telusur.co.id - PT PLN (Persero) telah menyelesaikan pembangunan pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, dengan kapasitas daya 192 Mega Watt peak (MWp). PLTS ini merupakan terbesar di Asia Tenggara, dan nomor tiga di dunia.

Terkait itu, anggota Komisi V DPR Rudi Hartono Bangun, mempertanyakan besaran biaya dari pembanguan PLTS Terapung Cirata ini, termasuk berapa tahun akan balik modal.

"Kapasitas sebesar ini berapa cost biayanya pembangunan PLTS Cirata ini? Dan berapa lama kalau ini dayanya dijual, berapa tahun balik modal," kata Rudi dalam RDP Komisi VI DPR dengan Dirut PLN Darmawan Prasodjo di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (3/4/24).

Tak hanya itu, politisi Partai Nasdem ini juga mempertanyakan kemana daya PLTS ini akan dialirkan, termasuk penjualan dayanya. Sebab, PLTS yang besar ini dibangun hanya di Jawa Barat.

"PLTS Terapung Cirata, yang kapasitasnya 192 MWp, kapasitas sebesar itu kan tentu punya planning, itu kapasitas itu mau ke mana saja marketnya? penjualan dayanya? Misalnya Provinsi Jawa Barat saja kah, ini untuk kemana?" tanya Rudi.

Dirut PLN Darmawan menjawab, bahwa harga listrik yang bersumber dari PLTS Terapung Cirata mengalami penurun dari waktu ke waktu. Kini, harga listrik dari PLTS Terapung Cirata ini sebesar 5,8 sen (US$) per kilo Watt hour (kWh) atau sekitar Rp 907,6 per kWh (asumsi kurs Rp 15.649 per US$).

"Dulu kalau kami membangun PLTS 2015 itu biayanya sekitar 25 sen per KWh, kemudian 2017 turun menjadi 10 sen per KWh. Untuk PLTN Cirata ini biayanya adalah 5,8 sen per KWh, ini IPP (Independent Power Provider). Artinya, bagi kami energi yang terdeliver 5,8 sen per KWh ini dibanding pembangkit listrik tenaga batu bara itu rata-rata 5,5 sampai 7 sen, kalau dari gas pipa itu per KWh 5,6-7 sen, kalau LNG 9,5-10 sen," kata Darmawan.

Darmawan menerangkan, untuk kontraknya selama 25 tahun. "Kami kontraknya 25 tahun, dari kami adalah berapa jumlah energi yang dikirim ke kami, dari swasta, IPP. Kalau energinya tidak terpenuhi, swasta energi provider nya kena penalti, dan kontrak kami adalah 25 tahun," ujarnya.

Sebagai informasi, PLTS ini dibangun di atas Waduk Cirata seluas 200 hektare yang berlokasi di tiga kabupaten, yakni Purwakarta, Cianjur, dan Bandung Barat. PLTS dengan nilai investasi US$ 145 juta ini berkapasitas 145 MW Ac atau setara 192 MWp, terdiri dari 13 pulau dengan total luasan panel surya sekitar 130 hektare.

Proyek PLTS Terapung Cirata ini merupakan kerja sama RI dan Uni Emirat Arab (UEA) melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT PLN (Persero) melalui Subholding PT PLN Nusantara Power dan perusahaan energi asal UEA, Masdar.

PT PLN Nusantara Power awalnya bernama PT Pembangkitan Jawa-Bali (PT PJB), anak usaha PLN, yang berdiri sejak 1995. PT PLN Nusantara Power ini dimiliki 100% oleh Pemerintah Indonesia melalui 99,99% milik PT PLN (Persero) dan 0,01% milik Yayasan Pendidikan dan Kesejahteraan PT PLN (Persero).

PLN Nusantara Power telah mengoperasikan lebih dari 20.000 Mega Watt (MW) pembangkit listrik tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Selain bisnis pembangkitan, PLN Nusantara Power juga memiliki beberapa lini bisnis lainnya, antara lain operasional (operation) dan perawatan (maintenance), suku cadang (spare parts), rekayasa teknik, pengadaan, dan konstruksi (EPC), dan pendanaan.

Sementara Masdar, merupakan perusahaan energi asal UEA yang dimiliki oleh tiga perusahaan energi besar di Uni Emirat Arab, yakni the Abu Dhabi National Oil Company (ADNOC), Mubadala Investment Company, dan Abu Dhabi National Energy Company PJSC (TAQA).

Masdar spesifik mengembangkan proyek-proyek energi bersih alias energi baru terbarukan (EBT), seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Angin (PLTB), Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) atau geothermal, hingga hidrogen hijau.

Masdar kini aktif beroperasi di 40 negara di dunia dan telah berinvestasi dengan nilai investasi lebih dari US$ 30 miliar di lintas 6 benua.[Fhr]