telusur.co.id - Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mendukung rencana pembuatan film nasional bertajuk 'Sang Guru'. Ide pembuatan film 'Sang Guru' berasal dari Wakil Presiden RI K.H. Ma'ruf Amin. Bercerita tentang kisah hidup Syekh Nawawi Al-Bantani, salah satu imam dan pengajar di Masjidil Haram Mekkah yang berasal dari Indonesia.
"Syekh Nawawi Al-Bantani merupakan salah satu ulama besar dan cendekia Indonesia asal Banten. Ketokohan beliau mendunia karena menjadi imam dan pengajar di Masjidil Haram Mekkah. K.H. Hasyim Asy'ari dan K.H. Ahmad Dahlan merupakan salah satu murid Syekh Nawawi. Melalui film 'Sang Guru' diharapkan mampu memberikan inspirasi serta tauladan kepada para generasi muda bangsa," ujar Bamsoet usai menerima Siti Nur Azizah Ma'ruf, putri Wapres RI Ma'ruf Amin, di Jakarta, Jumat (5/7/24).
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum & Keamanan ini menjelaskan, Syekh Nawawi lahir pada tahun 1813 di Kampung Tanara, Desa Tanara, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, Banten. Syekh Nawawi merupakan anak sulung dari tujuh saudara. Ayahnya seorang ulama di Banten bernama Syekh Umar bin Arabi Al-Bantani dan ibunya bernama Zubaedah..
Sejak kecil Syekh Nawawi menunjukkan bakat serta kecerdasan yang luar biasa dalam mempelajari ilmu agama. Selain belajar langsung kepada bapaknya, Syekh Nawawi juga menuntut ilmu kepada Haji Sahal dan Raden Haji Yusuf.
"Tidak puas belajar di tanah air, Syekh Nawawi memutuskan pergi ke Mekkah untuk belajar agama Islam di Masjidil Haram. Selama tiga tahun di Mekkah, Syekh Nawawi belajar kepada para ulama besar di Arab. Diantaranya Sayyid Ahmad An-Nahrawi, Syekh Muhammad Khatib Al-Hanbali, Sayyid Ahmad Zaini, dan Sayyid Ahmad Ad-Dimyati," kata Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI (Ormas Pendiri Partai Golkar) dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini menerangkan, saat kembali ke Banten, Syekh Nawawi marah melihat perlakuan penjajah Belanda terhadap masyarakat sekitar. Ia pun mengajak masyarakat untuk melawan Belanda melalui khotbah yang disampaikan. Akibatnya, penjajah Belanda pun mengawasi ketat setiap pergerakan Syekh Nawawi. Kondisi tersebut membuat Syekh Nawawi kembali ke Mekkah dan tetap memimpin pergerakan dari sana.
"Ilmu agama yang diperoleh Syekh Nawawi terus meningkat setelah kembali ke Mekkah. Beliau kemudian dipercaya sebagai pengajar dan imam di Masjidil Haram. Syekh Nawawi disegani oleh para ulama dan para penuntut ilmu agama Islam dari penjuru dunia," urai Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua Umum FKPPI ini menambahkan, selama hidupnya Syekh Nawawi sangat produktif menulis kitab. Jumlah karyanya tidak kurang dari 115 kitab yang meliputi bidang ilmu fiqih, tafsir, tauhid, tasawuf, dan hadis. Salah satu karya terkenalnya adalah kitab tafsir Al-Kashif yang merupakan tafsir Al-Qur'an dan dinilai sebagai salah satu karya penting dalam bidang tafsir.
"Syekh Nawawi wafat di Mekah pada tahun 1897 dan dimakamkan di Jannatul Mu'alla, Mekkah. Bersebelahan dengan makam anak perempuan dari Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq, Asma΄ binti Abu Bakar al-Siddîq," pungkas Bamsoet.