telusur.co.id - Pierre, memulai karirnya sebagai wartawan sejak Februari 2023 lalu. Bukan tanpa alasan sejak dirinya memutuskan untuk menekuni profesi tersebut. Pasalnya, pemilik nama lengkap Pierre Immanuel, yang dulunya sempat berprofesi sebagai atlet bela diri Muay Thai, mengaku profesinya tersebut tidak memberikan jaminan masa depan yang baik untuk dirinya.
Selain alasan kebutuhan mendasar, alasan lain mengapa dirinya melabuhkan diri pada industri media karena kecintaannya terhadap dunia jurnalistik. Kekagumannya terhadap dunia jurnalistik pertama kali ia temukan lewat salah seorang kerabat keluarga yang kerap bercerita aksi-aksi heroik seorang wartawan. Dari sanalah kecintaannya pada dunia jurnalistik semakin memuncak.
Sebelum secara resmi tergabung sebagai pekerja pers, Pierre terlebih dahulu mengenyam pendidikan Strata Satu di salah satu kampus swasta yang berada di Jakarta. Mengambil jurusan Ilmu Komunikasi dengan konsentrasi Jurnalistik, Pierre semakin mantap menjejakkan kakinya di dunia jurnalistik.
Meski profesi yang ia pilih bukan pekerjaan yang mudah, namun Pierre mengaku bahagia. Sebab selain kerap bertemu banyak orang dan menambah daftar panjang relasinya dengan pihak-pihak yang beragam, ia pun mengaku bangga jika tidak berlebihan disebut sebagai pelaku sekaligus pencatat sejarah.
“Contohnya demo, pelantikan Presiden dan segala macam, menurut saya itu tantangan dan seru juga menjalaninya,” ujarnya, antusias.
Dibalik suka, tentu ada duka yang dialami. Bagi Pierre, duka hanyalah sebuah jalan untuk mematangkan diri dan menemukan jati diri. Beberapa duka yang dia alami seperti situasi demo yang mendadak ricuh dan terpaksa harus menerima perihnya mata akibat terkena gas air mata. Duka yang ia alami tak menyurutkan langkahnya, karena baginya hal tersebut merupakan tantangan yang harus ia lewati untuk membesarkan dirinya.
Di titik ini, selama 3 tahun menjadi wartawan, Pierre mengakui kekurangan dirinya terkait pengembangan isu dan terkait penulisan, kendala lain di lapangan yang kerap dihadapi adalah sering mengirimkan tulisan dalam keadaan yang masih belum sempurna, banyak typo hingga kata-kata yang tidak berkorelasi satu sama lain karena susah memanajemen waktu ketika berada di lapangan.
Ke depan, Pria berperawakan tinggi yang lahir di Koja, Jakarta Utara 30 tahun yang lalu berharap agar masa-masa yang telah ia lewati akan menjadi pembelajaran dan menjadi momentum refleksi dan perbaikan untuk berkembang kepribadi yang lebih baik lagi. (Yudo Budi Harto)