UU Ciptaker, Harapan Membaiknya Iklim Investasi Dan Aspek Keterkaitannya Di Tengah Resesi Ekonomi - Telusur

UU Ciptaker, Harapan Membaiknya Iklim Investasi Dan Aspek Keterkaitannya Di Tengah Resesi Ekonomi


Penulis: Dr. H. Joni, SH. MH*

KENDATIPUN tidak secara tertulis atau bersifat legal formal, jiwa atau ruh dari UU Ciptaker ini yang sangat mendasar adalah untuk menggairahkan investasi. Bahasa ekonominya adalah untuk memajukan ekonomi bangsa dengan menciptakan berbagai kondisi yang merangsang para investor khususnya yang berasal dari  luar negeri masuk ke Indonesia untuk menanamkan investasinya. Dengan menanamkan investasi, diharapkan ibarfat aliran air ke hilirnya memunculkan dampak yang luas bagi  peningkatan ekonomi nasional.

Upaya itu dimulai misalnya dengan menciptakan infra struktur berupa sarana transportasi. Dibangun jalan tol lintas jawa, di Kalimantan, Sumatra, Sulawesi dan sebagainya. Secara umum hal itu nantinya menjadi multiplayer effect bagi sector lainnya. Bahwa selama ini, Indonesia tertingal. Misalnya dengan sesama negara Asean saja, ketertinggalan itu dinilai cukup jauh. Satu diantaranya adalah karena keterbatasan dalam hal infra struktur dimaksud Tidak terkecuali juga sangat mendasar adalah dalam hal ruwetnya birokrasi yang berlindung di balik regulasi yang bertele-tele. Itulah sebabnya dengan segala permasalahannya, dibuatkan regulasi yang menjadi sapu jagatnya yaitu UU Ciptakerja ini.

Dalam perhitungan pemerintah sebagaimana disampaikan oleh Presiden Jokowi a aturan tersebut bakal menciptakan iklim investasi yang lebih baik dan mencegah terjadinya korupsi.  Keberadaan UU ini secara langsung diperhitungkan meningkatkan iklim investasi. Daya saing yang dalam birokrasi dilakukan pemangkasan besar besaran diharapkan menjadi daya tarik tersendiri bagi investor untuk datang ke kawasan yang selama ini tidak dilirik investor karena berbagai hambatan itu.

Di tengah beratnya upaya mengundang invesdtasi, Indonesia memasuki resesi ekonomi. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), produk domestik bruto (PDB) RI pada kuartal III-2020 minus 3,49 persen (year on year/yoy).  Dengan demikian Indonesia resmi masuk ke jurang resesi, setelah pada kuartal II-2020 ekonomi RI juga terkonstraksi alias negatif. Secara kuartalan, ekonomi sudah mulai tumbuh sebesar 5,05 persen dan secara kumulatif masih terkontraksi 2,03 persen. Dibandingkan kuartal II-2020, realisasi pertumbuhan ekonomi tersebut membaik.

Hambatan Mendasar

Perasaan pesimistis terhadap implikasi berlakunya UU ini pertama muncul karena belum adanya Peraturan Pemerintah sebagai aturan pelaksana. Masalah lambatnya terbit Peraturan Pemerintah ini disebabkan keharusan mempersiapkan peraturan pelaksana pada sektor yang lain, yang juga memerlukan pengaturan segera. Misalnya saja yang terkait dengan investas ini adalah Peraturan Pemerintah tentang Penjabaran lebih teknis dari pesyaratan investasi.

Aturan turunannya bakal memberikan kepastian cara pemerintah menjalankan pemulihan ekonomi dan investasi melalui penjabaran dalam  PP tersebut. Targetnya sebulan setelah diundangkan, tetapi sampai saat ini masih belum ada tanda tanda kemunculannya.

Ibarat aliran sungai, keberadaan PP sebagai aturan pelaksana ini satu diantaranya. Anak sungai lainnya adalah maka anak sungainya adalah pada  ketidakjelasan upah minimum disebabkan rencana upah khusus untuk industri padat karya yang sudah dibatalkan, sedangkan pada isi lain sebagai penggantinya masih belum ada. Para investor menjadikan upah minimju bagi pekerjanya sebagai unsur paling pokok yang harus dibereskan terlebih dahulu.

Hambatan lain adalah pada sektor pesangon, khususnya bagi industri yang sifatnya pengembangan. Dalam arti yang sudah ada harus menyesuaikan dengan UU baru, dan yang lama diperhitungkan secara administratif dilebur menjadi perusahaan baru. Sekaitan dengan hal ini, besaran pesangon diturunkan 21% menjadi 25 bulan. Beban pesangon bagi pemberi kerja akan dipotong sebesar 40% menjadi 19 bulan. Sedangkan sisanya sebanyak enam bulan bakal ditanggung pemerintah.  Apa lagi  dalam hal pesangon ini pemerintah ikut menanggung beban pesangon.

