telusur.co.id - Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah mengingatkan bahwa di Abad 21 dan abad berikutnya, zaman terus berubah dan masyarakat akan berkembang. Dia menilai sebagai ideologi bangsa, elastisitas Pancasila diuji oleh kesetiaan rakyat pendukungnya.
‘’Ketika zaman berubah, interaksi masyarakat dunia juga semakin intensif dan massif, saya ingatkan bahwa nilai-nilai yang berlaku di tengah masyarakat dunia juga berubah. Di sinilah Pancasila diuji, sejauhmana sila-sila yang terkandung di dalamnya tetap dihayati dan dijalankan oleh rakyat pendukung ideologi ini,’’ tegas Ahmad Basarah dalam Sarasehan Nasional Pancasila dan Haul Bung Karno yang digelar oleh Universitas Negeri Malang, Kota Malang, Jawa Timur, Selasa (27/6/23).
Dalam sarasehan berjudul ‘’Soekarno dan Pancasila di Abad 21’’ itu, Ketua Fraksi PDI Perjuangan dari daerah pemilihan Malang Raya itu menjelaskan mengapa Bulan Juni dimeriahkan sebagai ‘’Bulan Bung Karno’’. Ahmad Basarah berpendapat, Juni dimeriahkan sebagai Bulan Bung Karno bukan hanya karena sang proklamator lahir, wafat, dan melahirkan Pancasila di bulan Juni, tapi lebih penting lagi adalah memompakan ideologi Pancasila kepada semua generasi bangsa.
‘’Jika Pancasila tidak kita pompakan terus-menerus ke tengah masyarakat, sangat mungkin elastisitas ideologi ini tak lagi kenyal berhadapan dengan ideologi-ideologi lain yang sangat mudah diakses di Internet, mulai dari komunisme, kapitalisme, sampai khilafah,’’ tandas Ketua DPP PDI Perjuangan ini.
Dia mencotohkan, desukarnoisasi yang pernah terjadi di masa lalu berhasil membuat stigma bahwa Bung Karno jauh dari umat Islam, sangat dekat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Padahal, banyak kajian mengungkapkan bahwa pemikiran Bung Karno tentang sinergi antara Islam dan Pancasila yang melahirkan nasionalisme religius banyak diungkap oleh banyak akademisi.
‘’Ada pemahaman dikotomis yang sengaja dikembangkan di masa lalu bahwa nasionalisme bertentangan dengan Islam. Jadi, jika Bung Karno dianggap kelompok yang menganut paham kebangsaan, otomatis beliau dinilai tidak Islami. Ini salah kaprah,’’ tandas Ahmad Basarah dalam acara yang disenergikan dengan perayaan Haul ke-53 Bung Karno itu.
Padahal, tandas Sekretaris Dewan Penasihat PP Bamusi ini, pemahaman dikotomis itu tidak tepat sebab Bung Karno sendiri menegaskan ia adalah seorang Muslim, yang karena Islam yang dianutnya, ia menjadi nasionalis.
‘’Dalam tulisan-tulisannya di masa muda, Bung Karno menegaskan Islam memerintahkan umat Muslim membela tanah air di mana mereka hidup. Itulah yang beliau sebut sebagai nasionalisme Islam yang juga diperjuangkan oleh para pemikir Islam seperti Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, dan pemikir Timur Tengah lainnya di era itu,’’ tegas Ahmad Basarah.
Sementara itu, Rektor Universitas Negeri Malang (UNM), Prof Hariyono, dalam presentasinya sebagai narasumber kedua menyayangkan akibat distorsi sejarah, masih ada dosen sejarah di kampus lain yang menolak Pancasila lahir 1 Juni 1945.
‘’Mengapa sampai saat ini masih ada anggapan ada tiga orang yang merumuskan Pancasila? Ini terjadi karena distorsi. Ayo cek, apakah Bung Hatta orang jujur atau tidak? Saat menerima gelar doctor honoris causa, Bung Hatta menegaskan Pancasila adalah pidato Bung Karno pada 1 Juni. Ini bisa kita temukan dalam tulisan Bung Hatta, Pancasila Jalan Lurus, testimoni Panitia Lima, dan lainnya,’’ tegas Hariyono.
Hadir dalam sarasehan nasional itu antara lain Wakil Bupati Malang Didik Gatot Subroto, Ketua DPRD Kota Malang Made Riandiana. Kartika serta CEO Tugu Media Group, Irham Thoriq.[]