan, tuduhan rekayasa terhadap Irman Gusman, yaitu suap Rp100 juta (yang sebetulnya gratifikasi yang tidak diproses sesuai aturan hukum yang semestinya), masih lebih baik dibanding tuduhan terhadap Anwar dalam dua kali kasus hukumnya, yaitu tuduhan sodomi—yang dianggap sebagai rekayasa politik.

Anwar Ibrahim dan Irman Gusman memiliki satu kesamaan: mereka dipenjarakan dalam kasus-kasus hukum yang sarat dengan rekayasa politik yang dilakukan oleh para lawan politiknya.

Hukum berselingkuh bahkan bersodomi dengan politik untuk menghambat karir politik mereka. Tapi seperti kata Douglas McArthur, Old soldiers never die; they just fade away, Anwar bangkit kembali dan akhirnya dijagokan oleh Mahathir Mohamad untuk nanti menggantikan posisinya sebagai Perdana Menteri Malaysia.

Prime Minister in waiting Anwar Ibrahim adalah sosok seorang old soldier yang never dies, bahkan seorang old soldier yang tidak pula fades away, sebab ia berhasil tampil lagi di barisan depan kepemimpinan politik dan akan menjadi orang nomor satu di pemerintahan Malaysia selepas era Mahathir.

Pelajaran berharga yang bisa dipetik dari kisah perjalanan Anwar Ibrahim adalah bahwa seorang politisi pejuang memang never dies; dia hanya mundur satu langkah untuk maju 10 langkah.

Inilah sebabnya ketika Irman Gusman berada di Lapas Sukamiskin Bandung, Anwar mengirim pesan video yang berbunyi: “Pak Irman, Assalamu alaikum warrahmatullah. Saya ini sahabat sejati. Saya doakan semoga Pak Irman sabar, dan sebagaimana yang saya lalui, ujian ini akan memberikan ruang supaya keadaannya akan lebih baik, subur, sukses, Insya Allah.”

Bersamaan dengan itu datang pula pesan dari Presiden ke-3 RI Prof. B.J. Habibie yang berbunyi: “Irman, salam saya, ya. Saya doakan supaya Anda tetap sehat. Anda masih muda, masih jauh perjuangannya. Dan saya yakin semuanya itu ada maksudnya Allah... Kalau Irman lagi di-check-up kesehatan, saya akan datang. Salam sama semua keluarganya.”

Janji Habibie untuk menjenguk Irman Gusman tak sempat ia tepati, karena ajal menjemputnya sebelum Irman keluar dari Lapas Sukamiskin. Tapi pesan sahabat karib Irman di Malaysia itu akhirnya terwujud dan mereka bertemu di Kuala Lumpur pada 10 Februari 2020 untuk berbagi cerita dan pengalaman, sekaligus bertukar pikiran tentang berbagai masalah di kawasan ini.

Makna lain dari pertemuan Anwar Ibrahim dan Irman Gusman adalah bahwa persahabatan yang tulus tak dapat dibatasi oleh situasi dan kondisi apapun. Meski seorang sahabat berada di penjara, penjara itu tak dapat mengurangi makna persahabatan itu.

Nilai mulia seperti ini yang perlu dibudayakan, agar hubungan pertemanan atau persahabatan dalam masyarakat tidak dikondisikan oleh kepentingan-kepentingan sesaat.

Di dalam masyarakat kita sekarang, persahabatan terlalu sering didikte oleh kepentingan-kepentingan transaksional. Orang yang berteman bisa tiba-tiba saja jadi bermusuhan, hanya karena perbedaan sikap politik atau pun kepentingan bisnis. Inilah sifat yang merusak masyarakat kita, tanpa disadari banyak orang.

Persahabatan Anwar Ibrahim dan Irman Gusman dapat dijadikan teladan bagi kita semua—bahwa yang namanya sahabat itu abadi sifatnya. Jika tidak demikian maka yang terjadi adalah kepalsuan dan kepura-puraan yang dikemas secara rapi dengan senyuman, pelukan, dan cipika-cipiki yang sebetulnya membodohi nurani. [***]

Penulis: Wartawan senior,  pemerhati dinamika politik dan hukum

 


Tinggalkan Komentar