telusur.co.id - Badan Komunikasi anggota DPR dan DPD RI Papua dan Papua Barat mendesak aparat melepaskan 6 (enam) mahasiswa yang ditahan di Mako Brimob,Kelapa Dua Cimanggis Depok sejak 28 Agustus 2019 lalu, karena dalam demo di Jakarta, mengibarkan bendera Bintang Kejora.
Badan Komunikasi itu menilai jika bendera bintang kejora tersebut sebagai simbol kultural masyarakat Papua, yang sudah dikibarkan di era Presiden KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) 1999 – 2001. “Demo dan pengibaran bendera itu semata untuk menolak rasisme, bukan makar dan bukan pula politik,” tegas Ketua Pansus Papua DPD RI Filep Wamapma kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Senin (18/11/2019).
Hadir pimpinan badan komunikasi tersebut Ketua Badan Komunikasi Anggota DPR dan DPD dari Papua dan Papua Barat Yorrys Raweyai, anggota DPR dapil Papua Willem Wandik (Demokrat), Yance Samonsabra (DPD), dan Oktovianus Tebay (DPD) RI.
Menurut Filep, demo-demo mahasiswa dan masyarakat Papua, intinya menolak rasisme yang bermula dari Surabaya, Jawa Timur. Demo itu demi harkat dan martabat rakyat Papua. Tapi, aparat menilainya sebagai tindakan melawan hukum. “Seluruh rakyat Papua dan 28 negara tolak rasisme,” ujarnya.
Sejauh itu, keenam mahasiswa yang ditahan itu kata Filep, didakwa makar karena mengibarkan bendera bintang kejora.
“Sudah terjadi multi tafsir soal makar dan tanpa proses hukum mereka ditaham dan diperpanjang. Kami harap sebelum 1 Desember 2019 mereka dilepas agar bisa melanjutkan kuliah,” pungkasnya. (Btp).