26 Tahun Reformasi, PMII DKI Singgung Kebebasan Berekspresi yang Masih Belum Maksimal - Telusur

26 Tahun Reformasi, PMII DKI Singgung Kebebasan Berekspresi yang Masih Belum Maksimal

Ketua Koordinator Cabang PMII DKI Jakarta, M Nadzir Ahyaulilmi. (Foto: Dok. Pribadi).

telusur.co.id - Hari Peringatan Reformasi Indonesia diperingati setiap tahun pada tanggal 21 Mei. Peringatan itu bertepatan dengan momentum turunnya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 yang dilengserkan oleh kalangan mahasiswa.

Ketua Koordinator Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (Koorcab PMII) DKI Jakarta, M Nadzir Ahyaulilmi atau biasa disapa Ulil mengatakan, bahwa bulan Mei menjadi pengingat sejarah terbentuknya era reformasi Republik Indonesia. 

Ulil mengungkapkan, bahwa setelah masa kepemimpinan Presiden Soeharto selama masa Orde Baru, saat ini Indonesia telah memasuki era demokrasi dengan jaminan kebebasan berpendapat di muka umum.

"Akan tetapi, pada praktiknya, hal itu masih belum maksimal. Masih diwarnai aksi intimidasi dan upaya pembungkaman (oleh oknum aparat pemerintah)," kata Ulil saat dihubungi telusur.co.id, Rabu (22/5/24).

Lebih lanjut Ulil menuturkan, 26 Tahun reformasi masih saja terjadi pembungkaman oleh aparat pemerintah ketika sejumlah kalangan mengungkapkan pendapat di tempat umum.

"Seperti tindakan represif dari aparat penegak hukum atau premanisme, serangan siber berupa peretasan dan stigmatisasi kritikus oleh buzzer," ungkap Ulil.

Menurut Ulil, hal itu menunjukkan bahwa pejabat pemerintah belum terbiasa dengan kebebasan berekpresi yang disampaikan oleh masyarakat terkhusus mahasiswa.

"Pejabat publik kita belum terbiasa dengan kritik. Jadi, betul, secara teoritis kita sudah ada di alam pemerintahan yang demokratis, tapi rupanya yang mengisi pemerintahan yang demokratis itu masih belum terbiasa dengan kritik, masih pola-pola otoritarian yang digunakan," ujar dia.

Selain itu, Ulil pun menilai mahasiswa di zaman sekarang jauh berbeda dengan mahasiswa era 90-an. Menurut dia, mahasiswa sekarang sudah terjerumus dengan kondisi perkembangan arus budaya tanpa selektif untuk memilahnya terlebih dahulu.

"Sosial media merupakan kebutuhan primer mahasiswa zaman now. Era keterbukaan informasi membuat tiap generasi millenial tidak dapat jauh dengan gadget pribadinya," terang Ulil.

Hal tersebut, kata dia, yang membuat mahasiswa milenial menjadi lemah cara berpikirnya, kurang rasional, lemah secara analisis, tidak kritis, idealismenya hilang, secara akademik tertinggal dan tidak sistematis dalam berfikir dan bergerak dalam kehidupan masyarakat.

"Harapan bagi mahasiswa sekarang Indonesia butuh penggerak untuk menuju kepada tujuan nasionalnya dari pemuda. Mahasiswa sekarang yang seharusnya menjawab tantangan-tantangan bangsa ini," ucap Ulil.

"Mahasiswa memang bukan pekerja sosial. Tetapi mahasiswa harus mampu menunjukkan bahwa mereka adalah agen yang siap menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi dalam masyarakat.
dengan siap memberikan gagasan cerah dengan sikap optimisnya pada saat menghadapi suatu persoalan," tandasnya. [Fhr]


Tinggalkan Komentar