telusur.co.id - Organisasi Barikade 98 Kepulauan Riau (Kepri) menginisiasi dialog antara warga Rempang Galang dengan pihak Mabes Polri yang sebelumnya terjadi ketegangan dan konflik. Dialog antara warga Rempang Galang dari 16 kampung tua dengan pihak Mabes Polri yang diwakili oleh Kabaintelkam Mabes Polri Komjen Pol Suntana dilakukan Resto Aneka Rasa, Jumat (15/9/23), berlangsung lancar dan penuh keakraban.
Sejak terjadinya konflik antara masyarakat dengan pihak BP Batam, Barikade 98 langsung melakukan advokasi dan assessment dengan masyarakat Rempang. Pasalnya, Anggota Barikade 98 yang bernama Emran merupakan warga Rempang yang terdampak masalah ini.
Menurut Emran, sikap masyarakat terhadap pembangunan/investasi di Pulau Rempang sebenarnya sangat mendukung, meskipun masyarakat menolak relokasi yang ditawarkan pemerintahan setempat.
"Sebab di Pulau Rempang ini ada 16 kampung tua yang dimana kehidupan masyrakatnya sudah ada turun temurun dengan fakta-fakta sejarah yang bisa dibuktikan," katanya.
Emran menilai, penyebab terjadinya konflik Rempang Galang dikarenakan buruknya komunikasi dan sosialisasi dari pihak BP Batam kepada warga tentang program pembangunan yang akan dilaksanakan di pulau Rempang.
"Aspirasi masyarakat yang sebenarnya tidak sampai kepada pihak pusat sehingga puncaknya terjadi bentrokan antara warga dengan pihak aparat keamanan pada 7 september lalu," ungkapnya.
Emran mengungkapkan, masyarakat Rempang Galang pada dasarnya sangat mendukung program investasi/pembangunan dan menyambut antusias karena dengan dibangunnya wilayah Rempang maka akan memberikan dampak peningkatan taraf hidup perekonomian masyarakat Rempang Galang pada khususnya.
"Namun ternyata karena minimnya sosialisasi itulah yang membuat masyarakat kampung tua melakukan perlawanan karena tempat tinggalnya akan direlokasi. Warga kampung tua yang sudah ada sejak dahulu merasa tidak bisa disamakan perlakuannya dengan warga pendatang atau baru yang berada di wilayah Rempang," terangnya.
Dijelaskannya, masyarakat Rempang Galang menolak direlokasi karena sudah turun temurun hidup dan tidak mau tanah leluhur dan adat istiadatnya hilang. Itu dibuktikan dengan adanya banyak makam kakek, datuk, nenek dan seterusnya di setiap kampung di wilayah Rempang dan bukti-bukti lainnya yang secara administratif sebenarnya cukup untuk bisa mengabulkan aspirasi warga tentang posisi warga Rempang Galang yang menolak relokasi.
"Warga sebenarnya berharap bahwa aspirasi masyarakat Rempang Galang diakomodir karena keberadaan kampung-kampung tua ini tidak akan mengganggu program pembangunan pemerintah (investasi) bahkan bisa mendukung keberadaan program pembangunan," ujarnya.
Dalam dialog tersebut, Kabaintelkam mabes Polri, Komjen Pol. Suntana coba mendengarkan secara langsung keluhan dan aspirasi warga Rempang Galang. Suntana mengatakan bahwa aspirasi warga akan segera diteruskan ke pimpinan dalam hal ini ke Kapolri yang seterusnya disampaikan kepada Presiden.
Adanya dialog antara warga dengan pihak dari Mabes Polri membuka harapan besar warga Rempang Galang dan bisa mengakhiri ketegangan yang selama ini terjadi di Rempang Galang, sehingga program pemerintah dengan warga masyarkat bisa berjalan seiringan dalam rangka mensukseskan program strategis nasional pemerintahan. Selain itu warga bisa kembali menjalani kehidupan normal sedia kala.
Ketua Barikade 98 Kepri Rahmad Kurniawan mengatakan bahwa dialog ini adalah jalan solusi bagi warga Rempang Galang. Ia menilai ada ketersumbatan informasi yang disengaja oleh pihak-pihak tertentu.
Selain itu, dialog ini juga dipandu oleh Asbit Panatagara yang merupakan perwakilan dari Pimpinan Pusat Barikade 98. Menurut Asbit, dialog ini sangat penting untuk memutus mata rantai kesimpangsiuran isu-isu yang berkembang di publik tentang kasus di Rempang Galang.
"Kasus ini sangat sarat yang menunggangi kepentingan dengan cara mengadu domba antara warga dengan aparat sehingga tercipta kondisi yang tidak kondusif yang dapat mengganggu iklim investasi. Jadi yang dapat menyelesaikan masalah di Rempang adalah warga rempang sendiri," ujar Asbit.
Asbit menengarai, dengan adanya kasus ini tidak terlepas dari kepentingan-kepentingan luar yang memang tidak menghendaki Indonesia menjadi tujuan investasi besar negara dunia untuk program hilirisasi.
"Tentu saja program pembangunan ini tidak boleh memakan korban warganya sendiri sebagaimana tertuang di pasal 33 ayat 1 UUD 45 yang jelas menyebutkan bahwa Investasi untuk perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan dan melindungi tumpah darah Indonesia," ungkapnya.
"Dan Presiden Jokowi juga mengatakan dalam rapat kabinet bahwa jika izin konsesi dan di dalamnya ada masyarakat, maka pastikan masyarakat terlindungi dan diberikan kepastian hukum, jika perusahaan pemilik konsesi tidak memperhatikannya, maka cabut izinnya siapapun itu pemiliknya," ujarnya mengutip pernyataan Presiden. [Tp]



