telusur.co.id - Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin memasuki 1tahun.
Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) Indonesia, Laksanto Utomo, mengkritisi pemerintahan dari sisi kebijakan komitmen masyarakat adat.
Laksanto mengingatkan 1 tahun pemerintahan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih mempunyai utang kepada masyarakat adat. Pasalnya, hingga Hari Masyarakat Adat Internasional atau Dunia pada 9 Agustus kemarin, belum juga mampu menggolkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat sebagai UU.
Lanjut Laks, UU Masyarakat Hukum Adat sangat penting bagi masyarkat adat, agar sebagai pemilik tanah ulayat bisa mengelola dan menjaga tanah dan hutannya tanpa mengalami kriminalisasi.
"Pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat tidak bisa ditawar karena masyarakat hukum adat belum berdaulat atas tanah dan hutan ulayatnya. Pasalnya, mereka sudah memilikinya jauh sebelum republik ini berdiri, ' ujar Laks menanggapi 1 tahun pemerintahan Jokowi-Ma'ruf, Selasa (20/10/2020).
Pemerintah dan DPR, lanjut Laksanto, harus posisikan hukum adat dan kearifan lokal yang hidup dan berkembang di tengah masyarakat sebagai sumber hukum nasional dalam menyusun perundang-undangan.
Karena sudah15 tahun berlalu, UU Masyarakat Hukum Adat ini hanya menjadi wacana tanpa ada solusi dari pemerintah dan DPR.
"Mendesak pemerintah sungguh-sungguh berkomitmen memperhatikan asas kearifan lokal dan menghentikan segala bentuk kriminalisasi terhadap masyarakat adat yang memperjuangkan dan mempertahankan hak ulayat dan hak tradisionalnya," tegas dia.
Menurutnya, masyarakat adat merupakan penjaga dan ujung tombak dalam melindungi hutan dari komersialisasi, seperti pembukaan lahan karena Hak Pengusaha Hutan (HPH) untuk izin konsesi perkebunan skala besar.
"Apakah itu pengalihan hak tanah ulayat mereka jadi berubah untuk perkebunan kelapa sawit, hutan lindung menjadi kawasan pertambangan batubara. Oleh karena itu, kami mendesak Presiden mengesahkan RUU ini menjadi UU," pungkasnya. (fir)