Bahaya Gula Mengintai, Minuman Manis akan Kena Cukai - Telusur

Bahaya Gula Mengintai, Minuman Manis akan Kena Cukai


Telusur.co.id -Penulis: Raffy Eza Farezy, Jurusan Ilmu Administrasi Fiskal, Universitas Indonesia.

Gula sangat nikmat, rasa manisnya sering kali mendorong kita untuk terus  mengonsumsinya. Namun, banyak dari kita tidak menyadari bahwa konsumsi gula  berlebih bisa memicu berbagai masalah kesehatan yang serius. Kementerian  Kesehatan (Kemenkes), dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2013,  menganjurkan setiap orang mengonsumsi gula tidak lebih dari 50 gram atau setara  dengan 4 sendok makan per hari. Berdasarkan laporan Survei Kesehatan Indonesia  2023 yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan (2023), sebanyak 43,3% masyarakat  Indonesia mengonsumsi minuman manis dengan frekuensi 1-6 kali per minggu, 47,5%  masyarakat mengonsumsi dengan frekuensi lebih dari sekali per hari, dan 9,2% hanya  mengonsumsinya kurang dari 3 kali per bulan. Rata-rata kandungan gula pada produk  minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) adalah 22,8 gram gula per 250  ml/takaran saji atau sekitar 45,6% dari batasan konsumsi gula harian yang dianjurkan  oleh Kemenkes. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi gula di kalangan masyarakat  Indonesia sangat rentan untuk melebihi batas harian yang dianjurkan oleh Kemenkes,  yang tentunya dapat berdampak buruk bagi kesehatan. 

Konsumsi gula yang berlebihan memiliki kontribusi nyata terhadap tingginya angka  diabetes di Indonesia. Data dari International Diabetes Federation (IDF) menunjukkan  bahwa proyeksi prevalensi diabetes di Indonesia meningkat tajam dalam 2 dekade  terakhir, dari 5,6 juta pada tahun 2000 menjadi 19,5 juta pada tahun 2021. Angka ini  menempatkan Indonesia pada peringkat ke 5, negara dengan jumlah penderita diabetes  terbanyak di dunia. Jumlah tersebut diprediksi akan terus meningkat hingga 28,6 juta  pada tahun 2045. Berdasarkan data yang dirilis oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia  (IDAI), prevalensi diabetes pada anak juga meningkat hingga 70 kali lipat pada tahun  2023 dibanding tahun 2010. Per Januari 2023, 2 dari 100.000 anak di Indonesia  menderita diabetes. Dampak lain yang timbul akibat konsumsi gula berlebih adalah  obesitas. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Kemkes, sebanyak 23,4% penduduk  Indonesia yang berumur di atas 18 tahun mengalami obesitas. Selain itu, penyakit  kardiovaskular, yang merupakan penyebab kematian tertinggi di dunia, juga dapat  disebabkan oleh konsumsi gula yang berlebih. 

Tingginya prevalensi masalah kesehatan terkait konsumsi gula ini mendorong  pemerintah untuk mengambil langkah strategis melalui kebijakan fiskal. Pemerintah  berencana untuk melakukan kebijakan ekstensifikasi cukai secara terbatas pada  Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK), di tahun 2025. Rencana ini juga  tertuang dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025.  Kebijakan tersebut bertujuan untuk mengendalikan konsumsi gula dan/atau pemanis 

yang berlebihan, serta mendorong industri untuk mereformulasi MBDK dengan  kandungan gula yang lebih rendah. Langkah ini diharapkan dapat mengurangi  eksternalitas negatif bagi kesehatan masyarakat. Dasar hukum pengenaan cukai ini  mengacu pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 11 Tahun 1995. Undang-undang tersebut menetapkan bahwa barang  yang konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, atau  penggunaannya menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup  dapat dikenakan cukai. MBDK termasuk kategori tersebut karena harganya yang  terjangkau membuatnya mudah diakses oleh masyarakat, sehingga diperlukan  mekanisme untuk menaikkan harga melalui cukai demi menurunkan daya beli terhadap  produk ini.  

Penerapan kebijakan ini diproyeksikan memberikan dampak positif yang nyata pada  kesehatan masyarakat. Hasil studi permodelan, yang dilakukan oleh Center for  Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), menunjukkan bahwa pengenaan  cukai sebesar Rp5.000 per liter pada MBDK diproyeksikan dapat menurunan kasus  kelebihan berat badan (overweight) dan obesitas. Misalnya, di kuintil pendapatan  terendah, kasus kelebihan berat badan dan obesitas pada perempuan diperkirakan  turun sebanyak 15.000 kasus dan pada laki-laki sebanyak 12.000 kasus. Sedangkan di  kuintil tertinggi sebesar 417.000 kasus untuk perempuan dan 415.000 kasus untuk laki laki. Studi tersebut juga memperkirakan bahwa 63.000 hingga 1.487.000 kasus diabetes  dapat dicegah, dalam jangka waktu 25 tahun. Besaran yang sama juga diperkirakan  dapat mencegah kasus stroke dan penyakit jantung iskemik. 