Pada sisi lain, tenaga kerja tidak akan mendapat potongan pesangon yang terlalu besar.  Kendatipun ibarat keseimbangan, sisi negatif di atas diimbangi dengan sisi positifnya. Bahwa secara umum UU Ciptaker terutama jika dicermati dari sisi pergerakan IHSG. PP yang rencananya diterbitkan pemerintah sebagai pelaksana menunjukkan cara pemerintah mengeksekusi UU Ciptaker. UU ini masih belum memberi kepastian mengenai pembayaran pesangon oleh pemerintah. Dalam kaitan ini tidak ada kepastian mengenai cara pemerintah membayar pesangon, apakah melalui anggaran negara, dana keamanan sosial, atau lainnya.

Dari sektor perijinan, hambatan yang muncul adalah pada sektor perijinan yang seharusnya lebih disederhanakan. Kendatipun belum konkret namun hambatan yang kemudian diupayakan untuk dipermudah adalah  adalah untuk sektor pertambangan, properti, semen, ritel, dan kontraktor. Selain itu, sektor transportasi, bank, rumah sakit, dan properti juga memetik keuntungan. Perusahaan infrastrutkur seperti Jasa Marga secara tidak langsung  juga mendapat keuntungan karena pembukaan lahan bisa lebih cepat.

Intinya bahwa UU ini secara umum memang diidealismekan untuk menghilangkan berbagai tumpang tindih regulasi, merampingkan dan menciptakan proses yang lebih efisien, dan menghilangkan ego sektoral dengan berbagai regulasi. Di tengah ketidakpastian ekonomi global saat ini, dampak dari hukum akan membutuhkan waktu untuk terwujud, namun pada akhirnya meningkat kemudahan berbisnis di Indonesia. Dengan demikian, kecenderungan tren investasi dapat membantu fase pemulihan ekonomi, yang kini sudah memasuki masa resesi ekonomi dunia.

Implikasi Lanjutan
 

Peraturan lebih lanjut di tingkat Menteri, yang akan memberikan kejelasan lebih lanjut aspek teknis dan detail menjadi hal yang sangat penting. Tetapi itu tadi, PP sebagai peraturan pelaksana di bawah UU nya saja belum ada. Secara teknis Peraturan Menteri ini teerkait dengan masalah perijinan, dengan fokus pada  aspek kemudahan berusaha, perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah menjadi prioritas demikian pula pada peningkatan ekosistem investasi, percepatan proyek strategis nasional, dan peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja  juga menjadi perhatian utama.

Berbagai perubahan ketentuan sudah mulai diterapkan,dengan dasar perizinan berusaha berbasis risiko. Hal ini dilakukan berdasarkan penetapan tingkat risiko dan peringkat skala usaha menurut penilaian dan potensinya. Penilaian tingkat bahaya dilakukan dengan memperhitungkan jenis, kriteria, lokasi, dan keterbatasan sumber daya usaha. Tingkat risiko dan peringkat skala usaha kegiatan usaha ditetapkan menjadi kegiatan usaha berisiko rendah, menengah, dan tinggi.

Hal lain terkait dengan penyederhanaan persyaratan dasar perizinan berusaha, pengadaan tanah, dan pemanfaatan lahan yang meliputi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, persetujuan lingkungan, dan persetujuan bangunan gedung serta sertifikat laik fungsi. Pelaku usaha perlu melaporkan rencana lokasi menggunakan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) berbentuk digital dan sesuai standar.

Berikutnya akan diolah oleh pemerintah dan wajib mengintegrasikan RDTR ke dalam sistem perizinan berusaha secara elektronik. Baru setelah memperoleh konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, pelaku usaha mengajukan permohonan perizinan berusaha. Secara lebih teknis, juga dibutuhkan  regulasi terkait dengan penyederhanaan berusaha dan persyaratan investasi pada sector lain. Yaitu pada sektor kelautan dan perikanan, pertanian, kehutanan, energi dan sumber daya mineral, ketenaganukliran, perindustrian, perdagangan, metrologi legal, jaminan produk halal, dan standarisasi penilaian kesesuaian memerlukan pengaturan segera.

Demikian pula pada sektor pekerjaan umum dan perumahan rakyat, transportasi, kesehatan, obat, dan makanan, pariwisata, pos, telekomunikasi, dan penyiaran, serta pertahanan dan keamanan. Penyederhanaan untuk masing-masing sektor berbeda-beda antar satu dengan yang lainnya, dan kesemuanya memerlukan pengaturan segera.

Kompleksitas masalah yang berkaitan dengan masalah investasi ini, intinya memerlukan kerja  (sangat) keras khususnya para pembuat regulasi yang menjabarkan UU Ciptaker. Jika tidak diantisipasi secepatnya, menyebabkan terhambatnya investasi yang pada akhirnya merupakan saham besar bagi kegagalan UU yang baru diundagkan, apa lagi di tengah menghadapi resesi ekonomi ini.[***]

*) Notaris, dosen Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Habaring Hurung Sampit, Kalimantan Tengah


Tinggalkan Komentar