telusur.co.id - Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) melalui Komite IV kembali menggelar Focus Group Discussion (FGD) Pra-APBN Tahun Anggaran 2026 di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro, Semarang dalam rangka mendengar aspirasi unsur akademisi dan pemerintah daerah terkait kebijakan fiskal. Kegiatan ini menjadi ruang strategis untuk menyerap pandangan dan masukan dari akademisi dan pemangku kepentingan di daerah, dalam rangka menyusun rekomendasi terhadap Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan memberikan pertimbangan atas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) dalam RAPBN 2026.
Dihadiri oleh Wakil Ketua DPD RI, Tamsil Linrung, dan Ketua Komite IV DPD RI, Ahmad Nawardi serta Anggota Komite IV DPD RI, FGD ini juga melibatkan unsur Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, akademisi dari Universitas Diponegoro, serta perwakilan dari Bappeda dan kalangan mahasiswa. Kegiatan berlangsung di Ruang Sidang Utama Gedung Dekanat FEB Undip, dengan suasana penuh dialog konstruktif dan partisipatif.
Dalam sambutannya, Tamsil Linrung menekankan pentingnya peran DPD RI dalam menjembatani kepentingan daerah dengan arah kebijakan nasional. Ia menyatakan bahwa forum FGD semacam ini merupakan bentuk nyata pelaksanaan fungsi konstitusional DPD RI, tidak hanya sebagai pemberi pertimbangan atas RUU APBN, tetapi juga sebagai penjaga kepentingan pembangunan daerah agar tercermin dalam agenda nasional. “Kita tidak bisa lagi melihat daerah hanya sebagai objek pembangunan. Daerah harus menjadi subjek aktif yang menentukan arah kebijakan fiskal dan pembangunan nasional,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Komite IV DPD RI, Ahmad Nawardi, dalam sambutannya menggarisbawahi sejumlah tantangan yang masih dihadapi oleh daerah, termasuk ketidaksesuaian antara program pusat dan kebutuhan riil di daerah, keterbatasan fiskal, rendahnya kualitas SDM, serta lemahnya koordinasi antarlembaga. Ia juga menekankan perlunya sinergi antarpemerintah pusat dan daerah dalam menyusun perencanaan pembangunan yang adaptif dan realistis.
Paparan dari Kepala Bappeda Provinsi Jawa Tengah, Harso Susilo, menunjukkan betapa kompleksnya tantangan pembangunan di provinsi ini. Mulai dari masih tingginya angka kemiskinan (9,58%), angka anak tidak sekolah, hingga lebih dari satu juta unit rumah tidak layak huni. Namun demikian, Jawa Tengah memiliki potensi besar sebagai wilayah strategis nasional dengan sektor unggulan seperti pertanian, industri, pariwisata, serta peran vital dalam ketahanan pangan nasional.
Dari sisi akademisi, Guru Besar FEB Undip Prof. Nugroho SBM dan Prof F.X. Sugiyanto menyampaikan analisis kritis terhadap asumsi makroekonomi RAPBN 2026. Ia menyoroti perlunya pendekatan yang lebih realistis dalam menetapkan target pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar rupiah, dan asumsi harga minyak dunia—seraya mengingatkan dampak ketidakpastian global dan lemahnya daya beli domestik terhadap pencapaian target tersebut.
Kemudian unsur Bappeda Kabupaten/Kota juga mempersoalkan kebijakan mandatory spending dari pemerintah pusat yang mempersulit ruang gerak kebijakan pemerintah kabupaten/kota. Khususnya pada kabupaten atau kota yang memiliki PAD kecil dan bergantung pada DAK dan DAU. Sehingga persoalan-persoalan khas di daerah malah tidak mendapat porsi anggaran yang memadai.
FGD ini memberikan ruang yang luas bagi pertukaran gagasan, termasuk tentang pentingnya digitalisasi pembangunan, penguatan UMKM, optimalisasi fiskal daerah, dan pengembangan sektor unggulan berbasis potensi lokal. Semua masukan yang terkumpul akan dirumuskan dalam bentuk rekomendasi resmi Komite IV DPD RI, yang akan menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah pusat dalam menyusun RKP dan RAPBN TA 2026.
Kegiatan FGD tidak hanya digelar di Jawa Tengah, tetapi juga secara paralel di Provinsi Sumatera Barat, sebagai bentuk pendekatan wilayah dalam menghimpun masukan pembangunan dari berbagai penjuru Indonesia. Hal ini menegaskan tekad DPD RI untuk terus memperjuangkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan.
Adapun masukan dari Forum Group Discussion untuk selanjutnya menjadi Rekoemendasi DPD RI dalam rangka menyusun rekomendasi terhadap Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan memberikan pertimbangan atas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) dalam RAPBN 2026, diantaranya :
1. DPD RI Memperkuat Peran Representasi Daerah dalam Perencanaan Nasional. FGD ini mempertegas komitmen DPD RI dalam menyuarakan kebutuhan dan aspirasi daerah, khususnya Provinsi Jawa Tengah, dalam proses penyusunan RKP dan KEM-PPKF Tahun 2026.
2. Permasalahan Pembangunan Daerah Masih Kompleks dan Multi-sektor. Berbagai isu strategis seperti kemiskinan ekstrem, ketimpangan infrastruktur, rendahnya daya saing SDM, dan ketidaksesuaian antara prioritas pusat dan daerah menjadi sorotan utama.
3. Sinergi dan Koordinasi Pusat-Daerah Perlu Diperkuat. Ketidakharmonisan kebijakan dan keterlambatan penyusunan RKP/RKPD dinilai menghambat efektivitas perencanaan pembangunan. Diperlukan mekanisme koordinasi yang lebih solid antara pemerintah pusat dan daerah.
4. Pentingnya Pendekatan Inklusif dan Realistis dalam Asumsi Ekonomi Makro. Masukan dari akademisi menyoroti pentingnya proyeksi makro yang realistis dengan mempertimbangkan faktor global dan domestik, serta dampaknya terhadap perencanaan fiskal nasional.
5. Jawa Tengah Menjadi Wilayah Strategis yang Perlu Dukungan Khusus. Dengan potensi geografis dan sektor unggulan yang kuat, Jawa Tengah membutuhkan perhatian lebih dalam alokasi anggaran, investasi, serta dukungan program strategis nasional.[]