telusur.co.id - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI menyampaikan Pendapat Mini Fraksi terkait Rancangan Undang-Undang tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (RUU BPIP) dalam Rapat Pleno Badan Legislasi (Baleg) DPR RI di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (01/12). Pandangan tersebut dibacakan oleh Anggota Baleg Fraksi PKS, Reni Astuti, yang menegaskan bahwa PKS “menyetujui dengan catatan” pembahasan RUU BPIP dilanjutkan ke tahap berikutnya.
Dalam pemaparannya, Reni menekankan komitmen PKS untuk mendukung penguatan ideologi Pancasila sebagai fondasi kehidupan berbangsa dan bernegara. “Fraksi PKS menegaskan dukungan penuh terhadap upaya internalisasi nilai-nilai Pancasila agar tidak berhenti sebagai slogan, tetapi benar-benar menjadi norma fundamental dalam penyusunan kebijakan publik,” ujarnya dalam forum.
PKS juga mengapresiasi diterimanya usulan mereka agar Tap MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 dicantumkan sebagai salah satu dasar hukum dalam RUU BPIP. Reni menyebut bahwa pencantuman tersebut sangat penting untuk menjaga kemurnian ideologi negara. “Pencantuman Tap MPRS XXV/1966 memberikan jaminan kepastian hukum bahwa Pancasila tidak dapat digantikan atau disusupi oleh ideologi terlarang,” tegasnya.
Terkait kedudukan kelembagaan BPIP, PKS mendorong agar BPIP menjadi lembaga negara bantu yang independen, tidak berada di bawah eksekutif, namun dengan pengaturan kewenangan yang jelas agar tidak menimbulkan tumpang tindih dengan kementerian atau lembaga lain. Selain independensi, PKS juga menekankan pentingnya mekanisme pengawasan. “Pengawasan oleh pemerintah maupun masyarakat harus diatur tegas untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas,” kata Reni. Ia juga mengingatkan agar instrumen pembinaan ideologi tidak boleh menjadi alat represi politik.
PKS secara tegas menolak urgensi pembentukan perwakilan BPIP di daerah. Menurut Reni, “BPIP tidak menjalankan kerja operasional langsung. Pembentukan perwakilan daerah justru berpotensi menjadi pemborosan anggaran negara dan bertentangan dengan semangat efisiensi.”
Mengenai struktur jabatan BPIP, PKS meminta agar mekanisme pengisian jabatan Dewan Pengarah dan Pelaksana harus diatur langsung dalam undang-undang, bukan melalui peraturan presiden. “Jika diatur di bawah undang-undang, pengawasannya akan lemah dan dikhawatirkan hanya menjadi ajang bagi-bagi kekuasaan, bukan berdasarkan profesionalitas,” tegasnya.
PKS juga menyoroti pentingnya koordinasi lintas sektor dalam pembinaan ideologi Pancasila, mencakup MPR RI, Lemhannas, pemerintah pusat dan daerah, lembaga pendidikan, ormas, akademisi, hingga komunitas lokal. Reni menekankan bahwa koordinasi yang jelas akan mencegah tumpang tindih kewenangan serta kekhawatiran tafsir tunggal Pancasila.
Dalam bidang pendidikan, PKS mendukung integrasi nilai-nilai Pancasila melalui kurikulum, pembelajaran berbasis karakter, kegiatan sekolah, dan pembiasaan oleh guru. Namun, Reni mengingatkan bahwa hal ini tidak boleh mengganggu kebebasan akademik. “Integrasi nilai Pancasila harus ilmiah, kontekstual, dan tidak dianggap sebagai intervensi negara terhadap kebebasan akademik,” ujarnya.
Reni juga menegaskan pentingnya partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation) dalam penyusunan RUU BPIP. Menurutnya, masyarakat harus benar-benar dilibatkan secara substantif, bukan sekadar formalitas. “Partisipasi bermakna harus memenuhi tiga hak: hak untuk didengarkan, hak untuk dipertimbangkan, dan hak untuk mendapatkan penjelasan,” jelasnya.
Pada penutup pandangannya, Reni menegaskan sikap Fraksi PKS atas RUU BPIP. “Menimbang beberapa hal yang sudah kami paparkan di atas, Fraksi PKS dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim menyatakan menyetujui dengan catatan RUU BPIP untuk dibahas pada tahapan selanjutnya,” ucapnya disambut tepuk tangan peserta rapat.
Reni menutup penyampaiannya dengan doa agar seluruh proses legislasi membawa kemaslahatan bagi bangsa. “Semoga Allah SWT memberikan kekuatan kepada kita untuk memberikan kerja terbaik bagi bangsa dan negara Indonesia,” tutupnya. [ham]



