Ahli Waris Nilai Pemkab Kotawaringin Barat Lakukan Intervensi Proses Hukum - Telusur

Ahli Waris Nilai Pemkab Kotawaringin Barat Lakukan Intervensi Proses Hukum

Ilustrasi hukum (Ist)

telusur.co.id - Ahli waris tanah seluas 10 hektare di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah (Kalteng), menyayangkan aksi Bupati Nurhidayah, yang diduga melakukan intervensi dan tidak menghormati proses hukum yang saat ini berjalan di Pengadilan Negeri (PN) Pangkalan Bun.

Kuasa hukum ahli waris, Poltak Silitonga menilai bentuk intervensi hukum terjadi ketika sang Bupati mendatangi lahan tanpa adanya pemberitahuan kepada pihak ahli waris. Padahal saat ini tersebut menjadi objek perkara di PN Pangkalan Bun.

“Saya melihat di media-media, tv, online, Bupati Kotawaringin Barat datang ke lokasi dan memberikan pernyataan-pernyataan yang tidak menghormati hukum,” kata Poltak dalam keterangannya, Rabu (6/8/25).

Poltak menjelaskan, saat ini proses hukum perkara terkait lahan tersebut masih berjalan di PN Pangkalan Bun.

“Sudah sampai dengan pemeriksaan saksi, tinggal nanti kesimpulan dan putusan. Pembuktian sudah selesai, kita sudah faktakan dan buktikan bahwa tidak ada satupun alat bukti dan saksi dari Pemkab Kotawaringin Barat bahwa itu (tanah) adalah miliknya,” ujarnya.

Sehingga, Poltak menilai, kedatangan Bupati Kotawaringin Barat ke objek perkara merupakan bentuk intervensi.

“Itu saya menganggap intervensi terhadap peradilan gitu loh, istilahnya dengan cara menggunakan kekuasaan untuk menyatakan bahwa sesuatu itu adalah miliknya, padahal kan sebenarnya masih berjalan di pengadilan,” katanya.

Poltak mengungkapkan, sidang sendiri akan dilanjutkan pada pekan depan dengan agenda pembacaan kesimpulan.

“Ahli Waris menuntut Pemerintah Kotawaringin Barat segera mengembalikan lahan yang telah puluhan tahun mereka gunakan sebagai area pertanian tersebut,” ungkapnya.

Sekadar informasi, peristiwa sendiri berawal saat tanah 10 hektar itu dibeli oleh Brata Ruswanda pada 1960 silam. Seiring berjalannya waktu, pihak Dinas Pertanian Kotawaringin Barat meminjam tanah tersebut untuk dijadikan lahan pertanian.

Namun pada 2005, ketika ahli waris ingin mensertifikatkan lahan tersebut, muncul sanggahan dari Dinas Pertanian yang mengklaim bahwa tanah tersebut merupakan miliknya berdasarkan surat keputusan gubernur. (Ts)


Tinggalkan Komentar