telusur.co.id - Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan, Anis Byarwati, mengingatkan pemerintahan baru mengenai tantangan pelaksanaan APBN 2025 yang akan dimulai pada Januari mendatang. Menurutnya, struktur kabinet besar yang ditetapkan pemerintahan baru membutuhkan perhatian serius, terutama dalam pengelolaan anggaran dan sumber daya.
“Anggaran APBN 2025 akan membiayai pemerintahan dengan struktur besar, yaitu 48 kementerian, 7 pejabat setingkat kementerian, dan 56 wakil menteri. Kabinet sebesar ini tentu memerlukan anggaran dan dukungan manajemen sumber daya yang besar pula, yang berdampak pada alokasi anggaran kementerian dan lembaga,” ujar Anis di Kantor DPP PKS, Jakarta, Sabtu (21/12/24).
Anggota Komisi XI DPR RI ini menyebutkan bahwa APBN 2025 masih bersifat transisi, karena disusun oleh pemerintahan sebelumnya namun akan dijalankan oleh pemerintahan saat ini. “Belum ada sesuatu yang istimewa dalam APBN 2025. Semuanya masih berjalan seperti biasa (business as usual). Alokasi anggarannya lebih dominan pada anggaran rutin dan wajib, yang menyebabkan ruang fiskal semakin mengecil,” jelasnya.
Anis juga mendorong pemerintah untuk mengoptimalkan kinerja kementerian dan lembaga dalam mendorong sektor-sektor ekonomi yang berkontribusi pada pertumbuhan. “Kerja-kerja K/L harus difokuskan untuk menggerakkan sektor ekonomi agar berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi,” tambahnya.
Anis mengungkapkan bahwa pendapatan negara mengalami fluktuasi, meskipun secara nominal meningkat.
“Pendapatan negara pada tahun 2022 tumbuh 31 persen karena pemulihan ekonomi pasca pandemi dan kenaikan harga komoditas unggulan. Namun, pada 2023 pertumbuhannya melambat menjadi 5,6 persen dan 6,3 persen di tahun 2024. Untuk APBN 2025, pendapatan negara diproyeksikan tumbuh 6,9 persen dari outlook 2024,” jelasnya.
Di sisi lain, belanja negara juga menunjukkan fluktuasi seiring naik-turunnya perekonomian nasional. “Belanja negara meningkat dari Rp3.096,3 triliun pada 2022 menjadi Rp3.621,3 triliun pada 2025, dengan rata-rata pertumbuhan 6,6 persen per tahun. Namun, peningkatan ini belum memberikan dampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi,” katanya.
Anis juga menyoroti tren pembiayaan negara yang terus meningkat. “Pembiayaan anggaran pada 2021 sebesar Rp871,7 triliun. Pada 2023, dengan defisit maksimal 3 persen terhadap PDB, pembiayaan mencapai Rp486,4 triliun, meningkat menjadi Rp522,8 triliun pada 2024, dan diperkirakan mencapai Rp616,6 triliun pada 2025. Konsekuensinya, beban utang dan bunga utang akan terus meningkat setiap tahunnya,” papar Anis.
Anis menambahkan bahwa situasi ekonomi global yang tidak menentu serta stagnasi ekonomi nasional harus menjadi perhatian serius pemerintah. “Dengan alokasi anggaran yang ada, pemerintah harus memastikan efisiensi dan efektivitas untuk menghadapi tantangan ke depan,” pungkasnya. [Tp]