Selain fokus utamanya sebagai fungsi pengendalian (regulerend), kebijakan cukai  terhadap MBDK juga memiliki potensi besar dalam mendukung penerimaan negara.  Menurut Kementerian Keuangan (Kemenkeu), kebijakan ini dapat memberikan  tambahan penerimaan hingga Rp6,25 triliun pada tahun pertama dan diperkirakan  dapat menghasilkan pemasukan kumulatif hingga Rp395 triliun dalam 25 tahun. Hal ini  selaras dengan fungsi cukai sebagai instrumen fiskal untuk membiayai pembangunan  (budgetair). Jadi, kebijakan ini tidak hanya mengatur konsumsi melalui penaikan harga,  tetapi juga memberikan manfaat ganda berupa tambahan penerimaan negara 

Pajak atas minuman manis bukanlah kebijakan baru. Kebijakan ini dikenal dengan  istilah Sugar-Sweetened Beverages (SSBs) tax. Dilansir dari Obesity Evidence Hub, lebih  dari 50 negara di dunia telah menerapkan SSBs tax untuk mengatasi masalah konsumsi  gula berlebih. Salah satu contoh keberhasilan implementasi SSBs tax dapat dilihat di  Meksiko. PPada Januari 2014, Meksiko mulai menerapkan pajak terhadap minuman  berpemanis (SSBs) dengan tarif 1 peso per liter untuk minuman non-susu dan non alkohol yang mengandung tambahan gula. Pajak tersebut menyebabkan kenaikan harga 

pada minuman manis, sekitar 11%. Hasilnya, terjadi penurunan penjualan atas  minuman manis yang kena pajak di meksiko, dengan rata-rata penurunan sebesar 6%  selama 2014. Bahkan tren penurunan penjualan mencapai 12% pada Desember 2014.  Pada tahun 2016, penurunan penjualan mencapai 37% dibandingkan tahun sebelum  pajak diberlakukan. Diperkirakan dalam kurun waktu 10 tahun, pajak SSB Meksiko akan  mencegah 239.900 kasus obesitas. Selain dampak yang positif terhadap pengendalian  konsumsi gula, kebijakan ini memberikan tambahan pendapatan bagi pemrintah  meksiko sekitar USD 1,2 miliar di tahun pertama implementasinya. Implementasi  kebijakan ini diawali dengan kampanye yang meningkatkan kesadaran masyarakat  mengenai dampak konsumsi SSBs, yang pada akhirnya memperkuat dukungan publik  sehingga penerapan pajak ini berjalan dengan optimal. 

Beberapa negara lain juga telah mengimplementasikan kebijakan cukai terhadap  minuman manis dengan hasil yang signifikan. Di Inggris, pajak yang diberi nama  Retribusi Industri Minuman Ringan (Soft Drinks Industry Levy) diterapkan pada April  2018 dengan tarif berbeda berdasarkan kadar gula minuman. Minuman yang  mengandung lebih dari 8 gram gula per 100 ml dikenakan pajak sebesar 0,24 pound per  liter, sementara yang mengandung 5 hingga 8 gram dikenakan pajak sebesar 0,18 pound  per liter. Sebagai respons, banyak produsen meracik ulang produk mereka untuk  mengurangi kadar gula, yang menghasilkan pengurangan sebesar 45 juta kilogram gula  per tahun. Penurunan kadar gula ini tercermin dari data yang menunjukkan penurunan  signifikan minuman dengan kadar gula tinggi di supermarket, dari 49% pada 2015  menjadi 15% pada 2019. Di Afrika Selatan, pajak serupa diterapkan pada 2018 dengan  tarif 10% untuk minuman manis, mengarah pada penurunan 29% pembelian minuman  berkarbonasi di kota-kota, serta penurunan jumlah gula yang dibeli dalam minuman ini  sebesar 51%. Kedua negara ini menunjukkan bahwa kebijakan cukai yang ditujukan  untuk mengurangi konsumsi gula terbukti efektif dalam menurunkan pembelian  minuman berpemanis dan mendorong produsen untuk merumuskan ulang produk  mereka, yang berdampak pada pola konsumsi yang lebih sehat. 

Penerapan cukai terhadap MBDK di berbagai negara telah terbukti efektif dalam  mengurangi konsumsi gula yang berbahaya bagi kesehatan masyarakat. Namun,  penerapan kebijakan ini di Indonesia perlu dikaji lebih dalam, mengingat dampak yang  ditimbulkan tidak selalu positif bagi semua pihak, terutama produsen minuman manis  yang berisiko mengalami penurunan penjualan. Oleh karena itu, pemerintah perlu  merumuskan langkah lanjutan seperti memberikan insentif kepada pelaku industri  untuk mendorong reformulasi produk mereka, serta memperhatikan kemungkinan  pengalihan dampak pada sektor usaha ini. Selain itu, kebijakan ini juga dapat  memberikan manfaat ganda, yaitu menurunkan angka diabetes dan penyakit terkait,  sekaligus menghasilkan tambahan penghasilan bagi negara yang bisa digunakan untuk  mendanai program-program lainnya.


Tinggalkan Komentar