telusur.co.id - Pelanggaran HAM adapah soal serius dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, karena bertalian dengan hak asasi warga untuk bisa hidup aman, terbebas dari berbagai bentuk kekerasan, intimidasi, represi, termasuk penculikan yang pernah menjadi bagian dari sejarah kelam reformasi 98.
Hal itu diungkap saat kegiatan Bedah Buku Hitam Prabowo, di Bonum Kafee, Kota Mataram, Minggu (17/12/23) sore.
Aktivis 98 Majas Prihatin sebagai pemantik dalam kegiatan tersebut mengurai, kasus-kasus pelanggaran HAM, seperti penculikan aktivis, kerap dituding sebagai isapan jempol semata atau kaset rusak yang diputar menjelang pemilihan presiden.
"Kita ini menganut demokrasi yang mana, sementara demokrasinnya sudah rusak. Makanya, Pemilu 2024 mendatang harus dijadikan ruang mengevaluasi dan memeriksa rekam jejak para calon Presiden dan Wakil Presiden kita," ujar Majas.
Majas juga menegaskan, seperti yang diulas dalam buku, muncul oleh sebab belum adanya proses hukum.
Sementara itu, Pengamat Politik UIN Mataram Agus Dedi menjelaskan, sudah diakui bahwa pada tahun 1998 ada penculikan.
Pegiat Pemilu dan Demokrasi, Hasnu Ibrahim menyoroti secara khusus politik dinasti dan cawe-cawe penguasa dalam Pemilu 2024 ini.
Hasnu menegaskan, kita tentu menolak calon pemimpin yang menabrak rambu-rambu pemilu melalui upaya penyelundupan di panggung Mahkah Konstitusi.
"Kita semua berkepentingan agar pemilu 2024 berjalan secara sehat tanpa adannya cawe-cawe, kemudian TNI -Polri juga harus netral," kata Hasnu.
Sementara itu, Aktivis Milenial NTB Al Mukmin mengatakan, kita semua harus melihat secara baik calon pemimpin kita.
"Jangan terjebak dalam narasi-narasi Gemoy karena persoalan bangsa ini terlalu kompleks tidak bisa diselesaikan dengan joget-jogetan" kata Mukmin. [Tp]