Bawaslu Beberkan Potensi Kerawanan di TPS - Telusur

Bawaslu Beberkan Potensi Kerawanan di TPS

Anggota Bawaslu RI, Lolly Suhenty saat meninjau TPS 901 dan 902 di Lapas Palembang, Kota Bogor, Jawa Barat (Foto: telusur.co.id/Dhanis).

telusur.co.id - Anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty, mengungkapkan ada banyak potensi kerawanan di tempat pemungutan suara (TPS), seperti salah satunya pada provinsi Jawa Barat yang memiliki berbagai indikator kerentanan yang harus diwaspadai.

"Kalau kerentanan itu seluruh daerah, dari 27 kabupaten/kota di Jawa Barat, seluruh daerah punya yang namanya potensi TPS rawan," kata Lolly dalam kunjungannya ke Lapas Paledang, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (27/11/24).

Lolly menjelaskan, beberapa indikator TPS rawan di antaranya mencakup aspek logistik, cuaca, dan kerawanan terkait pemilih hingga potensi terjadinya pemungutan suara ulang (PSU). 

"Indikator variable dari TPS rawan itu sangat banyak. Nah, kewajiban Bawaslu adalah memastikan di hari pungut hitung ini tidak boleh ada orang yang kehilangan hak pilihnya dan ada orang yang tidak punya hak pilih malah milih," ujarnya. 

Lebih lanjut, kata Lolly, Bawaslu juga memiliki tanggung jawab untuk memastikan beberapa komponen utama pada hari pungut hitung terlaksana dengan baik hingga tak mengganggu jalannya pencoblosan. 

"Pertama, tidak boleh ada pemilih yang kehilangan hak pilih. Kedua, memastikan tidak ada orang yang tidak berhak justru memberikan suara. Ketiga, mengatasi kendala-kendala teknis seperti banjir yang dapat menghambat pelaksanaan pemungutan suara," bebernya. 

Sebab itu, Lolly pun mencontohkan situasi yang terjadi di Deli Serdang akibat banjir parah hingga memengaruhi akses ke TPS. Sehingga dalam situasi darurat seperti ini, berpotensi besar untuk dilakukan pemungutan suara susulan. 

"TPS juga dapat dipindahkan sementara akibat hujan deras, yang berpotensi memengaruhi kelancaran proses pemilu," ujarnya. 

Untuk itu, kata Lolly, Bawaslu dan KPU sudah mempersiapkan solusi apabila terjadi situasi darurat, yang mengharuskan pemungutan suara susulan atau ulang. 

"Misalnya susulan, ulang, dan lain sebagainya sudah diatur, dia nggak boleh lebih dari 10 hari misalnya. Sehingga dalam konteks ini sangat-sangat nanti bisa dicermati," pungkasnya. [Fhr]


Tinggalkan Komentar