telusur.co.id - Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati menyebut Pemerintah perlu lebih realiastis dalam mencapai target Indonesia Maju 2045. Hal tersebut, merespons pernyataan Menteri Kordinator Perekonomian Airlangga Hartarto yang mengatakan target Investasi Rp1.900 triliun pada 2025 dan target income per capita USD 5.000 - USD 12.000 pada tahun 2030, pada saat peluncuran Geoportal Kebijakan Satu Peta 2.0.
"Kita mengapresiasi setiap inovasi dan terobosan yang dilakukan Pemerintah untuk mencapai target pembangunan, khususnya target menjadi negara maju tahun 2045. Tetapi Pemerintah jangan melupakan persoalan-persoalan mendasar yang masih dihadapi, untuk mengejar target yang besar, sehingga cenderung tidak realistis," kata Anis, Rabu (24/7/24).
Wakil ketua BAKN DPR RI ini mengingatkan masih banyak persoalan mendasar yang Indonesia hadapi, seperti: kualitas SDM, infrastruktur dasar, tumpang tindih aturan dan kelembagaan.
"Persoalan-persoalan tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu, karena akan menjadi basis dan fundamental yang kokoh untuk meningkatkan kinerja ekonomi ke depan," ujarnya.
Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan ini mengungkapkan Indonesia masih menghadapi persoalan lemahnya produktivitas dan daya saing Sumber Daya Manusia (SDM).
"Bahkan hampir 10 juta Gen Z yang berusia 15-24 tahun menganggur atau tanpa kegiatan (not in employment, education, and training/NEET), terdiri dari 5,73 juta penganggur perempuan muda dan 4,17 juta penganggur pria usia muda. Padahal kita saat ini sedang berada dalam bonus demografi," katanya.
Anis menyebut ekonomi biaya tinggi juga perlu mendapat perhatian Pemerintah. "Angka Incremental Capital Output Ratio (ICOR) kita masih berada pada angka 6.5, lebih tinggi dibanding negara-negara peer di Kawasan. ICOR menjadi ukuran tingkat efisiensi investasi yang terdapat di masing-masing negara," ucapnya.
Legislator perempuan PKS ini mengingatkan dari data kontribusi sektor industri manufaktur terhadap perekonomian nasional masih stagnan pada angka 18%-19%.
"Padahal kontribusi industri manufaktur pernah berada pada angka 30%. Jangan sampai kita mengalami proses deindustrilisasi. Oleh sebab itu, kebijakan pendalaman sektor industri perlu terus dilakukan," katanya.
Menurut Anis, kita perlu terus melakukan diversifikasi produk hilirisasi industri. Jangan sampai kita terjebak hanya pada hilirisasi industri minerba khususnya Nikel yang padat modal. Padahal kita ketahui konsentrasi tenaga kerja ada pada sektor pertanian dan kelautan.
"Ini menjadi kunci untuk memperbaiki kontribusi sektor pertanian dan kelautan terhadap pertumbuhan ekonomi yang berkualitas," serunya.
Anggota Fraksi PKS ini mengingatkan Pemerintah perlu fokus dan sungguh-sungguh menyelesaikan persoalan-persoalan mendasar terlebih dahulu. Sembari terus melakukan inovasi dan terobosan untuk memperbaiki kualitas perekonomian nasional.
"Harapannya kebijakan One Map Policy juga bisa mendukung menyelesaikan persoalan-persoalan mendasar yang masih kita hadapi," pungkasnya. [Tp]