Petrus : Pernyataan Jokowi Dapat Rusak Sistem Demokrasi dan Konstitusi - Telusur

Petrus : Pernyataan Jokowi Dapat Rusak Sistem Demokrasi dan Konstitusi

Koodinator TPDI Petrus Selestinus (foto : IST)

telusur.co.id - Pernyataan Presiden Jokowi ketika berada di Pangkalan TNI-AU Halim Perdanakusuma, 24/1/ 2024, bahwa dirinya selaku Presiden boleh berkampanye, boleh memihak, yang penting tidak menggunakan fasilitas negara, harus dibaca sebagai sebuah upaya keras membangun dan mempertahankan Dinasti Politik dan Nepotisme Jokowi yang sudah ada.

Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia atau TPDI, Petrus Selestinus menyatakan, meskipun alasan Jokowi karena dirinya adalah Presiden dan Presiden itu pejabat publik, sekaligus pejabat politik, maka ia boleh kampanye dan memihak dalam kampanye Pilpres nanti. Namun pernyataan demikian, bisa dikategorikan sebagai ujaran kebencian karena Jokowi menantang arus perlawanan rakyat yang menolak Dinasti Politik dan Nepotisme Jokowi yang menghalalkan segala cara.

“Presiden Jokowi seakan pura-pura tidak tahu bahwa, hukum positif kita memang membolehkan Presiden berkampanye, disertai sejumlah syarat yang secara limitatif membatasinya. Presiden Jokowi juga pura-pura tidak tahu kapan harus netral dan kapan harus memihak,” terang Petrus, di Jakarta, Kamis (25/1/2024).

Selain dari pada itu dalam pasal 283 ayat (1) dan ayat (2) UU No.7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, secara tegas melarang "pejabat negara (presiden), pejabat struktural, pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta aparatur sipil negara lainnya mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan pada peserta pemilu sebelum, selama dan sesudah masa kampanye"dan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan atau pemberian barang kepada ASN dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarganya dan masyarakat (bertemu juga tidak boleh).

*DAYA RUSAK BAGI DEMOKRASI*

Pasal 26 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2023 Tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), tegas menyatakan, Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam kebijakan, pembinaan Profesi dan Manajemen ASN. Oleh karena itu ketika Presiden Jokowi menyatakan boleh berkampanye dan bisa memihak atas alasan sebagai pejabat publik, sekaligus pejabat Politik maka pernyataan Presiden itu jelas merupakan penyalahgunaan kekuasaan Presiden dalam struktur ASN yang merusak demokrasi dan mengabaikan kedaulatan rakyat. 

“Pernyataan Presiden Jokowi ini, menunjukan sikap politik Jokowi ala machiavelli yang kita kenal sebagai "menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan politiknya". Jokowi sedang merusak sistem sekaligus mencari pembenaran atas perilakunya dan perilaku aparaturnya yang akhir-akhir ini tidak netral dan memihak Capres-Cawapres 02,” tegasnya.

Pada ketentuan pasal 283 UU No.7 Tahun 2017 jelas membatasi ruang gerak dan melarang Presiden mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan pada peserta pemilu sebelum, selama dan sesudah masa kampanye demi mewujudkan asas Pemilu yang jujur dan adil menurut UUD 1945 dan rasa keadilan publik.

Jika demikian, maka inilah watak arogansi Jokowi, yang tanpa malu-malu mempertontonkan sikapnya melecehkan prinsip pemilu yaitu sikap jujur dan adil sebagaimana digariskan di dalam pasal 22E ayat (1) UUD 45 dan dalam UU No.7 Tahun 2017, Tentang Pemilihan Umum.

*RAKYAT TIDAK BOLEH DIAM*

Sikap Presiden Jokowi berdaya rusak sangat tinggi terhadap demokrasi dan konstitusi pada pemilu 2024, karena pada saat yang sama Jokowi juga sedang menghidupkan budaya politik Orde Baru yaitu budaya "mono loyalitas" Aparatur Negara pada satu kekuatan politik tertentu guna melanggengkan Dinasti Politik dan Nepotisme yang sudah dibangunnya selama ini. 

Inilah yang berbahaya, karena ketika seluruh ASN bersikap mono loyalitas kepada kekuatan Dinasti Politik dan Nepotisme Jokowi, maka pada saat yang sama Netralitas ASN akan  bergeser di mana seluruh ASN hanya loyal mengikuti arah pilihan politik Jokowi.

“Maka pada titik ini, rakyat tidak boleh berdiam diri tetapi mari lakukan perlawanan terhadap penyalahgunaan kekuasaan ini,” tutup Petrus yang juga Koordinator Perekat Nusantara.(fie)


Tinggalkan Komentar