telusur.co.id - Badan Akuntabilitas Publik DPD RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dalam rangka tindak lanjut pengaduan masyarakat. Ada tiga pengaduan yang diterima oleh BAP DPD RI, salah satunya dari Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI) terkait penyelesaian pengaduan anggota KTKI perihal dugaan mal-administrasi Menteri Kesehatan RI mengenai proses seleksi Anggota Konsil Kesehatan Indonesia (KKI). 

Perwakilan Tokoh Masyarakat Konsul Kesehatan Masyarakat, Rahma Fitriati menjelaskan lembaga KTKI yang seharusnya berjalan sampai dengan tahun 2027 telah dibekukan bersamaan dengan pembentukan KKI melalui Permenkes No. 12 tahun 2024. Namun, proses penggabungan keanggotaan KTKI dan KKI dinilai merugikan anggota KTKI, diantaranya karena proses seleksi anggota KKI yang dinilai tidak sesuai dengan prinsip pemerintahan yang baik dan terdapat praktik mal-administrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

"Pengaduan kami antara lain terkait penghentian keanggotaan KTKI secara sepihak dan mendadak, serta proses seleksi yang tidak transparan. Kami tidak diberikan kesempatan untuk menyelesaikan tugas dan laporan pertanggungjawaban karena seharusnya kami masih bertugas sampai tahun  2027 dan bahkan kami telah mengundurkan diri dari PNS sebagai salah satu syarat menjadi anggota KTKI," ujar Rahma.

Selain itu, BAP DPD RI juga menerima pengaduan dari Aloysius Dumatubun, terkait laporan tentang penipuan publik, pemufakatan jahat/mafia tanah (SAMENSPANNING) dan penerbitan dokumen  palsu yang menimbulkan konflik pertanahan di Kabupaten Merauke atas tanah Kementerian Pendidikan RI (Tanah Universitas Musamus) yang dilakukan Instansi  Pemerintah Pusat/Provinsi Papua dan Kantor Pertanahan Merauke, Provinsi  Papua Selatan.

"Persoalannya adalah adanya tumpang tindih sertifikat antara Pemerintah Kabupaten Merauke dengan sertifikat lain, karena pejabat publik yang bertugas mengurus itu tidak melakukan tugasnya dengan benar, sehingga menyebabkan sengketa atau konflik pertanahan. Bahkan saat ini, berdampak pada di nonaktifkannya keanggotaan saya sebagai Mitra PPAT," ujar Aloysius.

Pengaduan lain yang diterima DPD RI berasal dari Agus Siahaya yang menyampaikan kekecewaan terhadap pemerintah atas ketidakadilan sebagai ASN yang membongkar kasus korupsi di Politeknik Negeri Ambon.

"Saya mengabdi selama 24 tahun tetapi diberhentikan dengan hormat, tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil. Saya diperlakukan secara tidak adil karena telah membongkar kasus korupsi di Politeknik Negeri Ambon. Maka lewat DPD RI, saya memohon meminta SK ini dibatalkan karena tidak adil bagi saya yang seharusnya mendapatkan penghargaan karena membuka korupsi," jelasnya.

Menanggapi pengaduan tersebut, BAP DPD RI menilai pengaduan masyarakat tentang sengketa tanah perlu mendapat perhatian serius, karena banyak terjadi di daerah.

"Ini banyak kejadian, hampir seluruh daerah. Jika tidak diseriuskan, siapapun menterinya ya pembelaan hak-hak masyarakat tidak akan bisa terjadi. Insya Allah, BAP DPD RI akan mengirimkan surat kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang, mengundang pak Menteri untuk hadir mencari solusi atas persoalan ini," jelas Aggota BAP DPD RI asal Kalimantan Barat, Syarif Melvin.

Terkait aduan dari KTKI, Anggota DPD RI asal Papua Selatan, Rudy Tirtayasa mengatakan bahwa atas pengaduan yang masuk negara telah melakukan ketidakadilan, sehingga DPD RI perlu mengundang lembaga terkait yang disebutkan oleh pengadu, yakni Kementerian Kesehatan. Semoga persoalan yang disampaikan oleh pengadu perlu diambil sikap, sehingga butuh penjelasan dari lembaga yang disebutkan oleh para pengadu.

"Ini memang sudah mengandung unsur mal-administrasi dan kita tidak bisa tutup mata, sehingga BAP DPD RI perlu mengundang kementerian yang terkait. Tidak perlu khawatir, BAP DPD RI akan menindaklanjuti persoalan ini," tambahnya.