telusur.co.id - Presiden Joko Widodo telah mengatur perizinan investasi bagi industri miras di Papua, Bali, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Utara. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang diteken kepala negara pada 2 Februari 2021. 

Perpres tersebut merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Berdasar pada Perpres itu, industri miras dapat memperoleh investasi dari berbagai sumber baik investor asing maupun investor domestik. Selain itu, dengan izin tersebut koperasi hingga UMKM juga dapat menyuntikkan investasi kepada industri miras.

Keluarnya Perpres tersebut menimbulkan penolakan dari salah satu senator asal Papua Barat Filep Wamafma dengan berbagai macam pertimbangan. Menurut anggota Komite I DPD RI tersebut, banyak persoalan hukum yang terjadi di masyarakat disebabkan oleh pengaruh dari minuman beralkohol. Dan pada kesempatan sebelumnya, Filep juga mempertanyakan komitmen Presiden Joko Widodo dalam menyelesaikan persoalan di Papua.

Wakil Ketua DPD RI, Sultan Bachtiar Najamudin mendukung sekaligus memperkuat keinginan Senator Filep yang dalam pernyataannya sangat didukung oleh tokoh agama, masyarakat, bahkan tokoh gereja di tanah Papua.

Menurut Sultan, sisi lain dari investasi miras di beberapa daerah di Indonesia bukan hanya tentang peredaran alkohol di tengah masyarakat dengan begitu banyaknya dampak negatif yang ada. Tapi juga mesti ditinjau dari sisi pembangunan ekonomi bagi seluruh masyarakat yang berada dalam wilayah atau daerah yang ditetapkan yaitu Bali, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Utara.

"Ketika investasi miras ini berjalan, saya curiga bahwa yang akan mendapatkan keuntungan paling besar bukan rakyat, justru pihak pengusaha atau investor. Dan sektor bisnis miras ini hanya menjadikan rakyat di tanah Papua bersama daerah lainnya tersebut hanya sebagai pasar potensial bagi perdagangan industri miras," kata Sultan dalam keterangan resminya, Senin (1/3/21).

Pria yang akrab dipanggil SBN tersebut menuturkan, dirinya tidak ingin jika Perpres ini kemudian digunakan sebagai alat legalitas pengusaha miras untuk mendistribusikan produknya kepada masyarakat yang memiliki budaya meminum alkohol, sementara kebijakan ini tidak menimbulkan perbaikan kepada kehidupan ekonomi, sosial, budaya serta politik bagi masyarakat secara langsung.

"Kita memahami dalil pemerintah tentang kebiasaan masyarakat terhadap minuman keras yang (diklaim) telah menjadi nilai kearifan lokal masyarakat di Papua, Bali, NTT dan Sulut. Tapi kita juga wajib bertanya serta mengukur secara objektif bahwa investasi ini lebih banyak memberi keuntungan kepada pihak investor atau masyarakat disana?" tanya Sultan dengan nada satir.

Terakhir, senator muda asal Bengkulu tersebut meminta seluruh stake holder masyarakat untuk dapat bersama menyampaikan aspirasi di ruang publik terkait Perpres tersebut, agar kemudian suara masyarakat dapat didengarkan Pemerintah.

"Saya yakin Bapak Presiden memiliki tujuan yang baik dari setiap kebijakan yang ada. Hanya saja mungkin beliau membutuhkan sudut pandang lain terhadap persoalan ini dari kita semua. Dan saya lebih yakin pula bahwa pemerintah akan sangat bijak serta berpihak pada kepentingan kolektif masyarakat dalam menanggapi polemik terhadap regulasi tersebut," pungkasnya. [Tp]